RCEP Alat Baru Penjajahan Asean

 


Lastri Puji Astuti, A.md.

(Enterpreneur)


Muslimah-voice.com - Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership ( RCEP  ) resmi ditandatangani 15 negara pada minggu 15/11/2020. Pada hari itu semua negara dijadwalkan meratifikasi kesepakatan dagang yang mengikat 15 negara Asia pasifik, yaitu negara anggota ASEAN, Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, dan lima mitra  FTA blok yaitu Australia, China, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan. RCEP Perjanjian dagang ini disebut yang terbesar karena menyumbang 30 % produk domestik bruto (PDB) global dan 28 % perdagangan global.  


Tercapainya perundingan RCEP tersebut juga menandai komitmen negara-negara terhadap prinsip perdagangan multilateral yang terbuka, adil, dan menguntungkan semua pihak. Lebih penting lagi, hal ini memberikan harapan dan optimisme baru bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi di kawasan.


"Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bisa menjadi sebuah pendobrak di tengah lesunya sistem perdagangan multilateral di bawah World Trade Organization (WTO); ketidakpastian ekonomi global; dan peningkatan tensi perang dagang," ujar Kemendag melalui akun Instagramnya seperti dikutip Okezone, Jakarta, Selasa (17/12/2019).


Kemendag mengatakan, RCEP akan mendorong kerja sama dan meningkatkan kapasitas dalam implementasi perjanjian yang akan menguntungkan negara yang tergabung dalam perjanjian ini. Cakupan yang mereka fokuskan antara lain perdagangan barang, jasa, investasi, kekayaan intelektual, niaga elektronik, kerja sama ekonomi dan teknis, bidang hukum dan kelembagaan, termasuk penyelesaian sengketa.


Manfaat RCEP antara lain,  RCEP mendorong peningkatan jasa telekomunikasi yang berkualitas tinggi. RCEP memperluas akses pasar dan meningkatkan daya saing bagi penyedia sektor jasa maupun tenaga kerja di Indonesia. RCEP mendorong investor Indonesia untuk berinvestasi di seluruh wilayah RCEP dengan adanya peningkatan iklim investasi dalam kawasan. RCEP mengatur mekanisme yang lebih baik dalam mengatasi hambatan non tarif. RCEP mendukung pengakuan Jasa Profesional dalam kawasan. RCEP memfasilitasi peningkatan lingkungan regulasi dan peluang bisnis pada semua lini. RCEP mendorong pembangunan kapasitas ekonomi dan kemampuan UKM dalam kawasan. RCEP memberikan perlindungan dan penegkan kekayaan intelektual didalam kawasan. RCEP memiliki aturan mengenai niaga elektronik dalam rangka mendorong pelaku usaha Indonesia untuk memanfaatkan perdagangan digital dalam kawasan. RCEP memperluas akses pasar untuk produk ekspor Indonesia.


RCEP terkesan memberikan harapan dan optimisme baru bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Padahal sejatinya keterlibatan Indonesia dalam RCEP hanya memperpanjang napas penjajahan ekonomi para oligarki global, Amerika Serikat ( AS ) maupun Cina. Dan menunjukkan Indonesia dan negara – negara ASEAN memiliki posisi yang lemah dikawasan dan tidak mandiri yang hanya menjadi alat memuluskan kepentingan  negara besar di bidang politik dan ekonomi. Padahal seharusnya ASEAN yang memiliki kekuatan ekonomi besar mampu menjadi kekuatan yang independen tidak dihegemoni asing. Hal ini disebabkan karena sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini dan dunia. 


Indonesia yang tidak memiliki  posisi ekonomi hanya akan menjadi obyek dan sasaran pasar dunia di setiap kerjasama ekonomi antar negara yang dikenal dengan multilateralisme atau regionalisme. Sistem politik demokrasi yang memposisikan dirinya sebagai regulator sangat mensuport kerjasama antar negara ini melalui regulasi- regulasi nampak dari upaya pemerintah meliberalisasi berbagai sektor mulai dari ekonomi, industri, energi, pertanian, barang – barang kosumsi hingga layanan public melalui RCEP. Berkembangnya RCEP dimasa depan justru mematikan sumber – sumber perekonomian dalam negeri. Dan menciptakan monopoli baru terhadap penguasaan sumber – sumber daya produksi.


Sistem Ekonomi Islam Solusinya 


Hanya khilafah yang mampu memutus penjajahan ekonomi ini dan mampu menandingi hegemoni mafia besar dunia melalui sistem ekonomi islam. Khilafah akan menghentikan hegemoni ekonomi kapitalis dunia dengan menggunakan emas dan perak sebagai mata uangnya untuk bisa melepaskan diri dari dominasi dolar AS dengan tidak menggunakan mata uang lokal manapun, hanya emas dan perak ( Dinar dan Dirham ) mata uang yang dapat melawan dominasi dolar AS. Emas dan perak memiliki nilai instrisik dapat dicetak tanpa harus distandarkan pada mata uang apapun dan stabil tidak akan pernah mengalami inflasi. Dengan menggunakan mata uang emas dan perak maka negara Khilafah secara ekonomi tidak akan dapat dikendalikan oleh negara kapitalis dunia. Dimana   untuk keperluan perdagangan di dalam negeri maupun di luar negeri emas dan perak harus menjadi mata uang agar ekspor dan import akan berlangsung dengan sangat adil, sebab jika negara harus mengekspor komoditasnya harus ditukar dengan mata uang emas dan perak.


Khilafah akan mewujudkan perekonomian yang mandiri dengan tidak menggunakan hutang luar negeri untuk pembangunan insfrastruktur , Khilafah hanya akan menggunakan kekuatan ekonomi mandiri dan tidak bergantung pada negara kapitalis dunia untuk pembangunannya. Semua kebutuhan ekonomi rakyatnya dapat dicukupi oleh industri- industri yang telah dibangun didalam negerinya.


Khilafah akan mengubah strategi pembangunan ekonomi dengan perwujudan dimulai dari pilar kepemilikan yang terbagi dalam 3 kepemilikan yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Dalam Penataan pilar pemanfaatan  kepemilikanya yaitu bagimana penggunaan dan pengembangan kepemilikannya. Dan distribusi harta kekayaannya untuk seluruh kepentingan ekonomi rakyatnya.


Asas pembangunan industri khilafah adalah asas harbiyah. Industri awal yang akan dibangun oleh khilafah adalah industri berat dan jika sudah terwujud maka untuk proses pembangunan  disektor yang lebih ringan akan mudah diwujudkan. Dengan mekanisme tersebut negara Khilafah  akan tumbuh menjadi negara mandiri, kukuh, dan terdepan perekonomiannya. Menurut  Taqiyuddin An-Nabhani perjanjian luar negeri bidang ekonomi , perdagangan dan keuangan hukumnya mubah karena masuk dalam kategori hukum ijarah, Bai’, dan sharf dengan memperhatikan status politik negara luar tersebut bukanlah negara  yang memusuhi dan memerangi islam dan kaum muslimin. Dan jika  klausul perjanjian mengandung hal yang bertentangan dengan syariat islam maka tidak boleh ditindak lanjuti. Hanya negara khilafah yang memiliki kehebatan dan kekuatan ekonomi islam yang membawa kejayaan dengan menerapkan hukum islam secara total.

Wallahu a’lam bish-shawwab.[]


#RCEP

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم