Oleh: Neneng Sri Wahyuningsih
Muslimahvoice.com - Tahun 2020 sebentar lagi berganti. Jika kita kilas balik, banyak sekali peristiwa yang terjadi di tahun ini dan sulit untuk dilupakan tak terkecuali yang menimpa kaum perempuan.
Seperti yang terjadi beberapa waktu silam, jagat media sempat dihebohkan dengan tagar pemboikotan terhadap salah satu produk makanan dikarenakan ada beberapa hak karyawannya yang tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan. Dibalik rasanya yang manis ternyata terdapat kisah pilu yang dialami para pekerjanya.
Dilansir dari The conservation.com (8/3/2020), seorang wanita yang bekerja di perusahaan es krim PT. Alpen Food Industry (AFI) atau Aice mengalami pengangkatan jaringan rahim akibat keluhan endometriosis. Sebenarnya keluhannnya ini sudah disampaikan dan mengajukan pemindahan divisi kerja, namun pihak perusahaan tidak bergeming. Justru mengancam akan menghentikannya dari pekerjaan.
Menurut Sarinah, Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) yang mewakili serikat buruh Aice, menyatakan bahwa sejak tahun 2019 hingga saat ini sudah terdapat 15 kasus keguguran dan enam kasus bayi yang dilahirkan dalam kondisi tak bernyawa dialami oleh buruh perempuan Aice. Contoh kasus tersebut hanya sebagian kecil yang terungkap. Mungkin saja di luar sana masih ada kasus-kasus serupa lainnya yang menimpa para pekerja perempuan.
Tampaknya kisah menyedihkan yang dialami kaum perempuan bekerja ini terus terjadi. Perlakuan tidak adil hingga kekerasan dan pelecehan seksual kerap dialami oleh mereka. Tak ada perlindungan bagi mereka. Saat ini perempuan dihadapkan pada kondisi yang serba sulit. Terpaksa harus ikut terjun di area publik. Apalagi ketika pandemik COVID-19 menghampiri negeri ini, para pekerja perempuan terkena dampaknya seperti terpaksa dirumahkan dan gaji dipotong 70 persen, pesangon tidak kunjung diberikan, serta menjadi korban KDRT akibat lilitan ekonomi (idntimes.com, 24/12/2020).
Adapun faktor yang mempengaruhi perempuan ini ikut terjun ke area publik diantaranya, pertama faktor ekonomi. Tak bisa dinafikan untuk bisa bertahan hidup memang membutuhkan biaya. Ketika ditemukan kondisi saat pihak yang bertanggung jawab dalam lingkup keluarga seperti ayah, saudara laki-laki atau suaminya tak mampu lagi menjalankan perannya untuk memenuhi kehidupan ini, maka perempuan pun harus siap mengambil alih peran tersebut.
Kedua, gaya hidup. Ya gaya hidup konsumtif tak bisa dielakkan saat ini. Berbagai tontonan yang disuguhkan di layar kaca dan hampir disenangi banyak kalangan terutama kalangan menengah kebawah justru memperlihatkan kehidupan yang bertolak belakang dengan realita sebenarnya. Berbagai produk di pasaran pun tak henti-hentinya bermunculan sehingga menarik perhatian masyarakat terutama kaum perempuan untuk ingin mencoba dan memilikinya. Akhirnya persentase keinginan pun melampaui kebutuhan.
Contoh kecilnya saja ketika ada produk elektronik baru seperti smartphone. Berlomba-lomba lah ingin memilikinya. Padahal jika dilihat, fungsinya tidak jauh berbeda. Namun muncul perasaan puas dan bahagia ketika mampu memiliki barang yang sedang ngetren tersebut. Sehingga dari sini mereka berpikir, bagaimana caranya agar mampu untuk memenuhi semua keinginan tersebut. Akhirnya memilih untuk ikut mencari tambahan diluar sana. Dengan kata lain, kepuasan materil yang menjadi standar kebahagiaan hidupnya.
Ketiga, derasnya hembusan dorongan agar para perempuan ini terjun ke dunia publik tak bisa dibendung. Seolah ketika bekerja lebih bergengsi ketimbang hanya mengurusi pekerjaan rumah tangga. Bekerja akan mensejajarkan posisinya dengan laki-laki, sehingga kepercayaan dan eksistensi diri pun meningkat. Tak sedikit perempuan yang memilih bekerja siang dan malam layaknya laki-laki yang sedang mencari nafkah.
Padahal di sisi lain ada hal yang melekat pada diri perempuan itu sendiri yakni memiliki rahim, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Ketika menyadari fakta biologis tersebut, sesungguhnya perempuan ini memiliki peran yang berbeda dengan laki-laki. Sama sekali tidak bisa disamakan.
Beginilah potret kondisi perempuan ketika hidup di bawah hukum buatan manusia yakni demokrasi kapitalisme. Sistem ini telah gagal menafsirkan dan memahami pihak yang bertanggung jawab atas pemenuhan dan kesejahteraan hidup perempuan, standar kebahagiaan, serta fitrah penciptaan manusia sehingga menghantarkan pada gagalnya melindungi, memberdayakan perempuan, dan menimbulkan penderitaan yang tiada henti.
Lain halnya ketika suatu negeri berpijak pada aturan yang langsung bersumber dari Sang Pencipta yakni Islam. Dia lah yang menciptakan manusia maka hanya Dialah yang mampu memahami apa yang terbaik untuk hambaNya. Dan Islam memiliki seperangkat peraturan yang mampu memberi jaminan kebaikan bagi perempuan dalam berbagai aspek.
Perempuan dalam Islam terjaga fitrahnya dan memahami peran utamanya yakni sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya dan manajer rumah tangga. Mereka memegang peranan penting terhadap maju tidaknya sebuah peradaban. Dari tangan perempuanlah terlahir generasi penentu masa depan. Sungguh peran ini sangatlah mulia dan tidak bisa digantikan oleh siapapun.
Banyak kisah yang menjunjukan di balik seorang anak yang hebat, ada ibu tangguh yang berperan besar dibelakangnya. Misalnya Imam al-Bukhari. Sosok imam besar satu ini tumbuh sebagai seorang yatim. Ibunya lah yang mengasuhnya. Ibunya memberikan pendidikan yang terbaik. Mengurus keperluannya, mendoakannya, dan memotivasinya untuk belajar dan berbuat baik.
Saat berusia 16 tahun, ibunya mengajak Imam al-Bukhari berpergian ke Mekah. Kemudian beliau meninggalkan putranya di negeri tersebut untuk menimba ilmu dari para ulama Mekah. Dari hasil bimbingan dan perhatian ibunya, jadilah Imam al-Bukhari yang kita kenal saat ini. Karyanya dalam meriwayatkan hadits sungguh luar biasa dan tidak diragukan.
Selain itu, Islam telah mengatur bagaimana menempatkan dan melindungi kehormatan wanita. Dimulai dari mengatur berpakaian yang bertujuan untuk melindungi kehormatan wanita dari pandangan yang tidak bertanggung jawab. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Ahzab ayat 59 :
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dalam kehidupan sosial, Islam pun mengatur cara berinteraksi di area publik. Pemisahan area antara laki-laki dengan perempuan bukan untuk membedakan strata mereka melainkan untuk melindungi para wanita dari segala fitnah dunia.
Dari segi ekonomi, dalam Islam perempuan tidak memikul beban ekonomi. Tanggung jawab kehidupannya telah dilimpahkan kepada ayahnya, saudara laki-laki, suami atau anak laki-lakinya. Ketika dalam lingkup keluarga tak ada lagi yang mampu untuk bertanggung jawab, maka negara lah yang menanggung nafkahnya. Sehingga kebutuhan hidupnya akan terjamin.
Adapun terkait bekerja, hal ini menjadi perkara yang mubah baginya dengan tetap menjaga sesuai syariatNya. Jika pun memilih bekerja, hal ini dilakukan bukan karena untuk memenuhi kehidupannya melainkan karena memahami ada lapangan yang membutuhkan sentuhan tangan perempuan seperti guru TK, bidan, dokter, perawat dan sebagainya. Peran ini pun diambil setelah mendapatkan izin dari suaminya dan tidak melalaikan kewajiban dan tanggung jawab utamanya.
Perempuan juga diperbolehkan untuk meraih pendidikan yang tinggi. Bukan sekedar menaikkan taraf berfikirnya atau agar setara dengan laki-laki, melainkan sebagai bekal untuk membentuk generasi pemimpin yang tangguh. Dan terkait standar kebahagiaan, perempuan yang memiliki keimanan yang kuat hanya menstandarkannya pada keridhan rabbNya bukan materi apalagi penghargaan manusia.
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan sangat sempurna dan memberikan peran sesuai dengan kodratnya masing-masing. Dan Allah tidak membedakan kedudukan tiap makhluknya kecuali dalam kadar ketaqwaannya di sisi Allah SWT. Seperti dalam firman Nya :
“Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.” (QS. An-Nisa [4]: 124).
Sungguh hanya Islamlah yang mampu memuliakan perempuan. Diskriminasi dapat dihindari. Permasalahan perempuan pun mampu teratasi.
Wallahu a'lam bishshowab. []