Extra Judicial Killing: Rezim Kembali Unjuk Kekuatan

 



Endah Sulistiowati

Dir. Muslimah Voice


Muslimah-voice.com - Umat Islam tengah mengalami kondisi yang tidak menyenangkan. Belum puas rasanya menyambut Harisy datang, masalah demi masalah datang bertubi-tubi. Seakan rezim ingin menunjukkan kuasanya, bahwa apapun yang bersebrangan dengan mereka tentu binasa. 


Extra Judicial Killing kembali dipertontonkan rezim, tidak tanggung-tanggung 6 nyawa pun melayang tanpa ampun. Dengan jumawa menganggap rakyat bodoh, cerita demi cerita dikarang seakan-akan mereka, yang benar. Rezim lupa, bahwa, diatas langit masih ada langit.


Extrajudicial killings merupakan pelanggaran prinsip fair trial atau peradilan yang jujur dan adil terhadap masyarakat terkait penyelidikan serta penyidikan yang tidak dipenuhi kepolisian. Prinsip fair trial dalam peristiwa tersebut juga memuat jaminan perlindungan HAM dan praduga tidak bersalah. Pola extrajudicial killing sering terjadi karena alasan: (1) korban diduga melawan aparat, (2) korban hendak kabur dari kejaran polisi, dan (3) korban tewas akibat tertembak senjata api. 


Menurut Profesor Suteki Guru Besar Hukum Undip, secara hukum, penggunaan senjata api memperhatikan prinsip legalitas dan proporsionalitas. Berdasarkan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Official, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan, bukan membunuh. Namun, yang terjadi pada kasus ini justru ditujukan untuk membunuh keenam laskar  tersebut. Hal ini merupakan tindakan yang kontraproduktif dengan tugas utama Polri yakni menegakkan hukum dengan cara tetap memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Mengapa justru tindakan polisi itu kontrapoduktif yang berarti membuat hukum lumpuh? Lalu apa akibat lumpuhnya hukum terhadap demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM)?


Hak asasi manusia (disingkat HAM, bahasa Inggris: human rights, bahasa Prancis: droits de l'homme) adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia. Hak asasi manusia berlaku kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut. Hak asasi manusia juga tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan, dan saling bergantung. Hak asasi manusia biasanya dialamatkan kepada negara, atau dalam kata lain, negaralah yang mengemban kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia, termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh pihak manapun .


Dalam terminologi modern, hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi hak sipil dan politik yang berkenaan dengan kebebasan sipil (misalnya hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan kebebasan berpendapat), serta hak ekonomi, sosial, dan budaya yang berkaitan dengan akses ke barang publik (seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang layak, hak atas kesehatan, atau hak atas perumahan).


Sehingga apa yang dilakukan oleh aparat ini jelas-jelas pelanggaran HAM yang harusnya mendapatkan sanksi. Namun nyatanya semua opini diarahkan untuk membenarkan apa yang telah dilakukan aparat. Seakan-akan HAM ini tidak berlaku jika berhubungan dengan umat Islam. HAM menjadi sebuah slogan tanpa arti jika yang menuntut keadilan adalah lawan dari rezim. 


Apa yang terjadi pada Harisy dan laskarnya ini menjadi bukti konkrit bahwa rezim sedang bermain-main dengan hukum. Rezim menunjukkan kekuatannya untuk menekan lawan politik, karena yang terjadi pada Harisy bukan semata-mata karena pelanggaran UU, tapi lebih pada permainan politik


Umat harus menyadari kondisi ini, sehingga kedepannya mampu menentukan langkah untuk dakwah kedepan. Karena bagaimanapun kondisi perpolitikan Indonesia, dakwah harus tetap dilakukan. Sehingga kemampuan menentukan uslub dakwah sangat berpengaruh dalam keberhasilan penegakan syariah Islam di negeri tercinta ini. Wallahu 'alam.


#Hukum

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم