(Kajian Parenting Ideologis)
Reporter : Siti Nur Rahma
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Muslimah-voice.com - Pada Ahad 20 Desember 2020 pukul 15.30 WIB, di forum virtual, diadakan kajian parenting ibu ideologis oleh Ustadzah Yanti Tanjung, penulis dan Inspirator Parenting Nasional, serta Founder Komunitas Parenting Ibu Tangguh. Membahas ilmu parenting dalam sudut pandang islam yang sangat luar biasa, dan sangat dibutuhkan oleh para ibu di zaman now dalam sistem kehidupan saat ini. Dipandu oleh Tim Manajemen HSM BAI, yakni Bu Mayang asal Yogyakarta.
Diawali prolog oleh bu Mayang tentang kondisi negeri saat ini yang setiap tahun memperingati hari ibu pada akhir tahun yakni bulan desember tanggal 22, namun masalah tak kunjung selesai,perceraian dimana-mana,kdrt dan eksploitasi wanita juga menjadi bagian derita ibu.
Pada saat pandemi juga semakin terasa nestapa itu. Hal itu disebabkan beberapa faktor, yakni ekonomi semakin susah, phk menjamur, ukm lesu, seorang ibu turut memeras pikiran untuk roda kehidupan terus berputar. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, amanah edukasi sekolah dipegang bunda juga.
Banyak kekerasan anak dan kekerasan seksuala pada anak merupakan salah satu dampak dari ketidaksejahteranya kehidupan saat ini. Dan kekerasan tersebut ironisnya dilakukan oleh orang terdekat bahkan ada ibu yang membunuh anak akibat stress dalam kondisi daring. Apakah ini gegara pandemi ataukah ada hal lain?
UYT menggambarkan bahwasanya hari ibu saat ini diperingati dengan adanya fakta-fakta kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan pada anak. Apakah hari ibu diperingati dengan adanya hal itu? Tidak. Seharusnya dengan peringatan pada jasa ibu yang telah mendidik dan merawat, kemudian memberikan kado. Itulah momentum hari ibu seharusnya dilakukan.
Fakta Ibu membunuh anak karena stres dalam edukasi anak, ibu meracuni anak karena masalah ekonomi. Persoalan ini bukan semata-mata persoalan ibu atu masalah ibu/ masalah perempuan . melainkan ada factor sistemik. System yang tidak melindungi secar berlapis.
Misalnya, swami melakukan kekerasan kepada isteri. Hal ini disebabkan karena ketidaksejahteraan keluarga tersebut dan tidak harmonis relasinya. Kekerasaan dalam rumah tanggan akan menyebabkan perceraian, baik kekerasan verbal, fisk, maupun seksual.
Dalam sistem kapitalisme demokrasi menganggap masalah perempuan merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh perempuan itu sendiri. Padahal pada ketidaksejahteraan keluarga, siapa yang memicunya? Ialah sistem kehidupannya. Yang tidak menjadikan rumah tangga yang sakinah ma waddah warohmah adalah adanya konstruksi yang dilandasi liberalisme, yang menumbuh suburkan paham kesetaraan gender/feminisme.
Hal ini dilihat ketika produktivitas perempuan tidak mendominasi pada keluarga, maka swami akan bertindak semena-mena dan melakukan kekerasan. Sehingga seorang isteri tersebut keluar rumah untuk mendapatkan materi, kesetaraan gender dan berkarir. Namun pertanyaannya apakah setelah keluar rumah untuk bekerja masalahnya selesai? Ternyata tidak, malah akan bertemu dengan masalah baru, seperti trafficking dan eksploitasi wanita lainnya.
Dalam demokrasi ada empat kebebasan yang dijamin, yakni kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, kebebasan berakidah, dan kebebasan berperilaku. Apakah jika seoarang wanita keluar rumah untuk bekerja akan mendapatkan jaminan kebebasan tersebut? Ternyata tidak. Malah akan dijumpai kekerasaan oleh majikan, misal dibentak karena adanya tugas yang berlebihan dan tak terselesaikan. Akan ditemui buruh imigran yang terancam pemerkosaan, dsb.
Tidak ada jaminan dalam demokrasi untuk kesejahteraan rakyat. Wanita kan menderita sepanjang diterapkan aturan ala kapitalisme itu. Sedikit bu Mayang bercerita tentang temannya yang berjauhan dengan ibunya yang menjadi tkw, sehingga temannya itu sangat rindu ingin bertemu namun sang ibu tak bisa pulang sebab beliau menjado tulang punggung keluarga, sementara ayahnya sudah meninggal.
Ustadazah Yanti menanggapi cerita tersebut bahwa di alam demokrasi ketika keluarga tidak sejahtera, dan ibu menderita karenanya, maka seorang ibu itu sendirilah yang menyelesaikan sendiri maslahnya. Ada lembaga kebijakan pemberdayaan perempuan yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah perempuan yakni pemberdayaan perempuan dibidan ekonomi dan politik.
