Politisasi Agama Jadikan Agama Sebagai Orasi Semata?

 



Oleh: Vania Puspita Anggraeni


Muslimah-voice.com - Jelang Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan di masing-masing daerah, tentu masa kampanye akan digencarkan oleh masing-masing kandidat dengan tujuan menarik suara dan simpati rakyat. Variasi kampanye untuk memperoleh suara pada pemilu mendatang sangat penting, karena akan berpengaruh pada penyampaian kesan dan kepercayaan rakyat sebagai calon pemilih. Sehingga wajar jika para kandidat menggunakan strategi untuk memenangkan kursi kekuasaan. Termasuk melalui politisasi uang dan politisasi agama. 



Seperti yang terjadi selama ini, para kandidat melalui politisasi uang melakukan suap untuk menarik suara sebanyak mungkin dan melakukan politisasi agama dengan menyerukan syariat islam dan meleburkannya ke dalam visi misi calon kandidat. Seolah membentuk persepsi pada rakyat sebagai pemimpin yang religius dan amanah dalam mengemban kekuasaan. Meski pada kenyataannya, banyak sekali janji yang terbengkalai kala kursi kekuasaan sudah menina bobokkan. 



Dilansir dari artikel online antaranews.com, Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia TGB Muhammad Zainul Majdi mengingatkan bahwa politisasi agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik akan berdampak buruk dan berbahaya. Menurut beliau, politisasi agama adalah bentuk paling buruk dari hubungan agama dan politik. Dimana sekelompok kekuatan politik menarik simpati rakyat untuk memenangkan suaranya dengan menggunakan sentimen keagamaan. 



Nyatanya, bahasan mengenai politisasi agama juga menjadi topik hangat di tengah para ahli enter for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation yang sempat melaksanakan diskusi virtual pada Sabtu 17 Oktober 2020 lalu dengan mengusung tema “Melihat Potensi Politisasi Agama di Pilkada 2020”. Dikutip dari 5NEWS.CO.ID, Dr. Amir Mahmud memberikan pandangannya bahwa politisasi agama adalah sesuatu perbuatan yang terlarang karena dapat mendistorsi kemurnian dan mengotori kesucian agama itu sendiri.



Namun, meski begitu politisasi agama seolah tidak bisa dihindari dalam pilkada. Dari periode ke periode politisasi agama seperti primadona strategi untuk menarik simpati rakyat melalui kampanye. Politisasi agama memang menjadi daya tarik tersendiri bagi kandidat karena rakyat akan mudah menetapkan pilihan pada kandidat yang mendukung dan menjamin peribadahan atau pengamalan agama masing-masing. Sehingga, dari periode ke periode pilkada strategi politisasi agama seperti sebuah kelaziman untuk memproklamirkan visi misi.



Padahal, hal ini merupakan sebuah kebohongan yang harusnya dihindari. Apalah artinya sebuah visi misi yang terkesan religius tapi hanya sebatas orasi tanpa pengamalan konkrit. Tidaklah rakyat membutuhkan janji yang hanya berlaku semasa kampanye saja. Sementara ketika jabatan sudah digenggam, agama seolah terpisah dari kehidupan. Menempatkan kebijakan yang sudah akrab dengan kepentingan dan sedikit peduli suara rakyat. Tidak heran jika politisasi agama menjadi strategi kampanye yang kehilangan kebenaranya, mana kala ajaran agama yang sesungguhnya tidak diamalkan.



Namun, politisasi agama dalam kampanye semacam ini memang lazim terjadi ditengah rezim kapitalisme. Dimana konsep kapitalis adalah mencari keuntungan tanpa peduli halal dan haram karena kapitalis memang memiliki aqidah sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Jadi wajar jika mengesampingkan halal dan haram demi mencapai tujuan untuk menyukseskan kepentingan. Termasuk dengan melakukan politisasi agama yang mengatasnamakan agama dalam memperoleh suara rakyat.



Lain jika dibandingkan dengan daulah islam. Dimana tanpa perlu adanya politisasi islam, konsep yang diusung dalam sebuah kepemimpinan adalah menerapkan aturan islam yang bersumber dari Allah tanpa membuat hukum baru made in manusia yang memiliki akal terbatas dan celah kecacatan hukum terbuka lebar. Dalam daulah tidaklah sebuah partai berjuang dengan seolah-olah memperebutkan kursi kekuasaan semata yang kemudian tidak jarang bermuara pada pemuas hawa nafsu duniawi. Namun, dalam daulah partai politik bergerak membawa visi misi islam dengan bertindak sebagai pengawas kebijakan khalifah menjalankan syariat islam. Setelah sebelumnya pada masa perjuangan pendirian khilafah,  partai politik islam berperan melakukan dakwah lokal untuk melanjutkan kehidupan islam. Sehingga dengan demikian, politisasi agama dalam daulah islam tidak lagi terjadi  karena visi misi islam tidak sebatas orasi dan narasi. Melainkan tindakan konkrit yang direalisasikan dengan tujuan memperoleh ridho Allah semata.


#Politisasi #Agama 

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم