Islam Menjamin Kualitas Layanan Kesehatan Di Masa Pandemi Dan Non Pandemi




Oleh : Dwi Endang Lestari S. ST


Kasus positif covid-19 di Indonesia secara kumulatif kini mencapai 357.762 orang per Sabtu (17/10). Angka ini bertambah 4.301 orang dari hari sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 281.592 orang dinyatakan sembuh dan 12.431 orang meninggal dunia. Data ini dihimpun oleh Kementerian Kesehatan (CNN. Indonesia).


Data tersebut menunjukkan bahwa penyebaran covid-19 belum kunjung surut dan berakhir. Virus corona ini bisa menyerang siapapun dan dimanapun, tidak pernah membeda-bedakan antara usia, kaya, miskin, pejabat, ras, suku dan agama. Namun dalam pengobatannya masyarakat masih banyak yang mengeluhkan pelayanan kesehatan seperti fasilitas kesehatan yang kurang terpenuhi secara kualitas dan kuantitas menimbulkan banyak kesulitan yang dialami nakes dan masyarakat. 


Banyak tenaga kesehatan yang tertular covid-19 sebab Alat Pelindung Diri (APD) kurang memadai sehingga keamanan nakes sendiri tidak terjamin, ada beberapa rumah sakit dan PKM ditutup karena banyaknya pasien baik covid maupun non covid dengan fasilitas kesehatan yang minim membuat rakyat tidak mendapatkan pelayanan secara baik.


Mengapa demikian? Karena kita masih hidup di sistem kapitalis, dimana kesehatan dipandang sebagai lahan bagi para pemilik modal untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana penguasaan berbagai sumber daya alam. Lewat progam-progam berbagai layanan asuransi berbasis kesehatan seperti BPJS yang iuran wajib premi perbulan, denda bila ada keterlambatan, dan hanya bisa digunakan saat sakit saja. Sedangkan Pejabat negara, para pemilik modal, hingga orang kaya bisa berobat dimana saja dengan segala fasilitas yang dia punya. Namun bagi orang miskin tidaklah demikan, adanya tarif kelas III, II, I VIP hingga VVIP itu menjadi bukti bahwa kesehatan dalam sistem kapitalis tidak ideal bagi orang yang tidak mampu.


Belum lagi tentang solusi vaksin yang dicanangkan oleh pemerintah untuk menekan angka jumlah positif covid yang bahayanya tergantung mekanisme pasar. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, menjelaskan bahwa vaksin Covid-19 di Indonesia bakal bergantung kepada perusahaan dan negara terkait. (bisnis.tempo[dot]co,06/9/2020).


Selain itu tes swab untuk menandakan seseorang positif covid atau bukan tidak ada kata gratis bagi rakyat, gratis hanya diperuntukkan kepada orang-orang tertentu. Sejumlah rumah sakit dan laboratorium di Indonesia mematok harga Rp 800 ribu - Rp 2,5 juta sekali tes swab, besaran harga tersebut dikeluhkan masyarakat karena cukup mahal (REPUBLIKA.CO.ID, 02/10/20).


*Islam Menjamin Kualitas Layanan Kesehatan*

Berbeda dengan pelayanan kesehatan di masa khilafah. Pelayanan kesehatan terbaik sepanjang masa. Hal ini karena negara hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaaffah, termasuk yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan hajat pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik setiap individu yang hidup didalamnya. Sebab Rasulullah swt telah menegaskan yang artinya, _“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari)._


Berikut ini catatan-catatan sejarah Rumah Sakit Islam. Pertama kali dibangun sejak abad pertama Hijriah di masa Kekhilafahan Muawiyah. Tepatnya, pada masa kepemimpinan Walid bin Abdul Malik (86-96 H). Lembaga ini menangani pelayanan orang yang sakit kusta. Bukan saja menjadi tempat untuk melayani orang sakit tapi juga menjadi semacam universitas kedokteran dalam istilah sekarang dan dilengkapi dengan perpustakaan yang berisi berbagai referensi medis. Kontribusi ini terhitung fantastis karena rumah sakit yang pertama kali dibangun di Eropa yang berada di Paris, baru ada sembilan abad kemudian.

