Jadi Pemimpin Itu Berat, Apalagi Kalau Tanpa Syariat



Oleh: Yuyun Rumiwati

Amanah kepemimpinan bukan hal yang ringan. Namun, di sistem demokrasi jabatan dan kekuasaan cenderung menjadi rebutan. Bahkan, tak jarang dicapai dengan berbagai cara, mulai politik uang, janji-janji uang muluk dan membius untuk mendapat simpatisan.

Bahkan, faktor kelayakan dan kemampuan bukan lagi menjadi tuntunan di sistem demokrasi kapitalis. Justru kekuatan modal yang lebih menentukan. Atau bisa juga ketokohan garis keturunan bisa menjadi peluang bagi calon untuk lebih mudah mendapat dukungan.

Adapun mengenai
Putra dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution, disebut belum memiliki catatan kelayakan sebagai seorang pemimpin.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, saat menanggapi rencana keduanya yang akan maju di Pilkada Serentak 2020 mendatang.

Dedi menjelaskan, dari sisi dukungan psikologis, Gibran Rakabuming Raka lebih berpotensi menang di Pilkada Serentak 2020 nanti. Sebab selain sebagai seorang anak Presiden, juga karena Solo merupakan domisili dari keluarga Presiden.
(Geloranews, 21/6/2002)

Dari fenomena di atas ada beberapa catatan penting:

Pertama: Politik dalam kaca mata demokrasi adalah berfokus pada kekuasaan. Sedang kekayaan bukan menjadi ukuran utama.

Kedua: Kepemimpinan dalam demokrasi memberi peluang untuk munculnya politik oligarki. Keluarga dan kerabat diberi peluang emas dalam jabatan.

Ketiga: Kepemimpinan dalam demokrasi memberi peluang bagi yang bermodal besar untuk ikut bermain. Entah melalui dukungan kampanye atau money politik.

Keempat: Kepemimpinan  demokrasi berpeluang tidak mandiri. Penguasa yang hakiki dalam demokrasi adalah pemilik modal.  Sehingga kebijakan berpeluang dalam arahn pemilik modal. Bertambah fatal ketik pemimpin nya juga pemilik modal. Akhirnya menimbulkan pemerintahan  kooperasi (bersatunya penguasa dan pemilik modal). Dapat dibayangkan kebijakan pro rakyat hanya tinggal angan dan isapan jempol.

/Kelayakan Pemimpin Dalam Islam/

Dalam Islam kepemimpinan adalah amanah berat. Karenanya Rasulullah pernah mengingatkan

_Nabi SAW berkata, "Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah, sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Pada hari kiamat nanti, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut" (HR Muslim)_

Karena kepemimpinan itu berat terlebih bagi yang tidak berkemampuan di dalamnya. Dan Allah sangat faham beratnya pemimpin tersebut tentu bisa dilakukan bagi mereka yang memiliki kemampuan dengan panduan Syariat. Tanpa pedoman syariat. Segala keruwetan kian membebani pemimpin.

Adapun Syarat-syarat Pemimpin Dalam Islam antara lain:

Pertama Muslim. Sebagaimana dalil dalam Qs. An-nisa' : 141 yang berbunyi: _"Allah tidak sesekali memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin."_

Kedua: Laki-laki. Hal ini berdasarkan hadist berikut, _"Tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan"_HR. Bukhkari)_

Ketiga: Baligh.
Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah,

_"Diangkat pena dari tiga golongan: dari orang gila hingga sembuh, orang tidur hingga bangun, dan anak-anak hingga Baligh" (HR. Abu Daud)_

Keempat: Berakal
Syarat berakal secara dalil sebagaimana uang tercantum dalam HR Abu Dawud di poin nomor 3.

Kelima: Adil
Syarat adil di sini berdasry surat At-Thalaq ayat 2

"persaksikalah dengan dua orang saksi yang adil"

Hal ini mengindikasikan, jika untuk saksi saja butuh orang adik. Terlebih pemimpin atau penguasa dalam Islam tentu lebih urgent syarat adil. Adil di sini bermakna mampu memutuskan perkara sesuai dengan sumber hukum Islam.

Keenam: Merdeka
Hal ini penting. Mana mungkin seorang muslim memimpin orang lain jika posisi pemimpin sendiri dalam kondisi layaknya hamba sahaya. Tidak punya hak atas kepemimpinan dirinya.

Di era sekarang secara indrawi tidak ada pemimpin hamba sahaya. Namun, dari sisi kebijakan berpeluang besar untuk disetor para pemilik modal.

Ketujuh: Mampu
Kemampuan ini adalah kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan kekhilafahan.

Hal ini meniscayakan seorang pemimpin faham betul makna kepemimpinan dan tugas seorang Khalifah. Amanah yang siap dipertanggujawabkan dari pemilik bumi dan langit beserta di antara keduanya.

Karenanya faktor kemampuan dan kelayakan ini terutama dilihat sejauhma kualitas keimanan dan kecakapan dalam menjalankan tugas kepemimpinan.

Dengan demikian jika rakyat tidak mau segala keruwetan berulang efek dari demokrasi dalam memilih pemimpin. Sudah berbiaya tinggi, namun tak sesuai ekspektasi.

Maka sudah saatnya umat membuang jauh sustem demokrasi kapitalisme dan menggantinya dengan sistem dan kepemimpinan yang amanah yaitu dengan kembali pada sistem Islam Khilafah Ala min Hajji Nubuwah. Allahu a'lam bi shawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم