Oleh: Dian Puspita Sari
Aktivis Muslimah Ngawi
Muslimah-voice.com - Setiap jelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), ada "rutinitas" tahunan yang dilakukan pemerintah, yaitu melakukan operasi pasar untuk mengantisipasi kenaikan harga kebutuhan pokok.
Seperti yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro (Disperdagkum) Kabupaten Ponorogo. Disperdagkum menerjunkan Tim Pemantau Harga untuk mengantisipasi kenaikan harga komoditas pasar menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) di akhir Desember ini.
Kepala Disperdagkum Kabupaten Ponorogo Addin Andhanawarih, Selasa (1/12/2020) mengatakan, hal ini dilakukan karena ada kecenderungan harga-harga meningkat saat liburan akibat adanya peningkatan permintaan di tengah masyarakat.
Harga sejumlah sayuran di Ponorogo mengalami kenaikan tipis akibat pengaruh musim hujan akhir-akhir ini. “Kita mengantisipasi kondisi itu dengan memantau harga barang di pasaran. Dari pemantauan itu, kita bisa berupaya agar harga-harga tersebut stabil,” kata Addin. (ponorogo.go.id, 1/12/2020)
Kenaikan harga menjelang nataru atau lebaran kerap terjadi sejak bertahun-tahun silam hingga detik ini. Kenaikan harga ini sudah bisa diprediksi. Oleh sebab itu, seharusnya ada langkah antisipasi dari pihak yang terkait agar kenaikan ini dapat dihindari.
Alih-alih menormalisasi harga kebutuhan pokok yang sama-sama diridhoi dan menguntungkan pihak pedagang dan pembeli, dari operasi pasar yang dilakukan pemerintah, mereka justru mematok harga. Sadar atau tidak, mematok harga yang mulanya bertujuan agar masyarakat tetap bisa mengkonsumsi, di saat yang sama juga akan merugikan pedagang.
Mematok harga juga tidak menjamin semua masyarakat bisa membeli, karena kondisi setiap masyarakat berbeda-beda. Masyarakat kelas menengah keatas bisa jadi menganggap kenaikan harga yang dipatok masih wajar. Tapi tidak untuk masyarakat kelas menengah ke bawah kenaikan harga tersebut justru kian membebani hidup mereka.
Mereka menganggap bahwa kenaikan harga-harga sembako masih dalam taraf yang wajar dan harap dimaklumi. Bahkan ada pejabat yang menganggap kenaikan harga itu adalah "kado" akhir tahun buat pedagang, tanpa melihat kondisi rakyat kecil.
Sikap pemerintah yang terkesan membiarkan ini seolah-olah sudah menjadi rutinitas dan bukan menjadi masalah. Padahal kenaikan harga adalah masalah kebutuhan pangan rakyat, yang bisa berdampak luas pada kenaikan harga-harga kebutuhan hidup selain sembako.
Dari rutinitas kenaikan harga yang dibiarkan terus terjadi, bisa kita simpulkan bahwa ekonomi diserahkan negara kepada ekonomi pasar dimana permintaan dan penawaran ikut bermain di dalamnya. Gambaran ini terdapat dalam konsep ekonomi kapitalis di mana pasar sangat berperan. Maka jika solusi yang diambil oleh pemerintah adalah dengan menyerahkan ekonomi kepada ekonomi pasar ala kapitalisme, hal ini akan menimbulkan masalah baru seperti deflasi atau masalah-masalah rumit lainnya.
Lantas, bagaimana pandangan Islam tentang masalah ini? Menyoal pandangan Islam, seluruh masalah selayaknya kita kembalikan kepada Allah dan Rasulullah saw.
Allah Swt. berfirman,
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّـهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
“Dan jika kalian berselisih pendapat tentang satu masalah maka kembalikanlah kepada Allah dan kepada RasulNya jika kalian benar-benar beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir. Yang demikian itu adalah lebih baik dan akibatnya pun juga lebih baik.” (QS. An-Nisa [4]: 59)
Terkait masalah kebutuhan pokok rakyat, hal ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab pemimpin dalam Islam.
Rasulullah saw. bersabda, "Imam (kepala negara) itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya." (HR Bukhari dan Muslim)
Itulah ibarat tugas kepala negara dalam Islam, laksana 'penggembala' yang bertanggung jawab untuk melayani urusan hidup rakyatnya. Salah satunya, dia bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Termasuk menjamin harga-harga kebutuhan pokok mampu terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Terkait kebutuhan pokok dan harganya, Islam memandang bahwa masalah ekonomi tidak boleh diserahkan ke pasar. Islam juga mewajibkan ada campur tangan pemerintah di dalamnya. Oleh sebab itu, konsep "demand and supply" sangat tidak berlaku dalam sistem ekonomi islam.
Di dalam islam, masalah harga diserahkan sepenuhnya kepada pembeli dan penjual melalui aqod. Pembeli dan penjual sama-sama ridho dengan harga yang ditetapkan. Jika terjadi kelangkaan barang yang mengakibatkan kenaikan harga, pemerintah harus melihat akar masalahnya.
Jika akar masalahnya adalah musim atau hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal, dan lain-lain, jauh-jauh hari sebelumnya, pemerintah harus mengantisipasinya dengan melakukan distribusi kebutuhan pokok secara merata. Tempat-tempat yang minus dibantu oleh daerah surplus. Pemerintah juga bisa memperbanyak barang produksi supaya tidak langka. Hal ini bertujuan agar kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Jika masyarakat masih tak sanggup membeli kebutuhan pokok hidupnya, pemerintah harus tanggap menyalurkan kebutuhan pokok secara gratis.
Konsep ekonomi Islam mustahil ditopang oleh ekonomi kapitalis yang terbukti rapuh. Kebijakan ekonomi kapitalis hanya didasarkan atas asas manfaat, untung dan ruginya dalam pandangan manusia.
Adapun kebijakan ekonomi Islam yang diadopsi oleh negara semata-mata didasarkan atas asas halal dan haram, iman kepada Allah. Negara yang mengadopsinya pun mustahil negara demokrasi seluler, melainkan khilafah atas manhaj kenabian.
Wallahu a'lam bishawwab.