Perempuan diarahkan agar bisa mandiri dalam ekonomi. Penyebab kesulitan ekonomi bukan dari perempuan, tetapi perempuan diminta untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dengan bekerja. Di satu tidak ada perlindungan terhadap anak, perempuan juga yang harus menyelesaikannya. Di sisi lain perempuan harus mandiri dalam bidang ekonomi,lantas keluar rumah. Semua ini perempuan dituntut bisa menyelesaikannya sendiri. Sehingga tak heran zaman sekarang terdapat banyak anak yang menjadi anak pank, pengamen, tukang asong, dan anak LGBT. Inilah pembodohan dalam mencari solusi.
Dalam melindungi anak secara berlapis, maka seharusnya seorang ibu harus disejahterakan dengan pemberdayaan ibu, bukan pemberdayaan ekonomi.
Dalam demokrasi tidak pernah peduli terhadap islam. Agama tidak diberi ruang dalam aturan kehidupan. Sebagai umat islam, solusi itu ada pada islam itu sendiri. Harus taat pada syariat. Namun demokrasi tidak menginginkan umat islam untuk taat pada syariat.
Ketika ada cerita ibu yang stres lantas membunuh anaknya karena program belajar daring, maka pertanyaannya kenapa ada daring? Karena ada wabah? Apakah ada program daring yang tanpa stress? Punyakah Negara mekanisme untuk meningkatkan keimanan dalam kondisi wabah maupun kondisi sehat? Sejatinya, dalam menghadapi kehidupan dibutuhkan keimanan dan ketakwaan.
Demokrasi tidak menjamin rakyatnya beriman dan bertakwa. Dan demokrasi tidak memiliki sistem sosial, misalnya dalam pendidikan anak. Ketika anak sedang bermain diluar rumah, tidak akan dicari oleh pendidiknya atau orang tuanya untuk apa dia keluar, dan hingga batas waktu apa dia kembali.
Namun ada juga pernyataan bahwa pemerintah juga menerapkan sejumlah aturan terkait dengan anak. Misalnya ada program ramah anak, dan ada juga perempuan berkiprah ke ranah publik. Hal ini dapat dikatakan bahwa menilai suatu masalah harus dengan sudut pandang yang benar.
Adapun upaya yang diusahakan tersebut haruslah dengan menilik terlebih dahulu apa akar persoalan di negeri itu. Jika tidak menemukan akar masalah maka solusi yang diberikan adalah solusi bermasalah, akan ada masalah baru yang muncul.
Contoh dalam KDRT, perempuan dianggap tidak mandiri. Ini menggunakan kacamata yang salah. Harusnya dicari akar maslahnya dulu. Relasi swami isteri itu relasi apa? Apakah relasi dengan hawa nafsu atau dengan wahyu? Melihat masalah itu harusnya sebagai masalah manusia, bukan melihat permasalah. Artinya Allah yang telah mengirimkan permasalahan itu kepada manusia, maka manusia kembalikan solusinya kepada yang Maha Memberi Solusi. Kembalikan kepada aturan Allah Al Mudabbir. Umat islam harusnya kembali pada aturan Islam.
Allah telah memberikan solusi sesuai fitroh manusia. Karekteristik masalah yang dialami manusia pun sebenarnya itu-itu saja, sehingga solusi yang diberikanpun juga bersifat baku. Mislanya untuk masalah perzinahan bagi yang jomblo. Maka sejak wahyu diturunkan dengan perintah didera 100 kali maka hal ini akan memberikan efek jera. Begitu pula untuk pencurian senilai seperempat dinar, maka solusi potong tangan akan memberhentikan munculnya kasus baru.Sehingga tidak ditemui penjara yang menjadi beban negara.
Kebakuan solusi islam tidak dinilai permasalah, namun dinilai sebagai permasalahan manusia.
Diakhir pertanyaan bu Mayang kepada UYT, bolehkah ada tukar amanah antara swami yang menjaga anak, dan isteri yang bekerja di luar rumah? Jawabanyya tentu tidak. Dalam fiqih wanita, seorang ibu hamil dan menyusui mendapat keringanan untuk tidak berpuasa di bulan romadhon. Lantas menggantinya di bulan lain. Hal ini menunjukkan bahwa hal wajib yakni puasa menjadi mubah atau boleh, untuk seorang ibu demi pengasuhan anaknya. Lantas kenapa harus memilih hal mubah yakin bekerja lalu menukarkan pengasuhannya kepada suami?
Sungguh jaminan kehidupan menghilangkan nestapa ibu dan anak hanya ada dalam islam. Ibarat ikan, umat islam saat ini seperti ikan yang tidak ada di dalam alamnya. Maka UYT meyerukan untuk ikut berjuang agar islam kembali menjadi aturan dalam kehidupan. Kepemimpinan islam dimunculkan untuk meninggikan agama. Jadilah ibu tangguh yang berpegang teguh dalam syariat islam. Rajin-rajin menuntut ilmu dan menguatkan diri untuk ikut dalam jamaah yang mengusung sistem islam. Semoga terselamatkan di dunia dan akhirat.
Itulah sedikit gambaran tentang isi kajian ibu ideologis yang membantu umat untuk lebih peka terhadap kondisI dan fakta yang sedang dialami ibu dan anak. Lantas untuk bisa paham bagaimana solusi hakiki yang ditawarkan. Acara berakhir pada kisaran waktu 17.30 WIB. Lantas diakhiri salam dan terimakasih oleh host serta harapan kedepan. Semoga bermanfaat.[]