Oleh : Lisa Satryana
(Aktivis Muslimah Dakwah Kampus)
Kemendikbud berencana melakukan penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional. Dalam file sosialisasi program yang beredar dikalangan akademisi dan para guru dijelaskan bahwa mata pelajaran sejarah Indonesia tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa SMA/sederajat kelas 10. Melainkan digabung dimata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sementara bagi kelas 11 dan 12 mata pelajaran sejarah hanya masuk dalam kelompok peminatan yang tak bersifat wajib.
Hal itu tertuang dalam rencana penyederhanaan kurikulum yang akan diterapkan pada bulan Maret 2021 (Jum’at, 18/09/2020/CNN Indonesia)
Meski wacana penghapusan mata pelajaran ini akhirnya dibantah oleh pihak Kemendikbud Totok Suprayitno, namun gaungnya sempat pula menuai kritikan dari Komisioner Bidang Pendidikan (KPAI) Retno Listyarti wacana tersebut tidaklah tepat. Menurutnya, pembelajaran sejarah sejatinya dapat menjadi Instrumen strategis untuk membentuk identitas dan karakter generasi muda sebagai penerus bangsa. Lanjut, ia juga menjelaskan bahwa nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah bangsa merupakan nilai karakter nyata dan teladan bagi generasi muda. Sehingga dengannya, dapat pula meningkatkan apresiasi terhadap karya para pendahulu, memberikan perspektif dan ukuran untuk menilai perjalanan bangsa (Medcom.id 20/09/2020)
Agaknya sudah menjadi tradisi baru bagi pejabat negeri ini, yang sistem pemerintahannya berlandaskan kapitalisme sekuler untuk melempar isu tertentu lalu merevisinya setelah terjadi kegaduhan di masyarakat. Semula ingin menghapus mata pelajaran sejarah lalu menjadikannya pilihan dan kemudian beralih ke penyederhanaan.
Rencana penyerderhanaan kurikulum yang mungkin berefek pada tidak wajibnya pelajaran sejarah untuk SMA/SMK tentu hal ini harus dipahami oleh masyarakat sebagai masalah baru yang berbahaya. Karena generasi sangat berpotensi kehilangan memori tentang jasa ulama bagi negeri sehingga luput bagi mereka akan perjuangan serupa yang mampu membangun semangat atau inspirasi bagi mereka. Tak hanya itu, tidak wajibnya pelajaran sejarah akan menjadikan generasi terancam tak paham tentang tragedi kekejaman para penjajah negeri, serta tentang bahayanya Ideologi Komunisme yang pernah menjadi musuh bersama bangsa karena kekejaman para PKI. Lebih dari itu yang lebih membahayakan dan mengkhawatirkan lagi yaitu ketidakpahamnya pelajar atas sejarah justru akan mendorong mereka untuk mencari dari sumber-sumber yang tidak valid dan diragukan keabsahannya.
Upaya mereduksi mata pelajaran sejarah ini juga seakan-akan mengkonfirmasi bahwa rezim hari ini, tidak memahami urgenitas dari sejarah bagi keberlangsungan bangsa dan generasi.
Sejarah merupakan rentetan atau rangkaian peristiwa yang saling berkaitan. Dengan mempelajarinya, kita akan dilatih untuk berpikir dengan memuat berbagai informasi penting bagi para generasi seperti karakteristik suatu peradaban manusia, para pelaku, maupun pemimpin suatu bangsa. Sehingga dengan mempelajari sejarah para generasi muda akan memiliki informasi terdahulu mengenai peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi untuk di jadikan Ibroh sebagai pijakan dalam menentukan sikap dimasa yang akan datang. Generasi akan dilatih untuk menganalisis dan mengkomunikasikan ide-ide secara efektif.
Sebagaimana sejarah dalam pandangan Islam, disebutkan dalam QS. Yusuf ayat : 111
Artinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan segala sesuatu, sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.
Jadi meskipun dalam pandangan Islam sendiri sejarah tidak bisa dijadikan sumber hukum atau rujukan namun sejarah bisa dijadikan i’tibar dan pelajaran yang bisa dicontoh serta menumbuhkan kecintaan terhadap tokoh pejuang dan terhadap peristiwa yang terjadi, dan tentu yang sesuai dengan Aqidah Islam dan melalui sejarah juga kita tidak dibutakan oleh cerita fiksi dan karangan semata. Terutama bagi pihak yang benci terhadap Islam yang memiliki kepentingan terhadap suatu bangsa.
