Jurassic Park, Demi Komodo ataukah Investor?

 



Oleh: Siti Fatimah (Pemerhati Sosial dan Generasi)


Beberapa waktu yang lalu dunia jagad maya dibuat heboh dengan video seekor Komodo yang menghadang sebuah truk pengangkut material bahan bangunan. Truk tersebut diketahui tengah beroperasi disebuah proyek pembangunan Taman Nasional di Nusa Tenggara Timur(NTT) yaitu Taman Nasional Komodo. 


Kadal besar yang merupakan hewan khas pulau Komodo seolah menolak pembangunan proyek yang sedang berlangsung. Akibat viralnya video ini para netizen beramai-ramai memasang tagar #SaveKomodo sebagai bentuk penolakan terhadap pembangunan proyek yang digadang-gadang akan menjadi kawasan wisata premium dan mampu mnjadikannya spot pariwisata kelas dunia. Netizen juga beberapa tokoh mengangg bahwa proyek Jurassic Park ini dikhawatirkan dapat menganggu keselamatan komodo dan kemungkinan dapat merusak habitat aslinya.


"Komodo ini satu-satunya di dunia jadi kita harus jual," tegas Luhut dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Pengembangan Lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas di Jakarta pada hari Jumat. (galamedia.pikiran-rakyat.com, 27/11/2020)


Pemerintah mengakui bahwa pembangunan proyek Taman Nasional Komodo(TNK) ini adalah demi alasan komersial, untuk menarik investasi, untuk membangkitkan geliat perekonomian di NTT dan juga bertujuan menjaga keberlangsungan hewan langka itu sendiri.


Benarkah pemerintah berkeinginan untuk menjaga kelangsungan hidup komodo? Benarkah pemerintah ingin memajukan ekonomi rakyat NTT melalui taman  pariwisata ini?  Ataukah pemerintah hanya ingin menarik investor asing supaya berinvestasi dalam rangka pembangunan "rumah" untuk si kadal besar tersebut?


Secara umum pembangunan infrastruktur  yang dilakukan dalam skala besar akan memiliki dampak tertentu terhadap lingkungan. Semisal biodiversitas alam atau keanekaragaman hayati, gangguan air tanah hingga pengaruh dari sampah dan limbah yang dihasilkan. Selain itu akan berpotensi menganggu kehidupan biota laut akibat pencemaran yang dimungkinkan akan terjadi di pulau tersebut. 


Lalu, benarkah pembangunan berbasis pariwisata ini akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat lokal sementara tujuan dari  pembangunan proyek ini adalah untuk menciptakan kawasan wisata premium kelas dunia yang tentu saja akan menyajikan segala sesuatunya berkualitas super alias nomor wahid. Tentu pengusaha besar yang akan memainkan peran dalam hal penyediaan fasilitas semisal perhotelan, perkantoran, klinik serta rumah makan, coffeeshop, bahkan untuk convinien stores. Jika pun ada keuntungan bagi masyarakat lokal,  kemungkinan hanya recehannya saja yang akan didapatkan.


Pembangunan yang menelan dana APBN sebesar Rp 69 Miliar serta 22,1 hektar lahan yg sudah diserahkan kepada PT. SKL guna pembangunan resort exclusive menunjukkan bahwa ini semua merupakan bukti rakusnya pemerintah terhadap SDA yang memiliki potensi tinggi untuk dijual agar menghasilkan uang. Apapun dimanfaatkan, tak terkecuali habitat si cantik berkulit tebal yang memiliki daya tarik luar biasa di mata dunia. Dengan dalih demi kemajuan taraf ekonomi rakyat flores, hewan langka komodo pun menjadi korban kerakusan para penguasa. 


Inilah buah dari sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang lebih memprioritaskan pemenuhan materi sehingga membuat pemerintah memiliki sifat materialistis. Menjadikan pemanfaatan materi sebagai tolak ukur terhadap segala sesuatu. Tak pelak apapun yang dimiliki mesti dimanfaatkan, dikomersialkan supaya menghasilkan pundi-pundi  tanpa mempedulikan status halal dan haram.


Dengan dukungan demokrasi sebagai sistem pemerintahannya, maka lengkap sudah piranti yang digunakan untuk menguras SDA negara yang notabene haram untuk diserahkan dan dikelola kepada swasta ataupun asing. Melalui regulasi yang dikeluarkan oleh para pejabat terkait sebagai jasa balas budi atas dukungan selama masa pilkada. Sehingga dengan mudah memberikan proyek-proyek strategis kepada para penyokongnya. Proyek-proyek infrastruktur terus digenjot demi memenuhi keinginan investor kapitalis tanpa memperhitungkan dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkan. Padahal Allah SWT jelas-jelas melarang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan dan alam semesta.


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


وَا بْتَغِ فِيْمَاۤ اٰتٰٮكَ اللّٰهُ الدَّا رَ الْاٰ خِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَ حْسِنْ كَمَاۤ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْـفَسَا دَ فِى الْاَ رْضِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."

(QS. Al-Qasas 28: Ayat 77)


Dalam sistem pemerintahan Islam atau khilafah, sektor pariwisata bukan merupakan sumber pemasukan utama untuk negara. Sehingga tidak dibenarkan mengekploitasi alam dan merusak lingkungan beserta satwa yang ada dalam habitatnya. Islam tidak hanya memberikan perlindungan dan hak untuk hidup kepada manusia tetapi hewan pun juga memiliki hak yang sama. Objek wisata alam akan benar-benar dilestarikan sebagai sarana untuk semakin memperkuat keimanan karena keindahan alam merupakan hasil ciptaan Allah SWT. Selain itu juga dapat dijadikan situs peninggalan sejarah yang harus dijaga kelestariannya bukan malah dikomersialkan dan dieksploitasi.


Dalam  hal pembangunan infrastruktur pun negara khilafah akan terlebih dahulu mempertimbangkan tingkat urgensinya serta  berdasarkan atas skala prioritas. Apakah infrastruktur dibangun dalam rangka pemenuhan kesehatan, pendidikan, jalan, energi, fasilitas umum, dan sebagainya dengan tidak mengabaikan hak manusia, alam dan lingkungan hidup. Bukan  malah gencar membangun sektor pariwisata namun mengabaikan kesejahteraan rakyatnya, mengabaikan penyediaan sarana pendidikan yang layak, bahkan memberikan pelayanan kesehatan yang buruk serta sistem penegakan hukum yang tajam ke bawah timbul ke atas.


Apabila hak-hak manusia saja dengan mudah diabaikan, apa lagi hak-hak atas kelangsungan hidup marga satwa dan lingkungannya. Namun, memang begitulah sejatinya watak asli demokrasi kapitalisme. Menguras, merusak dan menzalimi, maka wajib untuk dicampakkan.


Wallahu a'lam bish shawab [].


#Komodo

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم