Akankah UMKM Mampu Mengatasi Ekonomi yang Ambyar?

 


Oleh: Putri Uranus


Muslimahvoice.com - BPS mencatat ekonomi Indonesia pada tahun 2020 minus 2,07% yoy. Dengan demikian PDB Atas Harga Berlaku (ADHB), tercatat sebesar Rp 15.434,2 triliun.


Yusuf Rendy Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengatakan di laman kontan.co.id (8/2/2021), sebelum pandemi terjadi saja, Indonesia berada dalam batas bawah dalam kelompok upper middle income countries, yang artinya perjalanan Indonesia untuk keluar dari jebakan middle income masih sangat jauh.


Itu artinya, perekonomian melambat sedangkan pengangguran meningkat menyebabkan daya beli turun dan hal itu akan semakin mempersulit Indonesia keluar dari jurang resesi. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah putar otak untuk keluar dari resesi, salah satunya dengan cara sektor riil yaitu UMKM. UMKM dinilai sebagai dewa penyelamat yang mampu menggerakan ekonomi rakyat, menyerap tenaga kerja, meningkatkan daya beli. 


UMKM merupakan sektor riil yang telah terbukti tahan krisis ditahun 2008 silam, dan menyumbang 57,8% PDB tahun 2018. Keberhasilan UMKM akan dijajal kembali untuk mengatasi resesi kali ini. 


Oleh karena itu regulasi terkait UMKM telah dibuat, Pempus melalui Kemendag mengeluarkan program BBI dengan penerbitan Permendag No. 50 tahun 2020. Kemenkeu melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) memberikan pelayanan agar produk UKM menembus di pasar global, berdaya saing dan membantu pemulihan


Oleh pemda peraturan tersebut dijalankan dengan membuka dan memperkokoh UMKM, seperti yang terjadi di Kota Madiun 27 lapak UMKM dibuka ditengah pandemi (jatimtimes.com), sedangkan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro di Kab. Ngawi melakukan pendampingan, baik pelatihan maupun pemasaran hasil produk UMKM melalui online maupun offline. (ngawitimes, 4/2/2021)


Berdasarkan data Kementrian Koperasi 37 juta UMKM  64,5 persennya dikelola oleh perempuan. Itu artinya perempuan menjadi kunci perbaikan ekonomi, bahkan ketika potensi perempuan dioptimalkan dikancah publik melalui pemberdayaan ekonomi perempuan entah di UMKM atau disektor lainnya, berdasarkan  peneilitian McKinsey Global Institute (MGI) bertajuk "Kekuatan paritas: Mempercepat kesetaraan perempuan di Indonesia (The power of parity: Advancing women's equality in Asia Pacific)"  dapat meningkatkan PDB hingga US$ 135 miliar di tahun 2025 atau 9% pertumbuhan ekonomi di atas kondisi normal. Sungguh sangat menggiurkan.


Namun akankah dengan UMKM ataupun pemberdayaan ekonomi perempuan resesi ekonomi akan berakhir dan tak akan kembali terjadi? Jika kita cermati krisis ekonomi kerap menerjang dunia entah disebabkan oleh penyakit atau pun bubble economic , seperti: Black Death sejenis penyakit yang menghantam Eropa tahun 1348, krisis kredit tahun 1772 di Eropa, flu Spanyol tahun 1918-1920, depresi besar di AS 1929, krisis minyak OPEC tahun 1973, krisis Asia tahun 1997, resesi global tahun 2008, dan saat ini resesi global akibat virus korona.


Hal tersebut membuktikan bahwa krisis terjadi terus berulang, ketika terjadi pengulangan bearti ada yang salah dengan sistem yang diterapkan di seluruh dunia. Sistem kapitalis yang bersandarkan kepada sektor non riil, riba, fiat money yang menyebabkan ekonomi sangat mudah diterjang badai, contohnya seperti krisis global di AS tahun 2008 yang diakibatkan kridit mancet properti nyatanya seluruh dunia terkena imbasnya, virus corona dari Wuhan memporak poranda seluruh ekonomi dunia. Itu artinya krisis ekonomi merupakan catat bawaan dari kapitalime diperparah dengan sikap ketidak seriusan penguasa  dalam menangani pandemi covid.


Ketidak beranian penguasa untuk mengambil langkah lockdown dikarenakan tak sanggup penguasa untuk memberikan tunjangan hidup yang layak selama lockdown kepada masyarakat, hutang negara yang semakin menggunung sedangkan pemasukan negara kembang kempis, dana covid diarahkan untuk menstimulus daya beli masyarakat supaya ada roda ekonomi yang bergerak, sehingga langkah yang diambil adalah PPKM dengan tetap memberikan luang masyarakat untuk berjuang menggerakan ekonomi dengan taruhan nyawa.


Tak salah jika masyarakat terutama perempuan digunakan bamper untuk menembel kerusakan sistem kapitalisme, rakyat terus dipaksa untuk hidup mandiri, mengelola bisnis kecil untuk menggerakan ekonomi dalam negeri, belum lagi harus menanggung beban pajak yang tinggi untuk membayar hutang negara. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.


Kesehatan penting, ekonomi juga penting. Namun jika tetap menggunakan sistem kapitalis hasilnya tetap akan ambyar meskipun ada puluhan bahkan ratusan juta UMKM yang mendidikasikan dirinya sebagai penyelelamat ekonomi. Sehingga harus ada langkah yang jelas dalam penanganan pandemi, seperti:


Preverentif, melakukan lockdown di tempat wabah beserta menutup pintu-pintu perbatasan, memberikan jaminan hidup yang layak dan mencakup bagi daerah yang di karantina. Negara wajib melakukam testing sekaligus tracking/tracing untuk menelusuri bagaimana penularan. Hingga akhirnya jelas dan bisa dipisahkan antara rakyat yang sehat dan sakit. 


Promotif, negara menggencarkan informasi yang benar terkait 5M yang harus dilakukan masyarakat sekaligusenyaring hoaks, sehingga saling menjaga kesehatan antar sesama. 


Kuratif, melalui penelusuran dan tes masal, akan bisa terdeteksi secara cepat rakyat yang sakit, sehingga dapat segera memisahkan mereka dari yang sehat. Tindakan perawatan dengan pelayanan medis terbaik dan gratis pun dilakukan. 


Tak hanya dalam masalah penanganan pandemi, ekonomi kapitalis juga harus diganti dengan ekonomi Islam yang didasari oleh sektor riil, non riba, distribusi kekayaan yang merata, penggunaan uang dinar dirham sehingga tidak mudah krisis. Dengan perpaduan penanganan covid yang tepat dan penerapan ekonomi Islam maka dunia akan terbebas dari krisis ekonomi.[]


*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم