Seperti Buih Di Lautan, Kondisi Kaum Muslim Saat Ini

 


Oleh : Siti Amelia S.IP,. M.IP


Ancaman perang di khawatirkan akan meletus antara China dengan Amerika Serikat (AS) dan hal tersebut juga dirasakan sejumlah negara di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara. Situasi Laut China Selatan (LCS) yang kian memanas bukan hanya kali pertama ini saja, namun sudah berlangsung lama yakni dari tahun 1970, 1980, 1990 hingga 2010. Kali ini tidak hanya dengan AS, China bersiteru terkait LCS namun dengan berbagai negara yang memiliki kepentingan di LCS. China dengan tegas ingin berkuasa di LCS. Amerika Serikat yang juga didukung Jepang dan Australia juga mati-matian untuk mencegah penguasaan sepihak itu. Padahal jika ditelisik AS tidak begitu dekat dengan perairan LCS namun karena potensi yang dimiliki LCS memikat AS sebagai negara super power untuk ikut terlibat dalam hak pengklaiman tersebut.


Nilai strategis yang dimiliki Laut China Selatan (LCS), tak ayal menjadi bahan rebutan negara-negara besar. Kawasan LCS terbentang luas, dari negara singapura yang dimulai dari selat malaka sam0ai ke selat Taiwan. Karena bentangan wilayah yang luas ini dan sejarah penguasaan yang silih berganti oleh penguasa tradisional negara-negara terdekat membuat beberapa negara-negara yang berada disekitarnya yakni Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam terlibat konfrontasi untuk saling klaim wilayah LCS.


Laut China Selatan yang menyimpan banyak potensi terutama kawasan perairan yang sangat startegis, kaya Sumber Daya Alam (SDA) memang sangat memikat untuk dikuasai. Kepualauan Paracel dan Spratly yang berada di kawasan LCS memiliki cadangan SDA yang besar, terutama mineral, minyak bumi dan gas alam. Sengketa kepemilikan atau kedaulatan teritorial di LCS sesungguhnya merujuk pada dua kawasan yakni laut dan daratan di dua gugusan kepulauan Paracel dan Spratly tersebut.


Laut China Selatan (LCS) akan terus menjadi wilayah perairan yang rawan konflik besar. Hal ini dapat dianalisa berdasarkan fakta LCS yakni


*Pertama* Laut China Selatan adalah sebuah kawssan perairan dengan potensi SDA yang kaya dengan berbagai gugusan pulau yang tersebar sangat rawan menjadi perebutan saling klaim antar negara disekeliling kawasan tersebut.


*Kedua* Laut China Selatan terletak di jalur perkintasan kapal-kapal internasional yang melewati selat malaka, dimana malaka ini sendiri merupakan salah satu perlintasan yang paling sibuk di dunia dan merupakan jalur penghubung perniagaan dati Eropa ke Asia dan Amerika ke Asia atau sebaliknya. Dilihat dati jalurnya maka terdapat tiga kawasan penting dalam LCS yakni Asia Tenggara, Asia Timur, dan Asia Pasifik. Maka tak dapat diindahkan negara seperti Indonesia, Singapura bahkan AS sendiri berkepentingan setiap saat atas terjaganya stabilitas dan keamanan di LCS.


*Ketiga* Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kawasan Asia terutama China, namun sebaliknya pertumbuhan ekonomi di Eropa bahkan AS mengalami penurunan yang terus menerus, Membuat banyak negara berupaya memperoleh kontrol atas perebutan dikawasan perairan yang snagat strategis tersebut. Baik China maupun AS selaku dua negara besar saat ini, berupaya mengamankan kepentingan keamanan energi (energi security) di kawasan tersebut.


Menilik kawasan ASEAN menjadi kawasan yang dekat dengan LCS, lalu apakah indonesia memiliki peran dalam LCS ini? Dimana indonesia sebagai negara yang bisa dikatakan tidak terlibat dalam konflik tersebut. Indonesia sebagai kawasan yang juga dekat dengan LCS tentu sangat memiliki peranan dan kepentingan sejatinya, namun posisi indonesia yang dapat dikatakan tidak memiliki power terhadap kedaulatan baik dalam maupun luar negeri nya ikut terombang ambing di dalam pusaran konflik negara- negara uang bersiteru. Indonesia juga pernah terlibat dalam konflik LCS yakni tahun 2012, dimana setelah China mengklaim mutlak atas perairan LCS tersebut. Namun politik luar negeri indonesia yang memang mengedepankan politik bebas aktif dari awal kemerdekaan mempengaruhi kebijakan indonesia dakam menghindari konflik, sehingga indonesia memilih untuk menjadi peace maker ketimbang berusaha untuk tidak menjadi negara pengekor atau menancapkan kekuatan politik luar negerinya. Tidak mencampuri urusan luar negeri negara lain terutama negeri-negeri muslim memang menjadi ciri khas sistem demokrasi dengan nasionalisme sebagai turunannya, dan hal ini menjangkiti keseluruhan negara terutama negeri muslim.


Negeri-negeri muslim saat ini seolah tidak satu tubuh, dimana negara-negara dengan nation statenya fokus dengan urusan masing-masing negaranya. Jika ada kejadian yang menimpa negeri muslim lainnya, negeri muslim yang lain hanya bisa mengecam tanpa ada tindakan nyata untuk membela saudara muslim mereka dibelahan bumi lainnya. Tak ayal, kondisi perpecahan umat muslim mempermudah para oenjajah merampas hak-hak mereka, walaupun di dalam negaranya sendiri.


Tak sedikit contoh ketidakberdayaan negeri- negeri muslim atas tindakan bar-bar negara yang memiliki power. Sebut saja negara yang sampai saat ini mengadapi konflik yakni, Palestina, Libanon, Suriah, Afganistan, Irak, Iran, Mesir, Rohingya, Pattani dan negara-negara dimana kaum muslim terdiskriminasi, tak terkecuali juga di indonesia. Negeri dengan mayoritas muslim terbesar yang hanya sekedar menjadi negara pengekor dari negara power lainnya.


Padahal jika ditelisik, negeri-negeri muslim merupakan negeri yang dilimpahkan SDA yang kaya, SDM yang unggul dan letak yang sangat stategis. Lalu mengapa negeri-negeri muslim ibarat buih di lautan. Banyak, namum tak menampakkan kekuatannya, terbawa arus ombak dengan lemahnya. Sekat-sekat nation state menghalangi negeri-negeri muslim untuk dikomandoi oleh satu kepemimpinan, padahal kepemimpinan yang satu merupakan syarat terbentuknya kekuatan umat.


Tak heran jika negara besar, seperti AS, China maupun negara-negara sekutu mereka tak gentar menghadapi negeri muslim. Apalagi jika hanya konflik pengklaiman Laut China Selatan yang tergolong kecil bagi mereka. Klaim negara-negara power seakan membungkam negara-negara yang tak memiliki Power. Seharusnya kesadaran inilah yang dimiliki negeri muslim, bahwa kekuatan mereka yang terpecah akan dengan mudah di ombang ambingkan dalam pusaran hegemoni imperialisme.


Umat Islam memiliki kekuatan yang terletak pada kepemimpinan Islamnya yang satu, dan juga kesamaan aqidah yang kokoh. Sebagaimana dahulu Rasululloh membangun sistem Islam hingga menyatukan berbagai golongan atau kaum yang berbeda pandangan. Ataupun para sahabat yang menjadi khalifah membuktikan satu komando mampu menggerakkan latar belakang umat menjadi satu kesatuan.


Kejayaan Islam yang mampu menguasai sepertiga wilayah di dunia dengan jihad yang mengedepankan adab, bukan perang atau konflik yang berdarah-darah dan kerusakan dimana-mana seperti saat ini. Bagaimana kekuatan militer yang begitu luar biasa, startegi yang sangat matang dan komprehensif, sehingga mampu mengungkap kegemilangan peradaban Islam. Dan hal ini yang seharusnya menjadi sebuah pelajaran sejarah yang tak akan terlupakan, serta menjadi penyemangat bagi negeri-negeri muslim untuk menjadi satu kesatuan di bawah satu kepemimpinan yakni khalifah dalam bingkai Khilafah.


Wallahu A'lam bishowab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم