Oleh : Ismawati (Aktivis Dakwah Muslimah)
Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan dimana para siswa-siswi melakukan evaluasi standar pendidikan secara nasional yang secara sistematik dapat menilai pencapaian standar peserta didik. UN kerap kali menjadi momok yang menakutkan bagi siswa karena nilai dari Ujian Nasional dapat mempengaruhi standar lulus atau tidak lulus. Maka, tak heran saat musim UN tiba para siswa dapat menghalalkan segala cara demi meraih nilai terbaik dan sukses menghadapi Ujian Nasional.
Namun, angin segar mulai dirasakan siswa siswi ditahun 2021 mendatang. Dimana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim resmi mengganti Ujian Nasional 2021 menjadi Asesmen Nasional (AN). Penerapan AN ini akan berlaku bagi tingkat pendidikan dasar hingga menegah. Asesmen Nasional adalah evaluasi capaian murid tidak secara individu tetapi mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses dan hasil.
Asesmen Nasional ini dirancang tidak hanya sebagai pengganti ujian nasional dan ujian sekolah berstandar nasional, namun sebagai penanda perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan. Nadiem mengatakan, Asesmen Nasional ini mencakup tiga aspek penilaian, yaitu Asessmen Kompetensi Minimum (AKM) yang dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yaitu literasi dan numerisasi, Survei Karakter yaitu mengukur murid dari hasil belajar sosial-emosional berupa pilar karakter untuk mencetak Profil Pelajar Pancasila, dan Survei Lingkungan Belajar yang dirancang untuk memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah. Pikiranrakyat.com, (12/10).
Sebagai pelajar mungkin akan merasa senang dengan digantinya Ujian Nasional menjadi Assesmen Nasional. Sebagaimana yang dituturkan Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim bahwa kebijakan ini berdampak positif bagi siswa karena beban dari sisi psikologis dan ekonomi akan berkurang. Sementara UN setiap akhir tahun selalu diwarnai dengan kecurangan demi kecurangan oleh siswa tersebab ada beban mental tersendiri jika hasil UN tidak mendapatkan nilai yang maksimal.
Sementara bagi guru akan merasa “gelagapan” karena harus beradaptasi lagi dengan kebijakan pemerintah yang baru. Dalam sistem pendidikan Kapitalisme Sekuler hari ini revisi-revisi kebijakan pendidikan kerap kali terjadi. Seperti penggantian istilah Ujian Nasional misalnya, sepanjang sejarah pendidikan sudah mengalami 8 kali ganti istilah sejak tahun 1950. Bahkan Kurikulum pendidikan juga telah mengalami 11 kali perubahan sejak tahun 1947 hingga tahun ini. Meski Demikian, dari masa ke masa adanya perubahan tak mengurangi setiap permasalahan yang ada.
Potret buram kenakalan remaja dimasa sekolah masih terus terjadi. Output pendidikan yang dihasilkan juga tidak ideal. Karena di dalam sistem kapitalis, orientasi utama mengenyam pendidikan tertinggi adalah bekerja dan mendapatkan materi sebanyak-banyakanya. Wajar, karena di dalam sistem kapitalis standar kebahagiaan tolak ukurnya adalah materi.
Sedangkan di dalam Islam, standar kebahagiaan individu adalah meraih ridho Allah. Materi bukanlah tujuan utama. Oleh karena itu, orientasi utama pendidikan dalam Islam adalah menghasilkan generasi berkepribadian Islam yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami dan mampu menguasai ilmu keterampilan, pengetahuan dan teknologi.
Karena pendidikan dalam sistem Islam mendapat perhatian besar dari pemimpinnya. Karena pemimpin sadar betul posisinya sebagai pengurus dan penanggungjawab atas urusan rakyat. Sebagaimana sabda Nabi Saw : “Seorang imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Didalam pendidikan Islam, Kurikulum pendidikan Islam dibangun berlandaskan akidah Islam. Sehingga generasi yang lahir dari pendidikan Islam, selain cerdas dengan ilmu kehidupan akan dibekali dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
Sementara evaluasi atau ujian dalam sistem pendidikan Islam dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Ujian dilakukan secara lisan dan tulisan. Evaluasi dilakukan untuk mengukur pengetahuan siswa memahami pelajaran yang telah diajarkan. Ujian lisan dilakukan secara terbuka maupun tertutup. Karena ujian adalah untuk mengukur kompetensi siswa dalam ilmu pengetahuan yang dipelajarinya dan mengukur siswa-siswi agar memiliki kepribadian Islam. Sehingga, ujian tidak akan diwarnai dengan kecurangan seperti di masa sekarang hanya untuk meraih nilai tertinggi.
Oleh karena itu, dalam menyelesaikan masalah pendidikan hari ini hendaknya diganti dari ideologi yang melahirkannya dan mengganti dengan ideologi yang shahih sebagai sistem yang mengatur kehidupan manusia. Adalah Islam sebagai sistem pemerintahan yang jelas membawa kesejahteraan dan kemajuan dalam bidang pendidikan dari sistem hukumnya dan sistem pendidikan yang lahir darinya.
Wallahu a’lam bishowab.[]