Karenanya tatkala ketika negeri ini menginginkan adanya kebangkitan dan kemajuan dalam menyongsong kejayaan sebagai bangsa yang besar, seharusnya bersiap merekontruksi pelajaran sejarah, tanpa harus mengaburkan apalagi menguburkan peristiwa sejarah bangsa. Terlebih sejarah kemerdekaan negeri ini pun tidak lepas dari peran dan jasa para ulama, maka apa salahnya negeri mayoritas muslim ini jika memahami dan mempelajari sejarah Islam yang lebih dari pada itu? Juga begitu banyak tokoh pemuda muslim dimasa lalu yang seharusnya dapat menjadi panutan para generasi muda Indonesia, untuk berjuang menerapkan syari’ah Islam secara kaffah dalam bingkai daulah Khilafah yang tidak hanya mensejahterahkan kaum muslimin namun juga nonmuslim. Sejarah tentang jejak Islam dan Khilafah di Nusantara mestinya diajarkan untuk membuka wawasan yang akan menginspirasi generasi dalam rangka mendapatkan kemajuan. Sebagaimana sejarah membuktikan bahwa negeri ini pernah menjadi sebuah negeri yang maju karena merupakan bagian dari ke Khilafahan.
Sejarah keagungan sistem khilafah tidak terbantahkan meski pernah pula berayun turun. Dalam buku Story Of Civilization disebutkan “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas dan fenomena ini belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.
Benar sejarah tak pernah lupa, jika umat ini pernah tampil sebagai umat mulia. Tak hanya selama dekade satu dua tapi belasan abad lamanya. Dan tak hanya dibelahan Timur Tengah sana, tapi hingga Eropa dan Nusantara.
Disepanjang masa itu juga, lebih dari separuh penduduk dunia merasakan keagungan Khilafah. Hingga mereka yang tak berIslam sekalipun rela untuk tunduk dibawah naungannya yang mulia.
Kurikulum sejarah dalam Khilafah, diposisikan sebagai salah satu mata pelajaran yang penting untuk diajarkan kepada generasi. Karena sejarah adalah bagian dari Tsaqofah (yaitu informasi/pengetahuan yang dipengaruhi oleh akidah dan pandangan hidup). Apalagi dalam mempelajari sejarah, sebagai umat muslim harus menjadikan akidah Islam sebagai standar penilaiannya.
Jika bertentangan dengan Aqidah, maka seorang muslim tidak boleh mengambilnya dan meyakininya. Namun, tidak ada larangan untuk mengenal suatu akidah dan pengetahuan lain yang bertentangan dengan akidah Islam dan menyimpang dari pemikiran-pemikiran Islam, dalam mengambil sikap syar’i terhadapnya.
Generasi muda Islam harus menyadari dulu bahwa musuh-musuh Islam ingin mencabut ingatan sejarah dari anak muda. Apabila ingatan sejarahnya dicabut, lupa dengan perjuagan tokoh-tokoh masa lalu sehingga mereka bingung berbuat apa karena tidak mengetahui pelajaran yang bisa diambil.
Anak muda yang memiliki kemampuan meneliti sejarah, harus mengambil rujukan-rujukan yang kuat kemudian memunculkan fakta-fakta sejarah yang selama ini disembunyikan atau tidak dimunculkan penguasa, dan yang harus dipahami bahwa sejarah itu akan terus berualang, jadi kita harus waspada dan terus pelajari sejarah sebagai cermin dan pelajaran untuk perbaikan masa depan.
Maka jika ada muslim yang tak peduli dengan perjuangan Khilafah, meragukan kefarduannya, atau meragukan janji Allah tentangnya, atau bahkan membenci perjuangannya dan mencoba mengubur sejarahnya, maka sudah semestinya dia memeriksa keimanannya. Jangan-jangan disana ada benih-benih kemunafikan, bahkan kekufuran.
Wallahu ‘alam bisshowab.[]