Menyemai Wisata di Musim Pendemi



W. Wardani

Di saat pendemi masih belum mereda,  beberapa pemerintah kabupaten di Kalimantan Selatan, mulai membuka tempat pariwisatanya. Pemerintah Kabupaten Tanah Laut mengizinkan pembukaan kembali objek wisata Pantai Asmara  di Muara Asam-Asam Jorong. Izin berlaku selama satu bulan, sampai dengan 19 Juli 2020. (Tribuntanahlaut.com, 24/6/2020). Begitu juga wisata Candi Agung di Hulu Sungai Utara, Pantai Gedambaan di Kotabaru. Sedangkan di Banjarmasin, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata  mulai berbenah dan mempersiapkan obyek wisatanya  untuk menyambut new normal.

Obyek-obyek wisata tersebut akan dibuka dengan tetap mengikuti protokol kesehatan.  Fasilitas tempat cuci tangan, hand sanitizer disediakan. Kebersihan obyek wisata diperhatikan. Pengunjung yang masuk diukur suhu tubuhnya. Jika suhu tubuh  38 tidak boleh memasuki areal wisata. Demikian penjelasan dari pemkab.

Pembukaan kembali obyek-obyek wisata tersebut menurut pemkab/pemko bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah, yang sempat menurun selama terjadinya wabah. Dengan dibukanya kembali tempat-tempat wisata, akan ada kontribusi tiket yang dibayarkan pengunjung dan pengeluaran-pengeluaran lain selama berwisata. Hal ini  diharapkan akan menggerakkan perekonomian daerah dan akan menambah pemasukan daerah.

/Wisata di masa pendemi/

Seperti yang telah kita ketahui, pendemi Covid-19 di Kalsel belum menunjukkkan tanda-tanda melandai. Setiap hari ada saja penambahan orang yang terpapar Covid-19. Sampai dengan Sabtu 24 Juni 2020, tercatat ada 2930 kasus di Kalsel yang tersebar di 11 kabupaten dan 2 kota se Kalsel. Kasus terbanyak di Banjarmasin. Dengan pendemi yang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan menurun, pembukaan tempat wisata tidaklah tepat.

Dengan dibukanya kembali tempat wisata, akan membuka peluang adanya  pergerakan dan berkumpulnya orang. Transmisi lokal penularan Covid-19 dikhawatirkan akan lebih massif. Bahkan bisa jadi tempat wisata menjadi klaster baru Covid-19. Padahal salah satu upaya alami untuk memutus penyebaran virus dengan membatasi pergerakan orang dan berkumpulnya orang. Walaupun pihak pengelola wisata menjamin bahwa protokol kesehatan tetap akan dijalankan, namun sudah siapkah pengelola mencegah berkumpulnya orang karena membludaknya pengunjung di tempat wisata. Dalam situasi demikian physical distancing tentu susah dilakukan.

Dengan pertimbangan tersebut apakah tidak lebih baik jika pemkab/pemko menahan dulu keinginan untuk membuka tempat wisata. Dalam masa pendemi ini memutus rantai penularan demi kemashalatan rakyat lebih utama.  Jika pendemi berakhir, roda ekonomi akan recovery. Namun jika pendemi ini tidak kunjung berakhir semua sektor akan mengalami imbasnya. Rakyat akan semakin menderita.

Dalih membuka tempat wisata untuk meningkatkan pendapatan daerah juga tidak tepat. Kontribusi pariwisata dan  sektor yang berkaitan dengannya, menurut pengamat Ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat Syahrituah Siregar,  saat ini masih memberikan kontribusi sangat rendah. Akomodasi dan makan minum contohnya, hanya berperan 0,14 persen. Kemudian, transportasi dan pergudangan berperan 0,36 persen. Lalu, jasa lainnya berperan 0,08 persen.(www.prokal.co, 9/3/2020), Berdasarkan pertimbangan di atas, dengan kontribusi bagi pendapatan daerah yang tidak sedemikian signifant, apakah membuka tempat wisata lebih penting daripada keselamatan rakyat?

Penitikberatan demi mendapatkan manfaat merupakan ciri khas dari kepemimpinan berfikir sekuler kapitalis. Menurut asas ini apa saja yang mendatangkan manfaat akan lebih diutamakan. Setiap pilihan didasarkan atas ada dan tidaknya manfaat yang akan diperolehnya. Dari sini bisa kita lihat, itulah  kaidah berfikir yang melandasi pembkab ataupun pemko memberikan izin membuka tempat wisata, walupun pendemi masih mengancam.  Pemkab/pemko lebih memilih meningkatkan pendapatan daripada keselamatan rakyat.

Kepemimpinan berfikir sekuler kapitalis yang telah melekat, menafikan peranan Sang Pencipta dalam mengatur kehidupan manusia. Untuk mengatur kehidupan manusia cukuplah menggunakan aturan yang dibuat manusia sendiri. Urusan dengan Sang Pencipta hanyalah urusan ibadah saja. Inilah kesalahan dari kepemimpinan sekuler kapitalis. Imbasnya bisa kita lihat,   kerusakan ataupun kebobrokan terjadi dimana-mana.

Dari aspek pemerintahan,  asas sekuler kapitalis, melahirkan sistem permintahan demokrasi. Yang kita tahu sistem ini sarat dengan   berbagai kepentingan. Praktek kolusi, korupsi, nepotisme, tumbuh subur dalam sistem ini. Dalam sistem ini juga kepentingan para pengusahalah lebih didahulukan termasuk juga pengusaha jasa wisata. Demokrasi menjadi alat untuk mengoalkan kepentingan mereka.

Dalam aspek ekonomi, asas sekuler kapitalisme melahirkan sistem ekonomi liberal kapitalis. Sistem ekonomi ini meniscakan siapa yang bermodal dialah yang akan menguasai sumber daya alam. Imbasnya yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Negara hanya berfungsi sebagai regulator saja. Ini yang kita rasakan di Kalsel, sumber daya alam  yang berupa batubara hanya dikuasai oleh segelintir orang. Masyarakat sekitar tambang tetap miskin dan terpinggirkan

Bobroknya asas ini juga bisa kita lihat ketidakmampuannya dalam mengatasi wabah pendemi. Terlihat dari kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah tidak pas untuk menangani wabah.  Dengan dalih tidak cukupnya keuangan pemerintah tidak mengambil kebijakan lockdown. Namun malah mengambil kebijakan PSBB yang sampai sekarang belum kelihatan keberhasilannya dalam menangani pendemi.

/Wisata dalam Islam/

Lantas adakah solusi yang hakikinya? Tentu saja ada. Islam menawarkan solusi yang tuntas untuk semua permasalahan. Tegak di atas aqidah yang lurus, yang berasal dari Sang Pencipta, kaidah berfikir Islam memuaskan pikiran dan menentramkan hati. Tanpa memikirkan untung dan ruginya ataupun ada manfaat atau tidaknya, pemimpin dalam Islam akan selalu taat kepada aturan Allah.

Dalam Islam pemimpin merupakan pelindung bagi rakyatnya. Pemimpin akan berusaha agar supaya pendemi ini cepat teratasi dengan  menerapkan aturan sesuai dengan tuntutan dalam Islam, yaitu me-lockdown  wilayah yang terkena wabah.  Warga yang berada di wilayah tersebut dicukupi kebutuhan pokoknya. Pemerintah juga akan melakukan tracking, mengisolasi dan mengobati warga yang terpapar Covid-19, dan berupaya keras melakukan penelitian untuk menemukan vaksin virus Covid-19.

Sedangkan masalah wisata, menurut pandangan Islam wisata merupakan kebutuhan tersier. Wisata merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sarana untuk mengakrabkan keluarga. Wisata diperbolehkan sepanjang tidak menyalahi kaidah syara. Dalam kondisi pendemi seperti sekarang ini, keselamatan nyawa rakyat lebih diprioritaskan.  Pemenuhan kebutuhan pokok /primer rakyat lebih diutamakan. Rakyat akan dijamin kebutuhan pangannya selama pendemi. Kebutuhan tersier seperti wisata akan dihentikan sementara waktu. Hal ini karena tugas pemimpin dalam Islam adalah mengurusi urusan rakyat.

Lagi pula dalam Islam, wisata bukan menjadi sumber pemasukan negara.  Negara mempunyai sumber pemasukan dari faI dan kharaj, sumber daya alam, zakat  yang dikelola oleh Baitul Mall. Dengan sumber-sumber pemasukan tersebut, cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran negara, termasuk untuk menangani jika ada wabah.

Dengan demikian pemerintahan dengan kepemimpinan berfikir Islam akan dengan mudah melewati badai pendemi. Pemimpin memenjalankan tugasnya sebagai pengurus rakyat, dan rakyat pun  terselamatkan dari wabah.

Penulis : Pemerhati sosial







.







*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم