Ulama Tak Dihormati dalam Sistem Demokrasi Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Pegiat literasi dan pemerhati kebijakan publik) Rasulullah Saw. bersabda: "Bukan termasuk umatku orang yang tak menghormati orang tua, tidak menyayangi anak-anak dan tidak memuliakan alim ulama.'' (HR Ahmad, Thabrani, Hakim). Mengejutkan, tiba-tiba salah seorang ulama di negeri ini yaitu Syeikh Mohammad Ali Jaber ditusuk oleh orang tak dikenal saat berceramah di Masjid Falahuddin, Jalan Tamin, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung, Ahad (13/9) petang. Syekh Ali menderita luka tusuk di lengan kanan bagian atas. Berdasarkan keterangan dari sejumlah jamaah dan pihak kepolisian diperoleh kronologi penusukan terjadi saat Syekh Ali Jaber belum lama membuka kajian dalam acara Wisuda Tahfidz Quran tersebut. Seorang lelaki tanggung menaiki panggung acara sambil membawa sajam dan mengincar perut Syekh Ali Jaber (Republika.co.id, 14/9/20). Ada beberapa kasus penyerangan terhadap ulama di Indonesia, dugaannya hampir semua dilakukan oleh orang gila. Termasuk kasus terbaru yang menimpa Syeikh Ali Jaber, bahkan terkait kasus penusukan terhadap Syekh Ali Jaber ini sekarang topik "Orang Gila" masuk trending Twitter Indonesia. Topik "Orang Gila" dicuitkan sebanyak 44 ribu kali dan nangkring di posisi lima (Suara Jatim.id, 14/20). Kasus penusukan ulama diduga dilakukan oleh orang gila dialami sejumlah ulama, di antaranya: Pertama, Lampung. Semoga ini menjadi kasus terakhir. Syekh Ali Jaber ditusuk seorang pemuda saat mengisi acara wisuda di Masjid Falahuddin di Lampung. Ulama ini ditusuk pemuda yang tidak dikenal, hingga mengakibatkan luka di lengan kanan hingga harus mendapatkan perawatan medis. Kedua, Pekanbaru. Dua bulan lalu, sebelum penusukan terhadap Syekh Ali Jaber, penyerangan terhadap ulama juga terjadi di Pekanbaru, Riau. Korbannya adalah Imam Masjid Al Falah Darul Muttaqin, Ustaz Yazid. Ia ditusuk oleh jamaahnya menggunakan pisau saat memimpin doa usai salat Isya berjamaah, Kamis (23/7/2020) malam. Pelaku berinisial IM merupakan salah seorang warga yang sering dirukiah oleh Ustaz Yazid. Pelaku menikam korban sebanyak dua kali. Beruntung, Ustad Yazid Umar Nasution selamat dalam insiden tersebut. Dalam Demokrasi Ulama Tak Dihormati Banyak tokoh mengecam tindakan tersebut, di antaranya Din Syamsudin. Menurutnya tindakan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap ulama dan kejahatan berencana terhadap agama dan keberagamaan. Din juga meminta pihak kepolisian untuk mengusut pelaku dan membongkar siapa dalang di balik penusukan tersebut (Jakbar.news-Pikiran rakyat.com, 14/9/20). Apapun alasannya, tindakan menyakiti ulama tidak dibenarkan. Mengapa hal ini sering berulang dalam sistem demokrasi? Seolah ulama tak dihormati dan dihargai, menyerang ulama seakan hal biasa dan alibinya adalah pelaku 'orang gila'. Begitu hinakah kedudukan ulama dalam sistem demokrasi? Tak asing jika ulama dalam sistem demokrasi dipersekusi, difitnah bahkan dilukai fisiknya. Kebebasan yang digaungkan demokrasi nyatanya merusak adab generasi di negeri ini. Tak tahu mana yang benar dan salah, tak tahu bagaimana harusnya memperlakukan para ulama. Maka tak heran jika keberkahan tak pernah diraih dan dirasakan di negeri ini. Selain karena aturan Allah yang dicampakkan, dalam sistem ini tak bisa memperlakukan ulama dengan baik. Lihatlah, berbagai persoalan yang menimpa negeri ini. Misalnya, pandemi tak kunjung usai malah korban semakin bertambah hingga berefek pada resesi bukan hanya di negeri ini tapi juga dunia. Seharusnya menjadi renungan agar segera menerapkan aturan Allah. Karena kerusakan yang terjadi akibat aturan Allah dicampakkan dan ulama dihinakan bahkan dilukai. Sangat jauh berbeda dengan Islam bagaimana memperlakukan ulama dengan baik. Islam Memuliakan Ulama Ibnu Asakir, pernah mengingatkan orang-orang agar berhati-hati dalam menjaga lisan dan perbuatan. Jangan sampai menghina, menjelek-jelekkan, atau menyakiti hati dan perasaan ulama. Sebab, kedudukan ulama berbeda daripada orang biasa, termasuk sekalipun penguasa. "Saudaraku, ketahuilah bahwa daging para ulama itu beracun," kata pakar hadits sekaligus sejarawan dari Damaskus (Suriah) itu, seperti dikutip dari buku Tasawuf dan Ihsan. Apa artinya "daging ulama beracun"? Maksudnya, siapa pun yang telah memfitnah mereka, pasti akan terkena nasib buruk; bagaikan tubuh terkena racun. Menjelek-jelekkan, memfitnah dan melukai fisik secara langsung adalah perbuatan menyakiti ulama. Rasul Saw. begitu memuliakan ulama, maka sudah seharusnya umatnya meneladani apa yang pernah dilakukan Baginda Nabi Saw. Al-Imam Abu Bakar Al-Ajurri rahimahullah berkata mengenai kedudukan ulama, “para ulama lebih utama dibanding seluruh orang mukmin dalam setiap waktu dan kesempatan, mereka ditinggikan dengan ilmu dan dihiasi oleh hikmah, melalui mereka diketahuilah halal-haram, haq-batil, dan keburukan dari sesuatu yang bermanfaat dan kebaikan dari sesuatu yang buruk. Keutamaan mereka sangat agung dan kedudukan mereka sangatlah tinggi. Mereka adalah pewaris para Nabi dan penyejuk pandangan para wali Allah. Para ulama memberikan syafaat setelah para Nabi di hari kiamat nanti, majlis mereka memberikan hikmah, orang-orang akan tercegah dari kelalaian dengan perbuatan mereka, mereka adalah seutama-utama hamba dan setinggi-tingginya jihad. Kehidupan mereka adalah ghanimah dan kematian mereka adalah musibah. Mereka memperingatkan orang yang lalai dan mengajari orang yang tidak tahu. Keburukan tidaklah membahayakan mereka dan kejahatan tidaklah membuat mereka takut.” Dalam hal keutamaan ulama, Syekh Nawawi menjelaskan hadis nabi yang berbunyi: “Muliakanlah ulama, karena sesungguhnya mereka mulia dan dimuliakan di sisi Allah.” "Sesungguhnya yang takut kepada Allâh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." [Fâthir/ 35: 28] Di dalam Islam, kedudukan ulama sangat mulia menjadi rujukan para Khalifah di sepanjang sejarah peradaban Islam nan gemilang. Bukan hanya rujukan tentang akidah, ibadah, dan spiritual an sich tapi rujukan di semua bidang karena ulama pada masa Islam berjaya mampu menguasai semua bidang dalam kehidupan. Di antaranya ialah ulama yang terkenal pada proses penaklukan Konstantinopel, siapa yang tak kenal Aaq Syamsudin yang mengajarkan ilmu-ilmu mendasar kepada Sultan Muhammad Al-Fatih. Ilmu-ilmu tersebut adalah Al-Qur’an, As-Sunnah An-Nabawiyah, fikih, ilmu-ilmu keislaman, dan beberapa bahasa (Arab, Persia, dan Turki). Beliau juga mengajarkan ilmu matematika, astronomi, sejarah, dan seni berperang. Syaikh Aaq Syamsuddin termasuk salah satu ulama yang membimbing Sultan Muhammad Al-Fatih ketika berkuasa di Magnesia untuk belajar administrasi pemerintahan dan tata negara. Ulama yang memiliki jasa mempersiapkan Al Fatih untuk menaklukkan Konstantinopel. Al -Fatih, ayahnya dan seluruh umat Islam sangat menghormati dan menghargainya. Sehingga keberkahan yang didapat oleh Al Fatih dan siapapun yang memuliakannya. Rasulullah SAW sempat mengkhawatirkan tiga hal yang akan terjadi pada umatnya. ''Aku tidak mengkhawatirkan umatku kecuali tiga hal,'' sabda Rasulullah. ''Pertama, keduniaan berlimpah, sehingga manusia saling mendengki. Kedua, orang-orang jahil yang berusaha menafsirkan Alquran dan mencari-cari ta'wilnya, padahal tak ada yang mengetahui ta'wilnya kecuali Allah. Ketiga, alim ulama ditelantarkan dan tidak akan dipedulikan oleh umatku.'' (HR Thabrani). Allahu A'lam Bi Ash Shawab.




Oleh: Sherly Agustina, M.Ag.

(Pegiat literasi dan pemerhati kebijakan publik)


Rasulullah Saw. bersabda: "Bukan termasuk umatku orang yang tak menghormati orang tua, tidak menyayangi anak-anak dan tidak memuliakan alim ulama.'' (HR Ahmad, Thabrani, Hakim). 


Mengejutkan, tiba-tiba salah seorang ulama di negeri ini yaitu Syeikh Mohammad Ali Jaber  ditusuk oleh orang tak dikenal  saat berceramah di Masjid Falahuddin, Jalan Tamin, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung, Ahad (13/9) petang. Syekh Ali menderita luka tusuk di lengan kanan bagian atas. Berdasarkan keterangan dari sejumlah jamaah dan pihak kepolisian diperoleh kronologi penusukan terjadi saat Syekh Ali Jaber belum lama membuka kajian dalam acara Wisuda Tahfidz Quran tersebut. Seorang lelaki tanggung menaiki panggung acara sambil membawa sajam dan mengincar perut Syekh Ali Jaber (Republika.co.id, 14/9/20).


Ada beberapa kasus penyerangan terhadap ulama di Indonesia, dugaannya hampir semua dilakukan oleh orang gila. Termasuk kasus terbaru yang menimpa Syeikh Ali Jaber, bahkan terkait kasus penusukan terhadap Syekh Ali Jaber ini sekarang topik "Orang Gila" masuk trending Twitter Indonesia. Topik "Orang Gila" dicuitkan sebanyak 44 ribu kali dan nangkring di posisi lima (Suara Jatim.id, 14/20).


Kasus penusukan ulama diduga dilakukan oleh orang gila dialami sejumlah ulama, di antaranya: Pertama, Lampung. Semoga ini menjadi kasus terakhir. Syekh Ali Jaber ditusuk seorang pemuda saat mengisi acara wisuda di Masjid Falahuddin di Lampung. Ulama ini ditusuk pemuda yang tidak dikenal, hingga mengakibatkan luka di lengan kanan hingga harus mendapatkan perawatan medis.


Kedua, Pekanbaru. Dua bulan lalu, sebelum penusukan terhadap Syekh Ali Jaber, penyerangan terhadap ulama juga terjadi di Pekanbaru, Riau. Korbannya adalah Imam Masjid Al Falah Darul Muttaqin, Ustaz Yazid. Ia ditusuk oleh jamaahnya menggunakan pisau saat memimpin doa usai salat Isya berjamaah, Kamis (23/7/2020) malam. Pelaku berinisial IM merupakan salah seorang warga yang sering dirukiah oleh Ustaz Yazid. Pelaku menikam korban sebanyak dua kali. Beruntung, Ustad Yazid Umar Nasution selamat dalam insiden tersebut. 


Dalam Demokrasi Ulama Tak Dihormati

Banyak tokoh mengecam tindakan tersebut, di antaranya Din Syamsudin. Menurutnya tindakan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap ulama dan kejahatan berencana terhadap agama dan keberagamaan. Din juga meminta pihak kepolisian untuk mengusut pelaku dan membongkar siapa dalang di balik penusukan tersebut (Jakbar.news-Pikiran rakyat.com, 14/9/20).


Apapun alasannya, tindakan menyakiti ulama tidak dibenarkan. Mengapa hal ini sering berulang dalam sistem demokrasi? Seolah ulama tak dihormati dan dihargai, menyerang ulama seakan hal biasa dan alibinya adalah pelaku 'orang gila'. Begitu hinakah  kedudukan ulama dalam sistem demokrasi?


Tak asing jika ulama dalam sistem demokrasi dipersekusi, difitnah bahkan dilukai fisiknya. Kebebasan yang digaungkan demokrasi nyatanya merusak adab generasi di negeri ini. Tak tahu mana yang benar dan salah, tak tahu bagaimana harusnya memperlakukan para ulama. Maka tak heran jika keberkahan tak pernah diraih dan dirasakan di negeri ini. Selain karena aturan Allah yang dicampakkan, dalam sistem ini tak bisa memperlakukan ulama dengan baik.


Lihatlah, berbagai persoalan yang menimpa negeri ini. Misalnya,  pandemi tak kunjung usai malah korban semakin bertambah hingga berefek pada resesi bukan hanya di negeri ini tapi juga dunia. Seharusnya menjadi renungan agar segera menerapkan aturan Allah. Karena kerusakan yang terjadi akibat aturan Allah dicampakkan dan ulama dihinakan bahkan dilukai. Sangat jauh berbeda dengan Islam bagaimana memperlakukan ulama dengan baik.


Islam Memuliakan Ulama 

Ibnu Asakir, pernah mengingatkan orang-orang agar berhati-hati dalam menjaga lisan dan perbuatan. Jangan sampai menghina, menjelek-jelekkan, atau menyakiti hati dan perasaan ulama. Sebab, kedudukan ulama berbeda daripada orang biasa, termasuk sekalipun penguasa. "Saudaraku, ketahuilah bahwa daging para ulama itu beracun," kata pakar hadits sekaligus sejarawan dari Damaskus (Suriah) itu, seperti dikutip dari buku Tasawuf dan Ihsan.


Apa artinya "daging ulama beracun"? Maksudnya, siapa pun yang telah memfitnah mereka, pasti akan terkena nasib buruk; bagaikan tubuh terkena racun. Menjelek-jelekkan, memfitnah dan melukai fisik secara langsung adalah perbuatan menyakiti ulama. Rasul Saw. begitu memuliakan ulama, maka sudah seharusnya umatnya meneladani apa yang pernah dilakukan Baginda Nabi Saw. 


Al-Imam Abu Bakar Al-Ajurri rahimahullah berkata mengenai kedudukan ulama, “para ulama lebih utama dibanding seluruh orang mukmin dalam setiap waktu dan kesempatan, mereka ditinggikan dengan ilmu dan dihiasi oleh hikmah, melalui mereka diketahuilah halal-haram, haq-batil, dan keburukan dari sesuatu yang bermanfaat dan kebaikan dari sesuatu yang buruk. Keutamaan mereka sangat agung dan kedudukan mereka sangatlah tinggi. Mereka adalah pewaris para Nabi dan penyejuk pandangan para wali Allah.


Para ulama memberikan syafaat setelah para Nabi di hari kiamat nanti, majlis mereka memberikan hikmah, orang-orang akan tercegah dari kelalaian dengan perbuatan mereka, mereka adalah seutama-utama hamba dan setinggi-tingginya jihad. Kehidupan mereka adalah ghanimah dan kematian mereka adalah musibah. Mereka memperingatkan orang yang lalai dan mengajari orang yang tidak tahu. Keburukan tidaklah membahayakan mereka dan kejahatan tidaklah membuat mereka takut.”


Dalam hal keutamaan ulama, Syekh Nawawi menjelaskan hadis nabi yang berbunyi: “Muliakanlah ulama, karena sesungguhnya mereka mulia dan dimuliakan di sisi Allah.”    


"Sesungguhnya yang takut kepada Allâh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." [Fâthir/ 35: 28]


Di dalam Islam, kedudukan ulama sangat mulia menjadi rujukan para Khalifah di sepanjang sejarah peradaban Islam nan gemilang. Bukan hanya rujukan tentang akidah, ibadah, dan spiritual an sich  tapi rujukan di semua bidang karena ulama pada masa Islam berjaya mampu menguasai semua bidang dalam kehidupan. Di antaranya ialah  ulama yang terkenal pada proses penaklukan Konstantinopel, siapa yang tak kenal Aaq Syamsudin yang mengajarkan ilmu-ilmu mendasar kepada Sultan Muhammad Al-Fatih. Ilmu-ilmu tersebut adalah Al-Qur’an, As-Sunnah An-Nabawiyah, fikih, ilmu-ilmu keislaman, dan beberapa bahasa (Arab, Persia, dan Turki).


Beliau juga mengajarkan ilmu matematika, astronomi, sejarah, dan seni berperang. Syaikh Aaq Syamsuddin termasuk salah satu ulama yang membimbing Sultan Muhammad Al-Fatih ketika berkuasa di Magnesia untuk belajar administrasi pemerintahan dan tata negara. Ulama yang memiliki jasa mempersiapkan Al Fatih untuk menaklukkan Konstantinopel. Al -Fatih, ayahnya dan seluruh umat Islam  sangat menghormati dan menghargainya. Sehingga keberkahan yang didapat oleh Al Fatih dan siapapun yang memuliakannya.


Rasulullah SAW sempat mengkhawatirkan tiga hal yang akan terjadi pada umatnya.  ''Aku tidak mengkhawatirkan umatku kecuali tiga hal,'' sabda Rasulullah. ''Pertama, keduniaan berlimpah, sehingga manusia saling mendengki. Kedua, orang-orang jahil yang berusaha menafsirkan Alquran dan mencari-cari ta'wilnya, padahal tak ada yang mengetahui ta'wilnya kecuali Allah. Ketiga, alim ulama ditelantarkan dan tidak akan dipedulikan oleh umatku.'' (HR Thabrani).  


Allahu A'lam Bi Ash Shawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم