Perbuatan Asusila Merajalela, Cegah dengan Aturan Sang Pencipta!



Muntik A. Hidayah
(Aktivis Dakwah dan Pegiat Literasi)

Seiring dengan maraknya perbuatan asusila di tengah remaja, publik dibuat tercengang dengan permohonan dispensasi nikah oleh 240 siswa SMA di Kabupaten Jepara tersebab telah hamil di luar nikah (jateng.idntimes.com, 22/7/2020). Tidak kalah mengejutkan dari peristiwa yang terjadi sebelumnya, yakni berita didapatinya 37 pasang anak di bawah umur yang tersebar di sejumlah kamar hotel, berikut dengan penemuan sekotak alat kontrasepsi dan obat kuat (KOMPAS.com, 10/7/2020).

Sungguh ironis, dengan bangga kita mengaku sebagai negeri yang sangat menjunjung tinggi budaya timur. Namun, kini kita dapati manusia-manusia belia yang ramai berbuat asusila.

Tentu tidak bisa kita menyalahkan sepihak perbuatan remaja-remaja itu. Justru yang perlu kita cermati adalah lingkungan seperti apa yang selama ini kita bentuk. Kondisi seperti apa yang sekian tahun menemani pertumbuhan dan perkembangan anak bangsa dalam mencari jati diri dan membentuk kepribadiannya. Dalam hal ini, setidaknya ada 3 aspek utama yang perlu kita kupas.

Sistem Pendidikan Sekuler Kapitalis
Sejak awal setiap anak akan menerima pendidikan dari sistem pendidikan sekuler kapitalis. Pendidikan dengan minim nilai-nilai agama. Tidak bisa kita pungkiri, mata pelajaran agama yang diajarkan di sekolah dari SD hingga bangku perkuliahan mendapatkan porsi yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya. Tentu modal pendidikan agama yang didapatkan di bangku sekolah saja tidak akan cukup untuk membentuk pribadi yang unggul dan mulia.

Faktanya, hanya orientasi materi yang telah berhasil ditanamkan pada anak sejak dini. Tidak terbantahkan pandangan umum bahwa tujuan dari pendidikan anak adalah agar kelak ia memiliki kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya. Pekerjaan mapan, penghasilan terjamin, menjadi orang ‘berada’ yang senantiasa diincar.

Inilah sifat khas dari sistem pendidikan sekuler kapitalis, mencetak lulusan-lulusan yang siap kerja dan profit-oriented. Kepribadian gemilang sudah tak lagi menjadi tujuan dan prioritas utama dari sistem pendidikan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila nilai-nilai moral dikesampingkan, kepribadian anak didik tidak dipedulikan, hingga kesejahteraan guru yang merupakan bagian penting dari keberhasilan proses belajar mengajar juga diabaikan.

/Media Sosial yang Tidak Terkontrol/

Anak akan tumbuh besar berdampingan dengan media yang tidak terkontrol. Media yang bisa dengan mudah digunakan untuk mengakses konten apapun termasuk pornografi. Inilah salah satu dampak perkembangan teknologi yang tidak didasarkan pada aturan agama. Setiap orang, segala usia, dari semua kalangan bisa mengakses apapun yang ia mau hanya dari segenggam gawai yang ia punya.

/Sistem Pergaulan yang Rusak/

Sistem pergaulan yang rusak juga tidak bisa dilepaskan andil besarnya dalam kasus ini. Lebih dari sekadar rusak, hari ini kita melihat bagaimana begitu merebaknya perzinahan. Ditambah lagi dengan LGBT yang semakin populer, seringkali justru mendapat dukungan dari para pejabat negeri dan korporasi besar yang merangkul mereka atas nama toleransi. Inilah hasil dari kebebasan individu yang begitu dijunjung tinggi dalam sistem sekuler liberal. Prinsipnya adalah setiap orang bebas melakukan apapun yang ia mau, bebas berucap, bebas berperilaku, termasuk didalamnya berpakaian dan bergaul. Tidak mengherankan jika sistem ini hanya akan melahirkan individu-individu yang jauh dari nilai-nilai agama.

Maka yang kita saksikan sekarang, merupakan hasil dari sekularisme-kapitalisme liberal. Ketika aturan agama dipisahkan dari kehidupan, manusia lantas menggunakan akalnya yang terbatas dalam membuat aturan hidupnya sendiri. Lebih jauh lagi eksistensi keberadaan Tuhan dikesampingkan bahkan dihilangkan. Menganggap dirinya bebas dalam menjalani kehidupan. Sudah barang tentu ia akan kehilangan arah dan keluar dari fitrah.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, solusi sistemik adalah satu-satunya yang dibutuhkan. Tidak lain adalah dengan pengaturan Islam. Islam adalah satu-satunya aturan kehidupan yang shahih dan sudah seharusnya diambil manusia dan mewujudkan kemuliaannya sebagai makhluk paling sempurna. Islam adalah jawaban atas seluruh problematika kehidupan manusia.

/Sistem Pendidikan Islam: Pencetak Generasi Emas/

Berbeda dengan sistem pendidikan sekular kapitalis yang menjadikan pendidikan sebagai pemasok pegawai pabrik bagi perekonomiannya, pendidikan Islam akan menentukan secara pasti output yang akan dihasilkan yakni generasi yang berkepribadian Islam; mempunyai tsaqofah Islam yang mendalam; serta unggul dalam iptek. Untuk mencapai tujuan ini maka negara akan secara cermat menentukan kurikulum yang murni bersumber dari Islam. Adapun pengembangan iptek juga akan senantiasa didasarkan pada aturan agama dan tidak lain tujuannya adalah semata-mata untuk kemajuan dunia Islam dan kaum muslimin. Kesejahteraan guru pun akan turut diperhatikan agar mereka bisa fokus dan seang dalam mendedikasikan potensinya guna mendidik generasi. Salah satu buktinya bisa kita lihat pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang menggaji guru sebesar 15 dinar atau setara dengan 63.85 gram emas. Jika dirupiahkan sekira hampir 32 juta per bulan.

Media Informasi sebagai Media Dakwah
Media informasi akan digunakan untuk menggambarkan Islam dengan benar dan membina kepribadian masyarakat sehingga terdorong untuk hidup dengan cara yang Islami dan menjadikan syariah Islam sebagai tolok ukur dalam segala kegiatan hidupnya. Tidak akan ada pornografi dan segala jenis tayangan yang akan merusak akal dan moral manusia sehingga ianya akan terjaga dari perbuatan keji.

/Sistem Pergaulan yang Sehat/

Sejak awal Islam sudah membatasi interaksi antara laki-laki dan perempuan sebagai langkah preventif terjadinya perzinahan. Islam juga menghadirkan sanksi bagi pelaku zina yakni hukuman jilid dan rajam. Hukuman itu tidaklah berlaku melainkan sebagai pemberi efek jera dan peringatan, serta pengampunan dosa zinanya. Dengan demikian perbuatan-perbuatan asusila akan dapat dicegah, serta secara otomatis masyarakat pun terjaga dan dengan sendirinya menghindari perbuatan keji tersebut.

Maka sudah seyogyanya negeri yang santun dan beradab ini kembali kepada jati dirinya. Tidak lain adalah dengan menjadikan aturan agama hadir dalam setiap hembusan napas dan sendi kehidupannya. Hadanallahu waiyyakum.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم