Oleh: Ayu Adiba
Jika kita bicara tentang merdeka, maka kita akan bicara tentang makna, definisi dan juga esensi daripada sebuah kemerdekaan. Dalam mengetahui definisi tentang suatu hal maka hanya ada dua, yakni merujuk Pada definisi menurut bahasa dan juga istilah.
Oleh karena itu, saya ingin mengajak pembaca untuk membaca dan merenung kembali apa itu kemerdekaan, yang sebentar lagi kita bangsa Indonesia akan merayakannya.
Menurut kamus Indonesia yang ditulis G. Kolff & Co dan terbit pada 1956, kata 'merdeka; berasal dari bahasa Sansakerta yaitu 'Maharddhikeka'. Kemudian, kata itu diserap menjadi ''Merdeheka'' dengan arti lepas dari perhambaan, tidak terikat pada sesuatu. Sementara, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai Pustaka Jakarta tahun 1996, 'Merdeheka' dibakukan menjadi ''Merdeka'' yang artinya bebas dari penghambaan, berdiri sendiri, dan lepas dari tuntutan.
Nah, jika kita hubungkan definisi kemerdekaan tersebut dengan realita bangsa Indonesai saat ini sangat berbanding terbalik.
Bagaimana tidak? Katanya merdeka itu bebas dari penjajahan, bebas dari penghambaan, berdiri sendiri, dll. Tapi nyatanya antara merdeka dan Indonesia saat ini, jauh panggang dari api.
Saya ingin katakan bahwa Indonesia secara fisik memang merdeka, tapi tidak dengan pemikiran. Secara pemikiran bangsa Indonesia masih terjajah.
Lihat bagaimana kebijakan dan aturan yang diputuskan masih di intervensi oleh asing, SDA kita masih sebagian besar dikuasai oleh asing, SDM pun banyak kemudian di impor menjadi tenaga pekerja dalam negeri, banyak produk-produk yang menjamur dalam negeri hasil impor dari asing, dan akhirnya rakyat Indonesia hidup melarat dan banyak yang pengangguran dan merasakan kesulitan hidup. Masih banyak hal lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Lalu dimana letak kemerdekaan yang di bangga-banggakan dengan perayaan setiap tahun?
Saya ingin mengatakan, setiap kali perayaan kemerdekaan ini dengan pernak-pernik yang menghiasi hari kemerdekaan Indonesia, dengan berbagai macam perlombaan yang notabene-nya sama dilakukan setiap tahun seperti panjat pinang, lari karung, makan krupuk, tarik tambang, dll. Itu hanyalah euforia semata tidak memberikan arti sama sekali untuk Indonesia.
Lalu bagaimana esensi sebenarnya dari kemerdekaan serta apa yang seharusnya kita lakukan?
Mengutip pernyataan ustat Hafidz Abdurahman, bahwa esensi dari kemerdekaan sesungguhnya adalah kita bebas dari penjajahan. Bebas dari diperhamba oleh sesama manusia. Karena kita hakikatnya hanya hamba Allah, bukan hamba manusia, harta, wanita dan dunia. Ketika kita hanya menjadi hamba Allah, maka kita pun hanya mentaati titah-Nya. Perintah dan larangan-Nya pun kita tegakkan dengan sempurna.
Semua itu termaktub di dalam syariat-Nya. Karena itu, kita pun terikat dan taat menjalankannya. Ketaatan dan keterikatan kita kepada syariat-Nya itulah yang menjadikan merdeka.
Karena itu artinya tidak ada siapapun yang bisa mendikte kita, menguasai kita, bahkan menindas dan menjajah kita. Merampas kekayaan alam kita, menguasai tanah-tanah kita, dan memiskinkan kita. Dengan kata lain, ketika kita menjadi orang shalih, orang yang hanya taat dan terikat dengan syariat-Nya, maka kita pasti akan memimpin dunia, menguasai bumi ini. Saat itulah, kita akan menjadi Khalifah Allah di muka bumi.
Itulah yang disebut dengan kemerdekaan sesungguhnya. Maka mari kita kembali berbenah, meluruskan kembali pemahaman kita tentang arti penting dari sebuah kemerdekaan dengan terus mengkaji dan juga memperjuangkan untuk bisa benar-benar meraih kemerdekaan yang hakiki.
Wallahu'alam bishawab.[]