Pada masa Sultan Mahmud Saljuqi yang memerintah tahun 511 sampai 525 Hijriah. Rumah Sakit memberikan pelayanan dengan cara berpindah-pindah, fasilitasnya dari mulai dokter, alat kesehatan dan obat-obatan diangkut dengan 40 onta. Hal ini dimaksudkan tidak lain agar  pelayanan kesehatan bisa dirasakan secara merata oleh masyarakat yang jauh dari perkotaan.


Rumah Sakit umum yang terletak di kota-kota besar jumlahnya begitu banyak dilengkapi dengan fasilitas yang mewah dan wah di masanya. Misalnya, Rumah Sakit Adhudi di Baghdad (371 H), Rumah Sakit Nuriy di Damaskus (549 H), Rumah Sakit Manshuriy di Kairo (683 H) yang didirikan tahun 1248 M oleh Khalifah al-Mansyur, dengan kapasitas 8.000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen. Rumah sakit ini dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap hari melayani 4.000 pasien. Selain memperoleh perawatan, obat, dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. 


Jaminan kualitas dan fasilitas kesehatan di masa khilafah tidak hanya umat islam yang merasakan, akan tetapi umat non islam juga ikut merasakan karena bagian dari rakyat yang hidup dimasa kekhilafahan yang diatur oleh syariat islam. Seperti yang dikatakan Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak, sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit, tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata, bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”


Dikutip dari helpsharia.com (20/1/2017), dalam Islam sistem kesehatan tersusun dari tiga unsur sistem. Pertama, peraturan, baik peraturan berupa syariah Islam, kebijakan maupun peraturan teknis administratif. Kedua, sarana dan peralatan fisik seperti rumah sakit, alat-alat medis, dan sarana prasarana kesehatan lainnya. Ketiga, sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana sistem kesehatan, yang meliputi dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya. [S. Waqar Ahmed Husaini, Islamic Sciences, hlm. 148].


Islam memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok seluruh rakyat yang harus terpenuhi tanpa dibebani biaya sedikitpun, tidak ada pengelompokan kelas dalam pelayanan kesehatan, semua rakyat disama ratakan diberi pelayanan yang berkualitas dan terjamin. Rakyat yang mengalami kondisi khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum ada rumah sakit, para tahanan, orang cacat, dan para musafir, akan di berikan fasilitas rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan yang dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter.


Berkaitan dengan kesediaan obat-obatan, Islam menciptakan vaksinasi dari bahan yang jelas kehalalannya, thayib serta independen tanpa intervensi dari pihak kafir penjajah. Karena sudah sangat teruji dari hasil ikthiar melalui penelitian para ulama mujtahid dan ilmuan muslim yang diawasi secara ketat oleh negara. Islam mengutamakn hanya mengharap ridho Allah Swt dalam mengembangkan sains dan teknologi dibidang kesehatan untuk mengatasi Pandemi.


Dana untuk menggratiskan layanan kesehatan didalam Islam merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh negara. Negaralah yang wajib memberikan gaji bagi para dokter dan penyedia layanan kesehatan. Sebagai contohnya gaji dokter berkisar antara 50-750 US dolar. Bahkan seorang residen yang berjaga di rumah sakit dua hari dan dua malam dalam seminggu memperoleh sekitar 300 dirham per bulan.


Dananya diambil dari baitul mal yakni: Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb. Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dsb. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya dari laki-laki muslim dewasa yang kaya.


Demikianlah model pelayanan kesehatan terbaik yang mensejahterakan umat baik dimasa pandemi maupun non pandemi. Model terbaik ini hanya ditemukan ketika sistem kesehatan islam diterapkan dalam bingkai khilafah, sebab islam adalah rahmat bagi seluruh umat, dan islam adalah agama yang paling sempurna dalam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dalam hal kesehatan. _“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (Al-Maa’idah: 3)_

Wallahu a’lam bisshowab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم