Dramaturgi Djoko Tjandra, Membuka Tabir Kebobrokan Demokrasi

 




Oleh: Zulaikha (Mahasiswi IAIN Jember dan Aktivis Muslimah)


30 Juli 2020 lalu menjadi akhir dari pelarian Djoko Tjandra, buronan korupsi kelas kakap setelah 11 tahun leluasa membuat E-KTP. Ia ditangkap Bareskrim Mabes Polri.


Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo rencana penangkapan Djoko Tjandra sebelumnya telah disusun selama satu sampai dua minggu. Ia membentuk tim khusus yang secara intensif untuk mencari Djoko Tjandra dan sampai pada akhirnya memperoleh informasi bahwa targetnya berada di Malaysia. (Tempo.co, 2/8/2020)


Djoko Tjandra diserahkan secara resmi oleh Badan Resese Kriminal (Bareskrim) Polri ke Kejaksaan Agung, yang dilakukan di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7/2020).


Djoko sebagai sebagai terdakwa kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar semementara di tempatkan di tahanan Salemba cabang Badan Reserse Kriminal Polri sejak 31 Juli, sebelum dipindahkan ke Lapas Salemba Jakarta Pusat. Pada Jumat (7/8/2020).


Setelah melalui proses yang begitu dramatis ahirnya Djoko Tjandra ahirnya bisa dibekuk dalam waktu waktu kurang dari 10 hari, tentunya hal ini disambut sukacita oleh beberapa pihak. Polri bak pahlawan.  Padahal, penangkapan seorang buron bukanlah prestasi. Karena hal itu sudah menjadi tugas yang kewajiban yang harus dilakukan Polri sebagai lembaga penegak hukum.


Penangkapan Djoko Tjandra ini menegaskan bahwa borok penegakan hukum di negeri ini. Pasalnya kasus korupsi adalah penyakit yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Drama tragedi korupsi Djoko Tjandra menyisakan problem dan PR yang besar bagi negara, disebabkan karena tidak terlepas dari biang keladi korupsi yang menjadi-jadi.


/Pertama, permainan politik tingkat tinggi./


Licinnya pergerakan para koruptor ini tidaklah berdiri sendiri. Mereka pasti dibantu. Tidak mungkin buron bekerja sendiri dalam pelariannya.


Berkaca pada kasus Djoko Tjandra, terlihat jelas wajah hukum Indonesia yang penuh sandiwara. Persidangan adalah panggung opera, dan naskah skenario yang dipentaskan adalah sebagai tontonan. Lembaga-lembaga baru yang dibentuk hanya demi meramaikan jalan cerita. Semakin jelas dan bukan rahasia lagi jika dibalik kasus besar ada oligarki. Jadi tidak heran jika para koruptor tak merasa bersalah atau jera. 


/Kedua, sanksi lemah./


Korupsi di negeri ini ibarat sel kanker. Mati satu tumbuh seribu. Tak pernah kehilangan pelaku korupsi. Selalu ada yang baru. Yang lama hilang tampq jejak dan yang baru makin tak nampak.


Dari Fakta diatas menunjukkan bahwa hukuman bagi koruptor tidak memberi efek jera, tak ada rasa kapok untuk berulah. Sel saja begitu mewah, bagaimana mau jera? Apakah para koruptor itu jatuh miskin? Nyatanya tidak. Bagaimana mau jera kalau model hukumannya begitu ringan? Korupsi triliunan, masuk penjara paling lama enam tahunan.


/Ketiga, sistem demokrasi-kapitalis membentuk perilaku korupsi./


Sel kanker korupsi haruslah diobati. Hal terpenting memberantas korupsi adalah mematikan sel kankernya. Mematikan sistem yang menyuburkan praktik korupsi.


Maka, obatnya adalah mengganti sistem yang sudah renta ini. Dan mengganti dengan sistem pemerintahan yang lebih baik, yakni sistem Islam yang mampu memberi rasa keadilan, bersih dari kepentingan, jauh dari politik transaksional, sistem yang memiliki imunitas tinggi dan merapkan sanksi yang mampu memberi jera bagi para pelakunya. 


Sudah saatnya kita mereset ulang sistem negara berdasarkan syariat Islam. Karena Islam adalah solusi tunggal yang mampu menuntaskan problem kedipan, tidak terkecuali korupsi yang tak berkesudahan di negeri ini. 


Dengan demikian, rusaknya sistem politik pemerintahan dan hukum negeri ini telah menjadi bukti tidak ada gunanya mempertahankan demokrasi. Maka dengan penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, seperti sistem pemerintahan, sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem sanksi islam, sengkarut pengelolaan dan penjagaan publik tidak akan pernah terjadi. Ini semua akan terealisasi dalam bingkai Daulah Islamiyah. 

Wallahu a’lam bishawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم