Belajar dari Sejarah Kesultanan Banten

 



Oleh : Binti Masruroh

(Penulis adalah Seorang Pendidik )


Muslimahvoice.com - Kesultanan  Banten merupakan salah satu kesultanan Islam di Indonesia. Kesultanan Banten mengalami kejayaan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa.  Sejak abad ke 16 Kesultanan  Banten menjadi bandar transit yang penting di wilayah kepulauan Nusantara. Banyak pedagang dari Cina, India, Gujarat, Persi dan Arab setelah berlabuh di Aceh meneruskan pelayarannya menuju Banten. Setelah Jatuhnya  Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 perdagangan di Banten semakin ramai, karena para pedagang muslim yang tadinya memusatkan perdagangannya di Malaka, akhirnya berpindah ke  Banten.


Kepopuleran Banten menjadikan VOC  yang berkedudukan di Batavia, ingin menguasai Banten. VOC  melakukan blokade menghalangi kegiatan perdagangan di pelabuhan Banten. Hal ini mendorong Sultan Ageng bangkit melawan VOC. Sultan Ageng dikenal sangat gigih melawan VOC. Untuk mematahkan perlawanan Sultan Ageng, VOC menerapkan siasat licik, yaitu politik devide et impera atau politik adu domba. VOC  menghasut putra mahkota Abdulnazar Abdulkahar atau yang lebih dikenal dengan Sultan Haji, dengan mengatakan nanti yang akan menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa sebagai Raja adalah Pangeran AryaArya yang juga saudaranya sendiri. Karena terpengaruh hasutan VOC Sultan Haji mencurigai ayahnya sendiri dan menjalin kerjasama dengan VOC untuk merebut tahta Kesultanan Banten dari ayahnya. Dengan kerjasama dengan Sultan Haji Belanda  dapat dengan mudah mengalahkan Sultan Ageng.


Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya berhasil ditangkap oleh VOC pada tahu 1983, kemudian dibawa ke Batavia sebagai tawanan. Kemudian  Sultan Haji oleh VOC dijadikan sebagai “raja boneka” di kesultanan Banten. Sehingga secara tidak langsung VOC dapat menaklukkan Banten dan memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa. 

Belajar dari sejarah Kesultanan Banten, politik adu domba yang diterapkan  VOC merupakan strategi  jitu untuk menguasai Banten. 


Pada tanggal 6 Januari 2021 lalu diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres). Untuk menanggulangi dan pencegahan tindakan ektrimisme yang mengarah pada Terorisme. Perpres  tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) (detikcom,17/1/2021). 


Perpres ini dikeluarkan sebagai pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional. Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.


Perpres RAN-PE memiliki berbagai program salah satunya adalah terkait program yang bertujuan meningkatkan efektivitas memolisikan masyarakat dalam upaya pencegahan kekerasan yang mengarah pada terorisme. Program ini menyasar masyarakat sipil dan polisi, sementara penanggung jawabnya ialah Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).


Banyak pihak yang menilai bahwa pilpres tersebut akan memicu banyak masalah,  bahkan bisa terjadi adu domba ditengah-tengah masyarakat. Perpres tersebuat berpotensi  dimanfaatkan oleh pihak yang ingin menjatuhkan atau memfitnah seseorang. Apalagi faktanya narasi ektrimisme ataupun terosisme sering dialamatkan kepada umat Islam dan ajaran Islam yang mulia. Ajaran Islam seperti jihad, syariah, khilafah dianggap sebagai sumber radikalisme.


Perpres PAN-RE justru  dikhawatirkan  sesama umat Islam akan  saling memata-matai, menuduh padahal Allah melarang keras sikap saling menuduh ( tajassus). Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 103 yang artinya:  “Dan berpegang teguhlah kamu semua pada tali agama Allah dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah atas nikmat Allah ketika dahulu kamu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kamu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.”


Rasulullah saw, juga bersabda yang artinya “Berhati-hatilah kalian dari tindakan prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki dan saling membenci.


Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”(HR. Bukhari)


Umat Islam harus menyadari bahwa penjajah terus berusaha sekuat tenaga menghalangi kebangkitan Islam, cara-cara licik senantiasa mereka lakukan untuk melemahkan persatuan umat. Sebagaimana dulu juga diterapkan pada kerajaan Banten dan kerajaan-Kerajaan Islam yang lainnya. Umat Islam harus mengedepankan persaudaraan Islam atau Ukhuwah Islamiyah, jangan sampai justru alat yang digunakan penjajah untuk melanggengkan penjajahan.


Wallhu a’lam bi showab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم