Menyorot Tabbayun versi Kemenag

 


Oleh Nanik Farida Priatmaja


Telah beredar dan viral di media sosial sebuah video dimana puluhan anggota Banser menggeruduk satu orang yang di lembaga pendidikan. Anggota Banser tersebut mendatangi Lembaga pendidikan madrasah, Yayasan Al Hamidy – Al Islamiyah di Desa Kalisat, Kecamatan Rembang  Kamis (20/8/2020).


Segerombolan Banser  menduga ada keterkaitan lembaga pendidikan TK, MI dan MTs tersebut dengan organisasi HTI, menjadi sarang HTI dan menyebarkan paham khilafah. Nampak dalam video tersebut, Ketua GP Ansor Bangil, kabupaten Pasuruan, Saad Muafi berbicara keras dengan seorang pria yang dicuragai menyebarkan paham khilafah.


Banyak warganet yang merespon unggahan video tersebut. Saat Muafi dinilai tak mengindahkan adab terhadap ulama yang lebih tua. Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia, Najamudin Ramli yang mengatakan bahwa tindakan Sa'ad Muafi dan personil Banser dalam peristiwa penggerudukan ketua Yayasan al Hamidy merupakan tindakan yang salah karena telah berperan layaknya penegak hukum. Apalagi Saad Muadi berstatus sebagai anggota DPRD Kabupaten Pasuruan, dinilai tidak mengedepankan adab kepada orang yang lebih tua. Organisasi sipil seperti Banser tidak seharusnya melakukan tindakan-tindakan yang harusnya menjadi wewenang dari aparat.


"Saya kira ada etika dan akhlak yang diajarkan bagaimana sopan santun bersama orang tua. Saya kira seluruh organisasi tidak boleh melakukan tindakan menghakimi sendiri, karena ada polisi sebagai bagian dari keamanan dan penegakan hukum." 


Najamudin menambahkan, soal khilafah, hal tersebut adalah bagian dari perjalanan sejarah Islam dan bagian dari Islam sendiri. Menurutnya, meskipun HTI dibubarkan, diskusi dan pembelajaran soal khilafah tidak masalah jika dilakukan. (Wartakotalive.com 23/08/2020)


Munculnya kasus persekusi yang dilakukan Banser ternyata mendapat respon Menteri Agama Fachrul Razi. Menag mengapresiasi langkah tabayyun atau klarifikasi yang dilakukan oleh Banser PC Ansor Bangil. 


"Saya menghargai apresiasi atas langkah tabayyun yang dilakukan oleh Banser PC Ansor Bangil yang mengedepankan cara-cara damai dalam menyikapi gesekan yang terjadi di masyarakat terkait masalah keagamaan," tutur Menag Fachrul Razi di Jakarta, Sabtu (22/08), dilansir dari Humas Kemenag DIY.


Pernyataan Kemenag ternyata tak luput dari sorotan publik. Publik mempertanyakan cara tabayyun yang dilakukan oleh oknum Banser dengan melakukan penggeledahan dan dinilai tidak mengedepankan adab. Kemenag seharusnya mampu membedakan antara tabayyun dan persekusi atas apresiasi terhadap banser.


Persekusi adalah tindakan yang memaksa seseorang untuk mengakui perbuatan yang belum terbukti di hadapan hukum. Tindakan ini sama persis dengan yang dilakukan Sa'ad Muafi dan Banser dalam video viral yang diapresiasi Menag Fahrul Razi.


Tabayyun adalah mencari kebenaran atau meluruskan suatu hal bagaimana yang sesungguhnya. Tabayyun sendiri menurut bahasa adalah telitilah dulu. Dalam surat Al Hujurat ayat 6 :

"jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian".


Tabayyun di dalam islam merupakan salah satu cara mensolusi pemecahan masalah untuk mengklarifikasi atau menganalisis permasalahan yang terjadi sehingga akan mendapatkan kesimpulan yang tepat terkait permasalahan tersebut.


Di era digital seperti saat ini, banyak informasi yang beredar di berbagai media sosial yang begitu mudah diakses siapapun. Hal ini sebenarnya sangat perlu dilakukan proses tabayun demi mengetahui kebenaran informasi yang telah beredar sehingga tidak terjadi kesalahpahaman di kalangan umat atau pengakses media sosial.


Peran umat Islam saat ini makin berat. Umat harus mampu memfilter, menelaah dan bijak dalam merespon setiap informasi yang diterima. Misalnya tidak mudah terprovokasi terkait postingan yang mengandung narasi yang memecah-belah umat. 


Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah melarang seorang sahabat bernama Mu’az bin Jabal yang hendak buru-buru menyebarkan sebuah hadis. Rasul khawatir hadis tersebut disalahpahami oleh Masyarakat, terutama yang belum cukup ilmunya.


Hadis yang akan disebar oleh Mu’az adalah yang berbunyi, “Tidaklah (ada ketentuan kepada, red) seseorang yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah mengharamkan baginya api neraka”.


Rasul khawatir hadis tersebut akan disalahartikan jika terburu-buru disebarkan kepada Masyarakat.


“Wahai Rasul, tidakkah aku sebaiknya menyebarkan hadis ini kepada umat agar mereka bergembira?” tanya Mu’az tak mengerti.


“Jika demikian, maka mereka hanya akan mengandalkan hadis tersebut saja,” jawab Rasul sebagaimana direkam dalam HR. Muslim.


Beberapa ulama menjelaskan maksud jawaban Rasul ini dengan menyebut bahwa rasul khawatir umat hanya akan mengandalkan kesaksian terhadap Ketuhanan Allah dan Kerasulan Muhammad saja sebagai satu-satunya bekal untuk terhindar dari api neraka, lalu mereka mengabaikan ibadah dan berbuat baik.

Kisah di atas mengajarkan pentingnya melakukan tabayyun, bukan saja terhadap kebenaran sebuah informasi, tetapi juga kesiapan orang yang akan menerima informasi tersebut.


Tabayyun yang diungkapkan Menag terkait kasus Banser yang melakukan persekusi sangat berbeda dengan yang telah dicontohkan Rasulullah Saw. Menag seharusnya bisa memposisikan diri sebagai penengah dalam permasalahan kasus tersebut. Bukan malah mengapresiasi pihak yang melakukan persekusi secara arogan.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم