Revisi UU Perkawinan Membuka Data ‘Kecelakaan’

 

Oleh : Ayla Ghania (Pemerhati Sosial dan Politik)


Rakyat dikejutkan dengan ramainya berita di media online “Hamil Duluan, 240 Siswa SMA di Jepara Minta Dispensasi Nikah”. Terkejut dengan banyaknya anak usia sekolah yang ‘kecelakaan’. Penambahan  batas minimal usia perkawinan dalam revisi Undang-Undang (UU) Perkawinan disebut sebagai pemicu meningkatnya permohonan dispensasi nikah. 


/Maraknya Hamil Duluan/


Kepala Pengadilan Agama (PA) Jepara, Faiq memberi klarifikasi bahwa jumlah pengajuan dispensasi nikah tahun ini memang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena UU No. 1 Tahun 2019 telah menaikan batas minimal usia perkawinan masing-masing calon mempelai berusia 19 tahun. Namun beredarnya berita tingginya dispensasi nikah di media online kurang tepat.


Dispensasi nikah di tahun 2020, dalam rentang Januari sampai 25 Juli sebanyak 236 perkara. Sementara persentase pemohon yang hamil duluan hanya sebanyak 52,12%. Sisanya, ada yang memang dari pihak anak dan orang tuanya menginginkan nikah dini (radarkudus.jawapos.com, 28/7/2020). Jika dihitung 52,12% dari 236 perkara berarti ada 123 orang yang ‘kecelakaan’ dalam rentang waktu Januari sampai Juli. 


Meningkatnya jumlah pengajuan dispensasi nikah tidak hanya terjadi di Jepara. Di Kudus, tercatat 73 pengajuan dispensasi nikah dari bulan Maret sampai Juni. Kepala PA Kudus Kelas IB Ali Mufid menyebutkan kebanyakan sudah ‘kecelakaan’ yaitu 70% (news.detik.com, 26/6/2020).


PA Kelas IA Semarang mencatat ada 105 pengajuan dispensasi nikah dari Januari sampai Juni 2020. Panitera Hukum Muda PA Semarang, Saefudin  jumlah ini melonjak tajam dari tahun sebelumnya. Ada yang memang sudah hamil duluan, ada pula yang belum hamil tetapi sudah hidup serumah dan pernah berhubungan layaknya suami istri (www.ayosemarang.com, 8/7/2020).


Sementara di Blitar, Humas PA Kelas IA Blitar, Moh Fadli membuka data dari Januari sampai Oktober 2019 ada 89 permohonan dispensasi nikah. Namun akhir Desember naik 3 kali lipat, menjadi 245 permohonan.  Dari 245 permohonan, PA Kelas IA Blitar telah memutus 217 di awal tahun 2020. Moh Fadli menyebut hampir 90% dari mereka karena si wanita hamil duluan (news.detik.com, 6/1/2020).


/Upaya Mencegah Pernikahan Dini/


Presiden Jokowi menandatangani Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada tanggal 14 Oktober 2019. Sebelumnya, dalam UU No. 1 tahun 1974, usia pernikahan bagi calon mempelai wanita minimal 16 tahun. Sementara calon mempelai pria 19 tahun. 


Sementara pada UU No. 1 Tahun 2019, pasal 1  ayat (1) menyebut “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun”. Ayat berikutnya menyebut “Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup”.


Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise mengungkapkan penambahan batas usia minimal pernikahan adalah demi melindungi hak anak dan terciptanya perkawinan yang sehat dan sejahtera. Diharapkan menurunkan angka penyalahgunaan anak dengan pernikahan dini (liputan6.com, 17/9/2020).


Namun revisi UU Pernikahan justru menampakkan kenaikan angka pernikahan dini. Kebanyakan pernikaan dini diakibatkan oleh ‘kecelakaan’. Nyatanya, pacaran banyak dilakukan sejak dini. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) pada tahun 2017, menunjukan remaja wanita (81%) dan remaja pria (84%)  telah berpacaran. Remaja wanita (45%) dan remaja pria (44%) mulai berpacaran pada usia 15-17 tahun (www.bkkbn.go.id, 12/8/2019).


Masuk era revolusi industri 4.0 menjadi tantangan tersendiri dimana remaja lebih banyak waktu berinteraksi dengan gadget. Tersedianya aplikasi chat hantarkan kepada pertemanan bebas. Di sosial media semakin menjamur cerita, gambar dan video yang justru membangkitkan seksualitas. Game dan kartun anak pun sering muncul iklan orang dewasa. 


Masa remaja seharusnya dimanfaatkan untuk menuntut ilmu dan mendewasakan diri. Naluri seksual justru dirangsang dengan sinetron cinta-cinaan dan pornografi. Masa depan hancur karena mengikuti gejolak sesaat. Sadar tak sadar, budaya timur telah bergeser pada budaya barat yang utamakan having-fun. 


BKKBN telah berupaya mencegah pernikahan dini dan kehamilan tak diinginkan. Salah satunya melalui Pendidikan Kesehatan Reproduksi (kespro). Meski tidak membuahkan hasil, namun diusulkan masuk dalam kurikulum sekolah. Kepala BKKBN Hasto Wardoyo melakukan audiens dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim untuk membahas materi Kesehatan Reproduksi (www.bkkbn.go.id, 27/12/2020).


Materi kespro yang terlalu vulgar justru semakin membuat penasaran. Ditambah lagi kondom telah diperjualbelikan secara bebas. Materi kespro jika dilandasi sekularisme - pemisahan agama - tidak akan mampu menyelesaikan masalah. Alih-alih mengurangi, justru free seks, ‘kecelakaan’ serta pernikahan dini tambah menjamur.


/Solusi efektif mencegah ‘kecelakaan’/


Masa remaja merupakan masa transisi pencarian jati diri. Pada masa ini akan muncul perubahan baik fisik, psikis maupun kematangan fungsi seksual. Berbeda dengan usia kanak-kanak yang cenderung lebih mendengarkan orang tua. Pada usia remaja, mereka mulai mencari  informasi dari luar. Mulai muncul keinginan bebas menentukan, suka coba-coba dan berfantasi.


Dalam Islam, naluri seksual merupakan fitrah yang diberikan oleh Allah dalam rangka melestarikan keturunan. Islam tidak mengekang namun juga tidak membiarkan penyaluran seksual secara liar. Islam hanya membolehkan penyaluran seksual melalui pernikahan. Jika naluri ini tidak bisa dikendalikan, tidak mengapa jika pernikahan dini harus dilakukan. 


Rasulullah saw bersabda :


“Wahai generasi muda, bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR. Bukhori dan Muslim dari Ibnu Mas’ud )


Tapi harus digarisbawahi bahwa pernikahan dini dilakukan demi menghindari kemaksiatan. Tentu berbeda dengan pernikahan dini akibat pacaran, free seks dan hamil duluan. Syariat Islam memiliki aturan yang lengkap dalam menangani naluri seksual. Pendidikan seks dalam Islam menjadi penting. Pun demikian, materi pendidikan seks dalam Islam berbeda dengan materi kespro.


Pada dasarnya, pendidikan anak termasuk tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua tidak hanya memberi makan anak tapi juga memberi teladan, nasihat serta pembiasaan yang baik. Dunia remaja yang begitu kompleks tentu membutuhkan perhatian khusus. Jika bisa diarahkan dengan baik maka akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Sebaliknya, jika tidak bisa diarahkan maka masa depan menjadi terancam. 


Pendidikan seks dalam Islam dimulai dari tata cara bersuci, tata cara menutup aurat, larangan bertabarruj, pemisahan tempat tidur, menundukan pandangan, larangan berdua-duaan dengan lawan jenis, serta ikhtilat (bercampur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa urusan syari’i). Pengenalan syariat Islam sejak dini didasari aqidah Islam yang kuat akan menjadikan remaja memiliki kepribadian Islam.


Pun demikian, lingkungan juga harus mendukung. Artinya seseorang bisa bertahan dengan kebaikan jika aqidahnya kuat, pemahaman Islamnya bagus juga lingkungan yang islami. Baik lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah maupun komunitas. Lingkungan di dunia nyata maupun di dunia maya. Lingkungan sangat besar pengaruhnya dalam merubah kepribadian seseorang. 


Akhirnya, peran negara dalam pembentukan kepribadian setiap warga negara sangat penting. Tak terkecuali para remaja. Jika negara meyakini bahwa para remaja adalah aset negara, agen perubah, tentu akan mengerahkan segala daya dan upaya mengatasi masalah free seks dan kehamilan tak diinginkan. Nyatanya, hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaafah dalam bingkai Khilafah yang bisa memberikan solusi tuntas atas persoalan ini. Wallahu’alam bish showab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم