Rastiash
Muslimahvoice.com - Indonesia menghadapi persoalan kenaikan utang luar negeri sejak krisis ekonomi 1998 dan era reformasi bergulir. Utang luar negeri yang tadinya berada pada level di bawah seribuan triliun rupiah, kini sudah nyaris menyentuh Rp 6.000 triliun per Oktober 2020.
Tak heran jika belum lama ini Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai 10 besar negara berpendapatan rendah dan menengah yang memiliki utang luar negeri terbesar pada tahun lalu.Data yang dipublikasikan Bank Dunia dalam laporan "Statistik Utang Internasional (IDS)" pada Senin (12/10) itu menunjukkan Indonesia berada pada peringkat keenam pengutang terbesar (republika.co.id)
Dengan mengecualikan China, negara-negara yang memiliki utang luar negeri lebih banyak dari Indonesia adalah Brasil, India, Meksiko, Rusia, dan Turki.
Paparan Bank Dunia tampaknya relevan dengan kondisi utang Indonesia. Dari data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2020 tercatat 413,4 miliar dolar AS atau setara Rp 5.877 triliun.
Apakah Indonesia kekurangan lahan hutan, laut, tambang, keanekaragaman hayati, dan lain sebagainya? Sehingga utang luar negeri menggunung.
Jelas tidak. Indonesia memiliki bermacam sumber daya alam yang sebenarnya cukup untuk membiayai kehidupan rakyat. Belum lagi tambang minyak, gas alam, nikel, batu bara, dan emasnya berada di peringkat atas kelas dunia. Serta hutan di Indonesia pun begitu luas. Bahkan orang-orang mengatakan tanah Indonesia tanah surga. Hingga tongkat aja bisa disulap jadi tanaman. Hal ini menggambarkan kesuburan tanah vulkanisnya yang dikelilingi banyak gunung aktif. Sehingga mudah bagi tanaman apa saja tumbuh di sini.
Sayangnya negeri yang kaya raya sumber daya alam tersebut justru beralaskan korporasi dan bermandikan utang. Sebenarnya, rezim ini bukan gagal mengelola sumber daya alam. Tapi memang tidak mengelola sumber daya alam. Kalau gagal, artinya sudah ada upaya pengelolaan dari pemerintah, sedangkan saat ini tidak. Yang pemerintah lakukan justru mengeluarkan undang-undang yang membuat para kapitalis legal menjarah sumber daya alam negeri ini.
Kenyataan ini tidak bisa lepas dari sistem demokrasi kapitalis yang diterapkan. Sebab, demokrasi kapitalis memang sudah rusak dari akarnya. Yakni dari sumber pijakan hukum yang ditetapkannya. Berpijak pada aturan buatan manusia bukan wahyu. Berpaling dari wahyu atau hukum Allah Swt. akan menyebabkan kesempitan dan kesusahan hidup.
Pengamat Ekonomi Arim Nasim mengungkap wajar jika pemerintah saat ini terus berutang. Karena rezim saat ini terpilih lantaran bantuan dari para kapitalis baik asing dan aseng. Sehingga, sebagai “agen” kapitalis, jelas kebijakan-kebijakan yang muncul bertujuan untuk memuluskan agenda kapitalis di negeri ini, Kamis (1/10/2020) di kanal Youtube Khilafah Channel.
“Utang kan alat penjajahan ekonomi, jelas ini tidak ditujukan untuk kepentingan rakyat. Kalaupun ada, rakyat hanya mendapatkan recehannya saja. Sebenarnya utang kita untuk apa sih? Untuk infrastruktur. Infrastruktur untuk siapa? Para kapitalis. Contohnya kereta cepat Jakarta – Bandung” tutur Arim.
Jadi para kapitalis ini memiliki dua keuntungan sekaligus. Yang pertama melalui bunga utang dan kedua keuntungan bisa mengeksploitasi negara yang berutang.
Bahkan pemerintah berencana membiayai 31 proyek infrastruktur prioritas dengan utang luar negeri pada 2020. Seluruh proyek itu membutuhkan pinjaman utang sebesar US$5,04 miliar atau setara Rp73,22 triliun (kurs Rp14.500 per dolar AS) dan pinjaman pendampingan US$545,56 juta atau Rp7,91 triliun.
