Kritik: Demi Dunia dan Akhirat Yang Baik




Oleh: Endang Setyowati

(Kontributor Muslimah Voice) 


Dunia saat ini semakin hari semakin berkembang, apalagi dengan gadget, bisa setiap bulan akan mengeluarkan produk terbarunya. Begitupun juga penggunanya mulai dari anak yang sudah bisa memegang hingga orang tua. Mulai dari hanya untuk bermain game hingga untuk jualan online sehingga mendatangkan penghasilan. Apalagi saat pandemi ini, setiap siswa harus mempunyai gadget agar bisa tetap aktif mengikuti pelajaran. 


Ada juga yang menggunakannya untuk sarana dakwah, maupun webinar. Memang saat pandemi banyak aktivitas yang dilakukan dengan gadget. Karena untuk mengurangi resiko untuk menambah klaster baru. Namun demikian, tidak dengan sesukanya para pengguna jagad medsos(Media Sosial) memposting apapun yang disukainya, walaupun katanya di sistem demokrasi mengemban kebebasan untuk berpendapat.


Seperti yang dikutip dari KOMPAS.com, (26/12/2020). Pemerintah menyatakan akan mengaktifkan kepolisian siber pada 2021. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam wawancara khusus dengan Kompas.id, Kamis (17/12/2020).


Sebenarnya adanya polisi siber yang bertujuan untuk mengawasi aktivitas rakyat dalam bermedsos tidak menjadikan solusi  persoalan bagi negeri ini. Karena, kebebasan bermedsos tak sebebas merpati yang terbang di angkasa. Medsos hanya bebas memberitakan kabar baik, sementara borok yang busuk, serta mengkritisi penguasa tak boleh diunggah.


Sebenarnya jika di dalam Islam, mengkritik atas kebijakan pemerintah agar lebih baik adalah diperbolehkan. Dan diam jika melihat kedzaliman adalah bukan merupakan kultur Islam. Nasihat atau kritik  kepada penguasa itu bukan saja demi kepentingan dunia, melainkan juga demi kepentingan akhirat, yakni melaksanakan kewajiban dari Allah SWT. Sebab, kritik (muhasabah) kepada penguasa tersebut akan memberikan kebaikan di dunia. Yang mana dengan itu, masyarakat bisa terhindar dari keburukan akibat kemungkaran penguasanya.


Tatkala, pemimpin atau penguasa tersebut melakukan kemungkaran, yang artinya  melakukan kezaliman. Dalam hal yang demikian itu, haram mendukung kezaliman tersebut. Jangankan mendukung, bahkan sekadar cenderung kepada pelaku kezaliman saja haram dan konsekuensinya sangat berat. 


Allah SWT berfirman:

“Janganlah kalian cenderung kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka. Sekali-kali kalian tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah. Kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan.” (TQS Hud [11]: 113).


Pemimpin yang memiliki kesadaran seperti itu tentu akan mendorong rakyatnya untuk bersikap kritis kepada dirinya. Dia akan mendorong rakyat untuk mengoreksi dirinya ketika menyimpang dari syariat. 


Dia pun akan mendorong rakyat untuk menaati dirinya hanya dalam kemakrufan, tidak dalam hal yang sebaliknya.

Rasul saw. bersabda:


“Mendengar dan taat itu wajib bagi seorang muslim dalam apa yang ia sukai atau tidak dia sukai, selama dia tidak diperintahkan dengan kemaksiatan. Jika diperintahkan dengan kemaksiatan, maka tidak ada kewajiban mendengar maupun taat.” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ahmad).


Dengan semua itu, maka akan ada pemimpin dan penguasa yang paling baik, yang mencintai dan dicintai oleh rakyat, serta yang mendoakan dan didoakan oleh rakyatnya. 


Pemimpin yang seperti itu, hanya akan ada ketika dia seorang muslim yang bertakwa dan menjalankan syariat Islam tersebut secara kaffah dalam sistem pemerintahan Islam, yaitu dalam naungan Khilafah.


WalLahu A'lam Bishawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم