Ancaman Dibalik Pakta Integritas




Oleh : Septa Yunis (Analis Muslimah Voice) 


Universitas Indonesia atau UI beberapa hari menjadi perbincangan hangat. Lebih dari delapan ribu mahasiswa baru diharuskan menandatangani di atas materai pakta integritas yang dikeluarkan kampus.


Hal ini dibenarkan oleh Kepala Biro Humas dan Komunikasi Informasi Publik Universitas Indonesia (KIP UI) Amelia Lusia dalam keterangan resmi, Minggu (13/09/2020 malam, beliau menyebutkan, Dokumen berjudul “Pakta Integritas” yang telah beredar di kalangan mahasiswa baru UI bukan merupakan dokumen resmi yang telah menjadi keputusan Pimpinan UI. (CNNIndonesia.com) 


Hal ini banyak menimbulkan kontroversi dikalangan mahasiswa itu sendiri. Pasalnya point - point yang tertuang dalam dokumen pakta integritas disinyalir dapat membungkam suara kritis mahasiswa. 


Poin pertama dan kedua tentang kewajiban mahasiswa baru mengamalkan nilai-nilai universitas dalam kehidupan sehari-hari dan kewajiban mahasiswa baru mematuhi tata tertib dan peraturan kampus. Poin ketiga sampai kelima menyatakan kesediaan mahasiswa baru menerima sanksi akademik atau pidana atau perdata apabila melakukan pelanggaran aturan kampus atau hukum positif yang berlaku di Indonesia. Poin keenam terkait kewajiban memberikan informasi dan data yang benar. Pada poin ke-7, mahasiswa baru wajib menjaga harkat martabat pribadi, keluarga, dan instansi. Pada poin ke-8, mahasiswa baru diminta mempersiapkan diri dan menjalankan dengan sungguh-sungguh apabila diminta mewakili universitas atau negara dalam kegiatan akademik maupun non-akademik. Lalu poin ke-9 menyebut mahasiswa akan bertanggung jawab pribadi jika mengalami gangguan fisik atau mental. Pakta Integritas juga mengatur soal kehidupan politik dan berorganisasi mahasiswa baru. Pada poin ke-10, dikatakan bahwa mahasiswa baru UI "tidak terlibat dalam politik praktis yang mengganggu tatanan akademik dan bernegara." Poin nomor 11, mahasiswa baru dilarang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan pihak yang tak mengantongi izin kampus.


Setelah menuai banyak kritik dari beberapa pihak, termasuk mahasiswa sendiri, pihak kampus menerbitkan dokumen pakta integritas yang baru. Dan berdalih jika dokumen yang sudah beredar dikalangan mahasiswa adalah dokumen tidak resmi yang dikeluarkan kampus. 


Meskipun demikian ada point yang tetap menjadi polemik. Pihak kampus berusaha membungkam suara kritis mahasiswa. Padahal salah satu fungsi mahasiswa adalah sebagai “social control”, sebagia mahasiswa harus berperan sebagai pengontrol kehidupan social. Dalam hal ini kita bias mengontrol kehidupan masyarakat, dengan cara kita sebagai mahasiswa menjadi jembatan antara masyarakat dengan pemerintah.  Menyampaikan aspirasi yang telah dikeluarkan oleh masyarakat kepada pemerintah. Mahasiswa juga sebagai gerakan yang mengkritisi kebutuhan politik ketika ada kebijakan diberikan oleh pemerintah yang tidak baik atau tidak bijak bagi masyarakat. Cara mahasiswa mengkritisi pemerintahan tersebut juga dengan banyak cara, contohnya dengan menyampaikan aspirasi lewat media massa maupun dengan berdemonstrasi. 


Namun, ketika suara kritis itu dibungkam, pihak kampus sudah menciderai demokrasi itu sendiri. 

Padahal demokrasi menjamin kebebasan berpendapat. Disinilah letak ketidakberdayaan demokrasi. Peraturan dibuat seharusnya untuk dipatuhi bukan dilanggar seenak sendiri. 

Melihat fakta demikian, membuktikan demokrasi adalah sistem yang lemah, dan bisa ditarik ulur oleh penggunanya. Karena sanksi yang dijanjikan Demokrasi pun tidak bisa memberikan efek jera dan bahkan hukum bisa dibeli. 

Masih kah mempertahankan demokrasi dan kekeuh memperjuangkannya?[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم