Oleh: Rizka Hanifatus Syarifah
Muslimahvoice.com - Bencana banjir yang menyapa di awal tahun bukan hal yang baru terjadi di Indonesia. Awal tahun lalu bencana banjir datang menyapa ibukota DKI Jakarta, pada awal tahun ini bencana banjir datang menyapa saudara kita di Kalimantan Selatan yang harus menjadi korban akibat hujan ektrem. Namun, bukan hanya bencana banjir yang terjadi ada pula gempa bumi, tanah longsor dan bencana lainnya yang turut menyapa Indonesia pada awal tahun 2021. Menurut data Badan Penanggulangan Bencana (BNPN) pada awal tahun ini telah terjadi 136 bencana alam di Indonesia. Banjir menjadi penyumbang angka terbesar bencana alam, yakni 95 kejadian.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menegaskan bahwa banjir besar di Kalimantan Selatan yang terjadi bukan sekedar cuaca ekstrem, melainkan akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo. Berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif tanpa reklamasi, dan juga perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah (suara.com 15/01/2021).
Hujan ektrem memang salah satu penyebab terjadinya banjir secara langsung. Namun, rusaknya ekologi yang terjadi di Kalimantan Selatan karena maraknya pembukaan lahan juga menjadi faktor besar terjadinya bencana ini. Pembukaan lahan terutama untuk perkebunan sawit setiap tahun terus meluas. Tak kalah lagi maraknya pertambangan dari perusahaan yang mementingankan keuntungan juga menjadi penyebab bencan ini.
Direktorat Jenderal Perkebunan (2020) mencatat, luas lahan perkebunan sawit di Kalimantan Selatan mencapai 64.632 hektar. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat terdapat 4.290 Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau sekitar 49,2 persen dari seluruh Indonesia. (Kompas.com 15/01/2021)
Kita harus memahami bahwa memang bencana alam datang atas izin Allah SWT dan juga turunnya hujan sebagai bentuk Rahmat dari Allah untuk manusia. Namun Rahmat Allah ini menjadi bencana bagi manusia diakibatkan adanya penguasa serakah yang mementingkan kepentingan tanpa peduli adanya kerusakan setelahnya.
Di dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”(TQS Ar- Rum (30):11)
Bencana yang terjadi bukanlah bencana biasa, ini adalah bencana krisis Iklim yang menurut para ahli akan semakin meningkat pada beberapa waktu kedepan. Bencana ini muncul akibat suhu bumi yang panas karena hutan-hutan yang menyimpan air telah diizinkan untuk dihancurkan demi penggalian lubang-lubang tambang. Bencana akibat keserakahan pembangunan yang tidak berkelanjutan demi bertumbuhnya ekonomi bagi penguasa. Bencana buatan karena lalainya penguasa akan menjaga amanah dari Allah dan mengabaikan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.
Bencana ini ada karena kerusakan ekologis yang bersumber dari kepurtusan-keputusan pemerintah. Pemerintah yang saat ini menerapkan sistem sekuler kapitalis dan enggan menerapkan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Rusaknya lingkungan akibat ulah manusia ini adalah bukti nyata busuknya pembangunan eksplotatif yang sekuler kapitalsitik. Mereka merusak bumi Allah demi mencari keuntungan kelompok mereka sendiri dan mengkhianati masyarakat setempat. Langkah yang mereka ambil tidak menunjukkan bukti pertanggung jawaban, kerusakan ini, mereka tinggal begitu saja tanpa peduli apa yang terjadi di kemudian hari. Bahkan adanya harta sekunder yang musnah, nyawa yang hilang, keluarga yang menangis tak merubah pola pikir busuk mereka.
Adanya fakta tersebut seharusnya kita bertanya siapa sosok yang melukai hati masyarakat Indonesia? Siapa yang sangat kejam merusak tempat tinggal puluhan ribu keluarga? Sebenarnya apa motif mereka melakukan kedzoliman yang tak kunjung berhenti ini?. Merekalah para penguasa kapitalis yang enggan menjaga keseimbangan alam dengan menerapkan hukum Allah. Merkalah para penguasa kapitalis yang sangat serakah menghancurkan alam demi keuntungan mereka.
Penguasa negara adalah orang yang paling bertanggung jawab atas permasalahan ummat. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak atas apa yang sudah mereka lakukan saat mendapatkan amanah sebagai penguasa.
Penguasa yang ada pada sistem pemerintahan Islam akan sangat takut jika apa yang mereka lakukan menjadi sebuah kedzoliman atas rakyatnya dan menjerumuskan mereka pada panasnya api neraka di akhirat kelak. Ketakutan ini ada karena begitu taatnya mereka terhadap hukum Allah SWT, Sang Pemilik Seluruh Alam. Amanah yang mereka jalankan pasti berada pada koridor Syari’at Islam dan tidak mementingkan urusan mereka sendiri.
Berbeda dengan kondisi penguasa saat ini, mereka sangat sombong dan enggan menerapkan hukum Allah. Keserakahan mereka lebih unggul daripada ketakutan terhadap siksa api neraka. Bahkan bukan hanya enggan menerapkan, mereka memusuhi dan terus mengahalangi masyarakat yang memperjuangkan hukum Allah. Maka kerusakan di bumi ini sangat wajar terjadi karena penguasanya saja bermaksiat kepada Allah.
Solusi dari kembalinya lingkungan alam yang seimbang, menyerasikan pembangunan dengan kondisi alam dan tanggung jawab negara untuk melindungi rakyat dari bencana hanyalah mengembalikan amanah ini kepada pemimpin yang tunduk kepada Allah dan menerapkan hukum Allah di muka bumi ini. Dengan cara meperjuangkan kembalinya Syari’at Islam di bumi Allah ini, sebelum bumi berubah kitalah yang harus berubah.[]