Proyek itu tertuang dalam lampiran Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor KEP.65/M.PPN/HK/06/2020. Dalam lampiran beleid tertanggal 30 Juni 2020 tersebut, kebutuhan pinjaman utang dan pendampingan untuk membiaya proyek prioritas yang tersebar di beberapa kementerian/lembaga dan BUMN. Kebutuhan utang proyek tertinggi ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). (CNNIndonesia,3/8/2020)
Sangat sulit bagi Indonesia lepas dari jeratan utang selama sistem ekonomi yang dipakai masih pro kapitalis, selama sumber daya alam belum habis, maka utang juga tidak bisa dihentikan. Solusinya adalah melepaskan diri dari jeratan kapitalis dan mengadopsi sistem ekonomi Islam yang bebas dari bunga utang luar negeri. Tapi untuk mengubah sistem ekonomi Islam, maka sistem politiknya juga harus menganut sistem politik Islam.
Islam memiliki pandangan yang khas bagaimana menjalankan sistem pemerintahan tanpa intervensi dan melakukan pelayanan kepada rakyat tanpa menengadahkan tangan, mengemis ke negara lain.
Khilafah Islamiyah wajib menjadi negara mandiri dan terdepan. Mandiri dalam artian tidak memiliki ketergantungan pada negara lain, terdepan dalam arti menjadi pemimpin bagi negara lainnya. Rasulullah saw. bersabda:“Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.”(HR. Ad-Daruquthni)
Negara mandiri tak akan mudah didikte negara lain. Terlebih sekularisme Kapitalisme menguasai dunia seperti saat ini, dimana negara debitur dalam sandera negara kreditur. Kebijakannya diintervensi, sumber daya strategisnya digadaikan, wibawanya merosot di mata dunia.
Dalam sistem kapitalisme saat ini, utang bermutasi menjadi alat politik negara untuk menguasai negara lainnya. Maka Khilafah akan menutup celah bagi negara kreditur untuk menekan Khilafah dengan utang yang diberikannya. Allah SWT berfirman, “..dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa: 141).
Untuk itu, Khilafah Islamiyah berupaya untuk membiayai seluruh kebutuhan warganya secara mandiri. Seluruh pembelanjaan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat diambil dari baitulmal.
Ada tiga pos pendapatan dalam Baitulmal yang memiliki banyak jenis pemasukannya. Pertama, bagian fa'i dan kharaj. Fa'i adalah salah satu bentuk rampasan perang, dan kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah di mana para pemilik tanah taklukan tersebut membayar kharaj ke negara Islam.
Kedua, bagian pemilikan umum. Kepemilikan umum adalah izin dari asy-syari' kepada jamaah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Kepemilikan umum meliputi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas, yaitu barang tambang yang jumlahnya sangat banyak.
Ketiga, bagian sedekah. Bagian sedekah terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.
Negara Khilafah tidak akan membangun infrastruktur dengan skema utang luar negeri. Pembiayaan pembangunan infrastruktur bersumber dari Baitulmal. Jika Baitulmal tidak ada dana, baik habis karena peperangan atau bencana, maka harus dilihat.
Jika proyek infrastruktur itu penting dan satu-satunya fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat, di mana jika tertunda dikhawatirkan akan terjadi kerusakan, maka dalam kondisi ini negara mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Jika tidak cukup, negara bisa menetapkan pajak khusus bagi masyarakat yang mampu untuk membiayai proyek ini hingga terpenuhi.
Negara tidak akan melakukan pinjaman utang luar negeri. Sebab, pinjaman seperti itu selalu terkait dengan riba dan syarat-syarat tertentu. Riba diharamkan oleh hukum syara'.
Selain itu, utang luar negeri merupakan bencana yang sangat berbahaya bagi kaum Muslim, dan menjadi penyebab orang-orang kafir menguasai negeri-negeri Islam. Dengan demikian Khalifah tidak boleh menggunakan utang luar negeri untuk menutupi anggaran belanjanya. (Sistem Keuangan Negara Khilafah, Abdul Qadim Zalum,hlm.100).
Wallahu'alam bishawab.[]