Jiwasraya Hanya Ilusi, Bukan Solusi Negeri

 


Oleh: Ummu Ahtar (Anggota Komunitas Setajam Pena)


Dikutip dari cnbcindonesia.com (01/10/2020), pada tahun depan pemerintah berencana menyuntikkan dana dengan total Rp 22 triliun untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Secara bertahap akan disuntikkan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN)  pada 2021 akan diberikan senilai Rp 12 triliun dan Rp 10 triliun pada tahun berikutnya. 


Rapat gabungan antara panitia kerja dengan Komisi VI DPR RI dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), manajemen Jiwasraya dan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) menghasilkan keputusan yaitu mendirikan IFG Life yang dibawah naungan asuransi BUMN, yakni BPUI. Dengan menggunakan dana tesebut, nantinya mampu menampung nasabah Jiwasraya yang telah direstrukturisasi polisnya, baik itu nasabah tradisional dan saving plan.


Sontak, hal itu menuai protes dikalangan publik. Terutama pakar politik, mereka mengencam pemborosan dalam masa pandemi Covid yang belum usai. Seperti dilansir pada nasionalkompas.com,  (2/10/2020), Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( Indef) Enny Sri Hartati mengkritik langkah DPR RI dan pemerintah menyetujui penyuntikan dana yang sangat besar yaitu Rp 22 triliun ke PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melalui skema penyertaan modal negara ( PMN). Ia mengatakan, DPR dan pemerintah telah melakukan kejahatan berjamaah lantaran menyelesaikan kasus Jiwasraya melalui cara yang tidak beradab.


Dilain tempat, Koordinator Komite Sosial Ekonomi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) Said Didu menyakan bahwa pihaknya menolak suntikan modal untuk PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Menurutnya suntikan modal itu sungguh pemborossn. Karena berasal dari uang rakyat dan lebih baik digunakan untuk kepentingan yang mendesak. Alangkah lebih baiknya dialihkan untuk pembiayaan penanganan Covid-19 dan membantu rakyat miskin terdampak Covid-19.


Lagi-lagi rezim memberikan kebijakan tak tepat sasaran. Resesi seharusnya menjadi momentum mereformasi sistem ekonomi,  bukan malah rezim menghidupkan sektor ribawi dengan menyuntikkan dana yang malah berujung pada korupsi elit. Sejatinya ini adalah perampokan terhadap dana rakyat. Sungguh rezim dzalim terhadap rakyat. Sehingga, keadaan ini malah memperburuk kondisi fundamental ekonomi bukan sebaliknya. 


Sungguh kejam, dalam  krisis ekonomi seolah rezim hanya berpihak sebelah tangan. Solusinya tak tepat sasaran, seolah-olah menjadi pahlawan  jiwasraya namun sebaliknya menjadi perampok uang rakyat. Maklum publik ragu atas kebijakan ini. Padahal banyak rakyat yang miskin atau mati kelaparan karena kasus pandemi covid yang belum usai. Sangat kejam, jika rezim tak mengutamakan itu. Sayangnya rezim hanya muka tembok tak mau disalahkan. 

Allah SWT  berfirman dalam surat Al Maidah 49 dan 50 yaitu,

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu….Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” 


Sistem Demokrasi Kapitalisme maklum melakukan demikian. Karena suara terbanyak berpihak pada para Kapitalis. Yaitu para penjajah, penjarah dan anteknya yang mengutamakan keuntungan materi tanpa didasari ruh. Sehingga maklum jika negeri ini porak-poranda dalam mengatasi semua masalah karena kebijakan tanpa didasari ruh. Lalu bagaimana Islam mengatasi masalah ini?


Sistem Islam sangat berbeda mengatasi masalah ekonomi. Yang mana solusinya diambil dari sumber hukum Islam yaitu Al Qur'an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas. Bukan malah menjurus pada sesuatu yang haram atau bahkan menghidupkan. Jiwasraya adalah perusahaan asuransi. Didalam Islam asuransi haram. Karena mengandung unsur  riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak jelasan atau spekulasi tinggi). Yang mana penjabarnnya sebagai berikut;


Dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).


“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir  adalah judi.


Asuransi mengandung unsur riba. Riba fadhel yaitu riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih dan riba nasi’ah yaitu riba karena penundaan. Dalam asuransi, nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada perusahaan asuransi. Sehingga  kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma’ sesuai kesepakatan ulama.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS Ali Imran: 130)


Pada masa  Khalifah Umar bin Khatab , beliau menyediakan kebijakan preventif untuk menanggulangi permasalahan riba ataupun sejenisnya. Selain terus memberikan pemahaman  dan menyebarkan ke kajian-kajian umum, Umar memiliki kebijakan tersendiri yang seharusnya bisa kita contoh di zaman ini.


Kebijakannya dengan cara  menyediakan petugas-petugas khusus diutus untuk melakukan sertifikasi kepada para pedagang di pasar. Yang mana berupa ujian terhadap kepahaman pedagang terkait masalah muamalah maaliyah  yang meliputi hukum-hukum dalam perdagangan, baik riba, gharar dan lain sebagainya.


Seharusnya negeri mayoritas Islam ini intropeksi diri kenapa negeri semakin tenggelam dalam krisis pandemi. Bukan malah terhanyut dalam urusan dunia. Yaitu mengambil kebijakan haram. Kembali pada Islam adalah solusi terbaik dalama mengatasi semua masalah di ibu pertiwi ini. Karena Islam adalah agama yang kompleks yang bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah. 


Islam mempunyai baitul mal untuk mengatasi krisis ekonomi. Yang mana tiga pos dari situ, diambil dari pos harta kepemilikan umum berasal yaitu  pengelolaan SDA. Hasilnya untuk rakyat berupa subsidi. Sehingga rakyat terjamin kesejahteraannya. Adanya Baitul Mal memainkan peranan yang sangat penting dalam memaju dan memperkembang sistem ekonomi Islam. Hal ini menjadikan salah satu faktor kemajuan negara Islam dalam kestabilan ekonomi. Sehingga negara tercipta kemandirian ekonomi yang kuat tanpa bergantung pada bangsa lain terutama para Kapitalis.


Sepatutnya menerapkan Islam secara kaffah adalah wajib sesuai perintah Allah SWT. Tentu saja hanya bisa diwujudkan dengan naungan Khilafah Islam ala minhaj nubuwwah. Sehingga terwujud  rahmatan lil alamin.

Wallahu ‘alam Bisshawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم