Oleh : Asri Herlina
Taubat merupakan perbuatan mengakui kesalahan dan mentekadkan diri untuk tidak kembali melakukan kesalahan tersebut. Jalan taubat menghantarkan pada gerbang berlimpahnya barokah pada kehidupan. Sebab Alloh SWT sungguh sangat mencintai orang-orang yang bertaubat.
Taubat nasional berarti menerapkan seluruh perintah Alloh SWT dalam seluruh ranah kehidupan. Serta meninggalkan apa-apa yang telah dilarang-Nya. Namun apakah cukup hanya sekedar taubatan nasuha dalam menghadapi pandemi yang semakin menjadi?
Taubat memang sebuah perbuatan yang paling Alloh sukai dari seorang hamba. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda :
“اللَّهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ وَقَدْ أَضَلَّهُ فِي أَرْضِ فَلَاةٍ”
“Allah SWT lebih gembira dengan tobat hamba-Nya, melebihi salah seorang dari kalian yang mendapatkan hewan tunggangannya yang telah hilang di padang yang luas.” (HR Bukhari dari Hudbah, dari Hammam, dari Qatadah dan dari Anas ra.)
Kita dapat membayangkan bagaimana bahagianya menemukan hewan tunggangan di tengah padang pasir. Sudahlah udara padang yang panas, ditambah padang yang luas, menemukan apa yang dicari seperti menemukan oase. Begitulah gambaran indahnya kasih sayang Allah SWT pada hamba-Nya yang bertaubat. Maka menyegerakan taubat harus dilakukan oleh setiap muslim.
Atas dasar inilah, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat berdzikir dan taubat dalam menghadapi pandemi tidak kunjung reda di negeri ini. Pernyataan tersebut disampaikan secara virtual pada kegiatan Muktamar IV PP Persaudaran Muslimin Indonesia (Parmusi) tahun 2020 di Istana Bogor. Beliau mengingatkan masyarakat untuk tidak lupa mengingat Allah SWT di tengah pandemi Covid-19. (merdeka[dot]com, 26/9/2020).
Sesungguhnya taubat nasional harus diwujudkan dalam ketaatan pada seluruh perintah Allah SWT. Taubat nasioanal harus membuka gerbang kesadaran ummat akan pentingnya penerapan syariat islam sebagai solusi paripurna untuk menyelesaikan seluruh masalah yang dihadapi. Sebab Allah secara tegas menolak keimanan seseorang yang enggan taat pada syariat. Seperti Firman Alloh SWT dalam QS. An Nisaa ayat 65 :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَرَجٗا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمٗا ٦٥ [ النساء:65]
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An Nisa":65]
Akan menjadi basa-basi pemerintah semata ketika seruan taubat ini tidak dengan tindakan nyata, berupa menyadari pentingnya kembali menerapkan syariat-Nya.
Pandemi yang kian menjadi seakan menjadi peringatan bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang adil dan sesuai perintah Allah. Bisa jadi, ini adalah bentuk azab dari ditinggalkannya syariat-Nya. Allah SWT berfirman :
۞قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ ٥٣ وَأَنِيبُوٓاْ إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَأَسۡلِمُواْ لَهُۥ مِن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَكُمُ ٱلۡعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ٥٤ [ الزمر:53-54]
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” [Az Zumar:53-54].
Contoh terbaik telah ditunjukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ketika menghadapi krisis kelaparan sebagai berikut :
Pertama, Khalifah Umar tidak bergaya hidup mewah. Makan seadanya, bahkan kadarnya sama dengan rakyat yang paling miskin.
Kedua, Khalifah Umar langsung memerintahkan membuat posko-posko bantuan.
Ketiga, Khalifah Umar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT meminta pertolongan-Nya. Khalifah juga langsung memimpin tobat nasuha karena bencana atau krisis yang terjadi bisa jadi akibat kesalahan-kesalahan dan dosa yang dilakukan Khalifah serta masyarakatnya.
Khalifah menyerukan tobat, meminta ampun kepada Allah agar bencana segera berlalu. Jadi, menyeru masyarakat bertobat sementara kepala negaranya tidak menerapkan seluruh syariat atasi wabah, merupakan teladan yang buruk.
Keempat, Khalifah segera memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Jika tidak bisa mendatangi Khalifah meminta makanan, makanan akan diantar ke rumahnya. Hal itu terjadi selama beberapa bulan sepanjang masa bencana.
Kelima, Khalifah Umar juga menunda pungutan zakat pada masa krisis dan bencana. Khalifah mulai mengumpulkan zakat pascabencana dan krisis berakhir, saat kelaparan berakhir dan bumi mulai subur. Artinya, Khalifah menilai itu sebagai utang bagi orang-orang yang mampu agar bisa menutupi kelemahan bagi orang-orang yang memerlukan dana agar tersedia dana di baitulmal setelah semuanya diinfakkan.
Terakhir, perkataan Khalifah Umar yang begitu menohok sekali. Saat ada suatu daerah yang nyaris hancur, padahal daerah itu sudah dibangun dan berkembang. Umar lalu ditanya, “Bagaimana bisa ada kampung yang hancur, padahal sudah dibangun kokoh dan berkembang?” Umar menjawab, “Jika para pembuat dosa lebih hebat dari pada orang-orang yang baik di daerah itu, kemudian pemimpin dan tokoh masyarakatnya adalah orang-orang munafik.”
Semoga pemerintah benar-benar bersedia melaksanakan taubat nasional. Mendekatkan diri kepada Alloh dengan menjalankan seluruh aturannya secara sempurna.[]