Oleh Aisyah Farha
Pernahkah kita mendengar Ubasuteyama? Iya, ubasuteyama adalah tradisi orang jepang jaman dahulu yang membuang orang tua yang sudah lansia ke hutan. Tradisi ini memang sudah lama ditinggalkan. Namun sepertinya mulai menggeliat kembali kepermukaan di abad ini. walaupun dengan versi yang berbeda.
Saat ini, kita melihat menjamurnya panti jompo ditiap kota. Anak-anak yang telah sukses “menitipkan” orangtuanya dengan alasan agar orangtuanya tetap bersosialisasi. Semua itu hanya menutupi ketidak mampuan mereka mengurus orangtua karena sibuk bekerja.
Geliat itu juga ditunjukan dengan ramainya pembicaraan di medsos twitter, tentang sebuah akun yang merasa hidupnya dibebani oleh orangtuanya. Dia merasa sudah banting tulang untuk mencari uang, namun hasilnya harus disetorkan kepada orangtuanya, apakah itu untuk membayar hutang atau membiayai adik sekolah.
Dia berpendapat, kita tidak usah memiliki anak jika memang miskin. Karena hal iu hanya akan membebani sang anak kelak saat ia dewasa. Sekilas pemikiran ini ada benarnya, namun benarkah teori tersebut?
Mari kita kupas permasalahan ini dari akarnya, agar kita bisa mendapatkan solusi terbaik. Akar permasalahan dari semua ini adalah tidak dijadikannya agama sebagai landasan kehidupan. saat ini masyarakat bahkan negara tidak menjadikan agama sebagai falsafah kehidupan, atau yang kita kenal dengan sekulerisme.
Bagaimana hubungannya sekulerisme dengan anak yang tidak berbakti pada orangtua? Mari kita kupas bersama.
Negara yang tidak menjadikan agama sebagai falsafah negaranya akan menjadi negara yang karut marut. Seperti yang kita rasakan saat ini, korupsi dipertontonkan dengan sangat jelas, tanpa malu-malu. Sumber daya alam dieksploitasi demi kekayaan segelintir elit saja, tetapi rakyat tetap miskin dan menderita.
Kemiskinan ini memaksa orang-orang untuk berusaha tetap bertahan hidup dengan cara apapun, meskipun dengan cara berhutang sana-sini. Kehidupan seperti itu berlanjut saat anak-anak mereka tumbuh besar yang akhirnya dipaksa untuk membantu perekonomian orangtua.
Anak-anak yang merasa terbebani akhirnya membenci orangtua mereka. Mereka menyalahkan orangtua, kenapa mesti melahirkan mereka. Karena jika mereka tidak lahir, mereka tidak akan menanggung beban yang begitu besar.
Inilah fakta yang terjadi, bagaimana kesulitan hidup menjadikan anak-anak membenci orangtuanya. Sama seperti tradisi ubasuteyama jepang yang tidak punya hati nurani membuang orangtuanya ke hutan.
Maka kini sudah jelas, bagaimana mekanisme sekulerisme ini menghancurkan hubungan yang mulia antara orangtua dan anaknya.
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi dimana negara menjadikan Islam sebagai landasan kehidupannya. Negara yang pernah berdiri diatas syariat Islam dimulai sejak bedirinya daulah Islam yang dipimpin Rasulullah di Madinah yang berlanjut seribu empat ratus tahun kemudian hingga berakhir tahun 1924 di Turki.
Selama 14 abad, hubungan anak dan orangtuanya sangat mulia. Dimulai dari negara yang mengurus rakyatnya dengan benar. Sehingga sumber daya alam yang hanya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, maka rakyat tidak dibuat pusing dengan kemiskinan.
Negara juga menjaga ketakwaan rakyatnya agar senantiasa mendekat kepada Allah. Dengan pribadi yang bertakwa, maka akan terbentuk orangtua yang memuliakan anak-anaknya. Orangtua yang bertakwa juga akan mendidik anak-anaknya untuk bertakwa juga.
Bagaimana semua ini bisa berlangsung selama berabad-abad lamanya? Jawabannya tidak lain karena hadirnya keberkahan Allah dalam negara yang berlandaskan syariat Islam. Karena Allah Subhanahu wa ta’ala, Dzat Yang Mahaadil dan Mahabijaksana telah berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 96,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan karena perbuatannya.”
Negara yang berlandaskan syariat akan membuat rakyatnya sejahtera. Limpahan keberkahan akan terasa oleh orangtua dan anak-anak saat mereka bertakwa kepada Allah. Maka tidak akan ada lagi anak-anak yang membenci orangtuanya dan tidak akan ada lagi tradisi ubasuteyama di dunia ini.
Wallahu a’lam bish shawab.[]