BIMBINGAN PERKAWINAN, EFEKTIFKAH MENURUNKAN ANGKA PERCERAIAN?

 


Oleh : Syamila Rosyida


Pernikahan merupakan janji suci antara laki- laki dan wanita untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Dan tidak dipungkiri dalam perjalanannya ada onak duri yang akan merepa biduk rumah tangga. Namun, pada faktanya angka perceraian  kini semakin lama semakin meningkat setiap tahun.  Apalagi di masa pandemic seperti saat ini, ternyata angka kasus perceraian sangat tinggi terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Mengejutkan, kasus gugat cerai menduduki posisi lebih tinggi dibanding kasus talak suami.


Sebagaimana dilansir dari laman berita Republika.co.id, kasus perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Soreang Kabupaten Bandung, per hari sidang gugatan perceraian bisa mencapai 250 kasus dan masa pandemic meningkat menjadi 800 kasus (26/082020).


Di daerah lain, seperti yang terjadi di Pengadilan Agama Jambi kasus perceraian juga meningkat tajam. Hingga Agustus 2020 terdapat 308 gugatan cerai dan 112 permohonan cerai. Selain itu di Pengadilan Agama Serang, Banten, mencapai dalam kurun waktu 2019 hingga 2020 telah menangani 7.000 kasus perceraian yang diajukan oleh penggugat baik  dari istri maupun suami (Republika.co.id,26/ 08/ 2020).

 

Demikian pula  di Pengadilan Jakarta Barat selama Januari hingga Agustus 2020 total ada 2.452 kasus cerai (Republika.co.id, 28/08/2020). Sedangkan Humas Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Engkun Kurniati menjelaskan jika sepanjang 2019 lalu jumlah kasus perceraian yang diajukan mencapai 9.822 kasus. Dan sebanyak 6.046 kasus merupakan cerai gugat istri, sedangkan 2.301 kasus merupakan cerai talak atau yang diajukan pihak suami (m.mediaindonesia.com, 19/01/2020).

 

Adapun penyebab melonjaknya angka  perceraian ini adalah  ketidaksiapan mental pasangan suami istri dalam menghadapi permaslahan yang ada di dalam rumah tangga, termasuk maslah ekonomi. Ketidaksiapan berumah tangga salah satunya faktor usia yang masih muda. Demikian ungkap Engkun Kurniati. Selain itu   Diyah Puspitarini, Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah menyampaikan bahwa  meningkatnya angka perceraian salah satunya faktor internal keluarga, yaitu komunikasi yang tidak maksimal antara suami dan istri. Disharmoni (pertengkaran) dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) turut mewarnai terjadinya perceraian. Namun  ekonomi inilah yang menjadi penyebab tertinggi meningkatnya angka perceraian.


Dalam rangka menurunkan angka perceraian, Kementrian Agama Republik Indonesia menggalakkan kembali bimbingan perkawinan (bimbin) kepada calon pengantin atau kursus calon pengantin (suscatin).  Sebenarnya kegiatan ini sudah dicanangkan sejak dibentuknya BP4 (Badan Penasehat Pernikahan dan Penyelesaian Perceraian) pada 3 Januari 1961. Tujuan diadakannya BP4 ini adalah untuk mempertinggi kualitas perkawinan, mencegah perceraian sewenang- wenang dan mewujudkan rumah tangga yang bahagia sejahtera menurut agama Islam. Namun pada tahun 2020 ini Kementrian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudyaan (PMK) dan Kementrian Agama menjalankan program sertifikasi nikah. Program tersebut akan menjadi salah satu syarat pernikahan bagi para pasangan yang akan menikah. Melalui kelas bimbingan ini, mereka akan mendapat bekal pengetahuan seputar Kesehatan reproduksi, penyakit- penyakit yang mungkin terjadi pada permasalahn suami istri, stunting pada anak.  Selain itu diberikan pengetahuan tentang etika perkawinan dan pembinaan keluarga serta sosialisai regulasi perkawinan. 


Sebenarnya perceraian ini  berkaitan dengan ketahanan keluarga. Kasus perceraian tidak hanya terjadi pada masa sekarang atau masa pandemic ini tetapi sejak dulu sudah ada. Perceraian memang menjadi salah satu jalan keluar ketika pasutri ada masalah keluarga yang sudah tidak bisa dipertahankan lagi setelah dilakukan mediasi. Namun ketika angka perceraian semakin tinggi maka harus dicari akar masalah dan solusinya.


 Apabila dicermati pangkal rapuh sampai hancurnya ketahanan keluarga adalah kapitalisme dan liberalisme. Ekonomi yang menjadi penyebab tertinggi perceraian ini berpangkal dari system kapitalisme. System ini menyebabkan kekayaan alam negeri ini dimiliki oleh individu- individu pemilik modal. Distribusi kekayaan tidak merata sampai ke per kepala si A si B. Akhirnya kemiskinan pun melanda keluarga- keluarga negeri ini. Adapun system liberalisme/ kebebasan menyebabkan masyarakat hidup bebas tanpa memeperhatikan lagi rel- rel kebenaran. Sehingga lumrah  disharmoni , perselingkuhan, tidak ada komunikasi dan KDRT muncul dalam system yang mengagungkan kebebasan ini. 


Bagaimana Islam Memandang?


Dalam pandangan Islam, perceraian tidak dilarang sekalipun dibenci oleh Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,’’ Perkara halal yang paling dibencioleh Allah adalah talak.” (HR. Abu Daud). Hal ini menandakan bahwa perceraian bisa menjadi solusi terhadap masalah dalam negeri sebuah keluarga. Namun, menjaga keutuhan keluarga itu lebih diutamakan. 


 Keutuhan atau pun kerapuhan keluarga memang tidak akan berjalan sendiri tetapi berkaitan dengan lingkungan di mana sebuah keluarga bisa memenuhi kebutuhan pokok dan kebuthan pelengkapnya. Dan saat in,i ketika angka perceraian semakin meningkat pasti tidak lepas bagaimana system kehidupan saat ini mampu menjamin kebutuhan pokok masyarakat. Ekonomi masyarakat termasuk di dalamnya keluarga, bisa memicu keretakan rumah tangga. Seorang suami yang tidak bisa lagi memberi nafkah kepada anak dan istri karena dirumahkan. Sedangkan lowongan pekerjaan lebih banyak peluang untuk wanita. Sehingga istri menjadi penghasil utama nafkah, suami menjadi pengatur rumah tangga dan mengasuh anak. 


Padahal dalam Islam sudah memberikan aturan yang jelas terkait pemberian nafkah mrupakan kewajiban suami. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 233 yang artinya,”….dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibudengan cara yang makruf.” Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan, maksud penggalan ayat ini adalah seorang bapak berkewajiban memberi nafkah dan pakaian kepada ibu bayi yang menyusui dengan cara yang makruf. Maka ada peran penting  bagi negara yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi para kepala rumah tangga agar tertunaiakan kewajibannya memberi nafkah.


 Demikian pula dengan pola kehidupan yang serba bebas, menjadikan suami maupun istri berbuat sekehendak mereka sendiri. Antara suami istri tidak ada komunikasi sehingga tindakan-tindakan kasar pun menjadi makanan tiap hari. Istri pun demikian karena tidak puas dengan perlakuan suami, memilih untuk menggugat cerai. Dan Islam tidak akan memberi ruang bagi kebebasan merasuki masyarakat wa bil khusus kehidupan suami istri. Firman Allah dlam surat al Mudatstsir ayat 38 yang artinya,” Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya.” Dan dari Ibnu Umar ra.dari Nabi SAW sesungguhnya bersabda: Sesungguhnya Nabi SAW bersabda,”  Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya…..” (HR. Muslim)

                           

Kemudian. bagaimana mengatasi masalah angka perceraian yang semakin meningkat? Apakah dengan mengadakan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin/ kursus calon pengantin bisa menjadi solusi menurunkan angka perceraian? Ternyata ini merupakan upaya tambal sulam menyelesaikan masalah  tingginya angka perceraian. Karena bimbingan perkawinan ini belum menyentuh akar permasalahan mendasar yaitu diterpakannya system sekularisme, kapitalisme, dan liberalisme. Apalagi materi yang disampaikan sarat dengan kesetaraan gender dan system regulasi perkawinan. Maka pemahaman yang tertanam bisa jadi malah membuat calon istri membuat ancang-ancang untuk menjadi sosok yang harus setara dengan suami dalam segala hal. Keagungan Islam yang mendudukkan suami sebagai qawwam akan terkotori pemahaman kesetaraan gender. 

     

Dalam Islam, Pendidikan menuju pernikahan bagi mereka yang sudah siap akan include dengan penerapan system Pendidikan Islam. Pendidikan masa pra baligh disampaikan dalam rangka anak memahami hukum syara’ sehingga ketika sudah baligh mereka siap menerima dan menjalankan taklif hukum. Kesiapan anak pasca baligh sangat ditentukan Pendidikan anak pra baligh. Pendidkan pasca baligh akan lebih memperkuat tsaqofah termasuk dalam kerumahtanggaan. Dan semua akan difasilitasi negara selain tugas utama mendidik anak adalah orang tuanya. 

 

Bimbingan perkawinan ibaratnya ada orang yang membersihkan ruangan tetapi  ada orang lain yang mengotori ruangan itu.  Maka sampai kapan pun ruangan itu tidak akan bersih-bersih. Jadi selama pemangku kebijakan masih menerapkan system sekulaisme, kapitalisme, dan liberalisme  bimbingan perkawinan tidak akan efektif menurunkan angka perceraian. Sehingga butuh kerja sama untuk mewujudkan ketahanan keluarga anata negara, keluarga, dan penyelenggara bimbingan perkawinan itu sendiri. 


 Dan seperti inilah Islam dalam menjamin kehidupan bagi masyarakat dalam semua aspek kehidupan, dengan jaminan menyejahterakan dan menentramkan masyarakat. Termasuk dalam masalah kerumahtanggan supaya tercipta ketahanan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah,  bahagia dunia akhirat.  Wallahu a’lam bishawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم