Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)
Dilema pembelajaran di tengah pandemi covid-19 melanda seluruh pelosok negeri. Pembelajaran tatap muka berisiko tinggi untuk tertular. Maka pertemuan jarak jauh menjadi pilihan. Kegiatan belajar mengajar virtual dipilih untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19.
Sayangnya, kendala demi kendala bermunculan dalam proses pembelajaran Daring (dalam jaringan). Mulai dari sinyal yang timbul tenggelam, beban kuota yang tak bisa dijangkau seluruh siswa, banyaknya keluarga siswa yang tidak punya smartphone, sampai pada problem rasa bosan yang mengintai saat KBM berlangsung.
Akhirnya pada Jum'at (7/8) dalam acara Webinar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim terkait Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.
Ada tiga hal yang akan ditempuh pemerintah, yakni perluasan pembelajaran tatap muka dengan tetap menggunakan kurikulum biasanya untuk zona kuning, penyederhanaan kurikulum dan menerapkan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus).
Kurikulum darurat yang dimaksud yakni penyederhanaan kompetensi yang diajarakan. Baik kompetensi esensial maupun kompetensi yang menjadi prasyarat pembelajaran ke jenjang selanjutnya.
Tak ayal kurikulum darurat ini semacam kurikulum kejar tayang dengan adanya pemangkasan kompetensi. Ke depan jika kurikulum darurat digunakan, maka guru akan dituntut bisa kreatif dan teliti dalam memilah kompetensi mana yang hendak disuguhkan.
Hal ini jelas menambah beban bagi guru, bagaimana siswa bisa memahami materi dengan penjelasan dan waktu yang singkat. Bukan tidak mungkin masalah baru akan muncul, yakni kurangnya pemahamam siswa pada pelajaran yang disajikan.
Peliknya masalah penerapan kurikulum pendidikan yang terjadi saat pandemi menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam skenario pembelajaran. Selain itu, pemerintah juga lamban dalam hal pendanaan guna memenuhi kebutuhan pendidikan siswa.
Ritme pendidikan yang ada bernafaskan kapitalisme dengan sifat materialismenya. Pendidikan dipandang hanyalah komoditas, lahan bisnis atau aktivitas yang tak boleh mendatangkan kerugian. Terlepas apakah siswa atau peserta didik memperoleh kekayaan intelektual atau tidak, bujan urusan sistem kapitalisme ini.
Nasib siswa tak kan berakhir dalam kurikulum darurat meski pandemi melanda, jika aturan yang digunakan adalah syariat Islam. Kurikulum dalam sistem Islam tetap, ada pandemi atau tidak, kurikulum berbasis Aqidah Islam tetap menjadi acuan. Metode pembelajaran talqiyan fikriyan tetap baku meski kondisi pembelajaran virtual. Pemahaman siswa dan kesadaran hubungannya dengan Allah tetap menjadi prioritas utama.
Terkait pendanaan dan segala sarana pendidikan meski belajar di rumah saja akan dipenuhi oleh negara, termasuk kebutuhan pokok tiap individu rakyat. Sehingga orang tua tenang mendampingi anak-anak belajar di rumah. Hanya sistem Islam yang mampu menjaga dan memenuhi kebutuhan pokok individu rakyat, termasuk pendidikan.
Wallahu a'lam.[]