TANTANGAN KETAHANAN FARMASI NASIONAL DI TENGAH WABAH PANDEMI COVID 19


Mamay Maslahat, S.Si., M.Si.

Masih melekat dalam ingatan kita, bagaimana para dokter dan tenaga medis di negeri ini mengahadapi pasien Covid-19 dengan alat perlindungan diri (APD) yang sangat terbatas, sehingga diduga banyak dokter dan tenaga medis dilaporkan terpapar/tertular  Covid-19. Berkaitan dengan hal ini, Arya Sinulingga Staff khusus Menteri BUMN menduga adanya praktik mafia alat kesehatan. Dugaan ini muncul karena tingginya impor Indonesia untuk produk-produk tersebut salahsatunya ventilator. Indonesia masih banyak mengimpor barang-barang kesehatan tidak hanya alat kesehatan akan tetapi bahan baku obat, hingga obat yang impornya bisa mencapai 90%. Ketergantungan impor ini,menguji Indonesia di masa pandemik Covid-19 ini. Ketika permintaan tinggi, Indonesia kebingungan untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan saat ini harus beradu dengan negara lain untuk mencari bahan baku (Tempo, 2020).

Besarnya jumlah penduduk dan tingkat kesehatan yang belum tinggi, Indonesia menjadi pangsa pasar besar obat-obatan dunia.  Berdasarkan data 2016 hanya 6 Perusahaan farmasi Indonesia yang menguasai pangsa pasar yaitu kalbe farma (6,5%), Sanbe farma (5,92%), Dexa Medica (3,88%), Pharos Indonesia (3,28%), Tempo Scan Pasific (2,58%) dan Kimia Farma (2,5%). Pelaku industri farmasi Indonesia dikuasai oleh 178 Perusahaaan Swasta dan 24 Perusahaan Asing, sedangkan BUMN hanya 4 perusahaan. Berdasarkan sumber Kementerian Perindustrian GP Farmasi,  diketahui bahwa ekspor obat-obatan Indonesia dari tahun 2015 hingga 2018 hanyalah sebesar 19.800 ton (USD 572,97 juta)  hingga 25.770 ton (USD 546,94 juta). Nilai ini jauh lebih rendah dari angka impor obat-obatan di tahun yang sama yaitu tahun 2015 hingga 2018 sebesar 26.510 ton (USD 652,14 juta) hingga 28.720 ton (USD 715,57 juta). Semua ini menunjukan bahwa negeri ini sangat tergantung kepada Impor dan jauh dari kemandirian farmasi.

Industri farmasi Indonesia saat ini, masih dihadapkan pada beberapa tantangan yang cukup signifikan. Indonesia masih bergantung pada impor khususnya untuk bahan baku obat atau active pharmaceutical Ingredients (API). Selain itu tantangan lainnya adalah akses untuk mendapatkan produk farmasi yang cenderung sulit karena keterbatasan distribusi yang membuat harga obat relatif mahal, serta tantangan inovasi terbaru yang dapat melahirkan produk farmasi yang dibutuhkan masyarakat.

Berkaca pada sejarah peradaban Islam dunia, kita dapatkan bahwa Umat Islam mendominasi bidang farmasi hingga abad ke-17 Masehi. Seperti halnya di bidang kedokteran, dunia farmasi professional Islam lebih dahulu unggul dibandingkan dengan Peradaban Barat. Ilmu farmasi baru berkembang di Eropa mulai abad ke-12 M atau sekitar 4 abad setelah Islam menguasainya, dan Barat banyak belajar dari Peradaban Islam.

Pada era kejayaan Khilafah Abbasiyah, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berkembang pesat termasuk di dalamnya bidang farmasi. Penelitian ilmiah gencar dilakukan dalam penemuan komposisi, dosis,penggunaan dan efek dari obat-obatan baik obat sederhana maupun campuran sehingga Umat Islam menguasai farmakologi dan farmasi. Bukti akan hal ini adalah banyaknya berdiri toko-toko obat atau apotek di Kota Baghdad (pusat kota Metropolis zaman keemasan Abbasiyah)  dan kota-kota Islam lainnya.

Pemerintah Khilafah Islam kala itu memberikan perhatian yang sangat besar dalam bidang farmasi dengan melakukan pembangunan Rumah sakit yang lengkap dengan fasilitas laboratorium untuk meracik dan memproduksi aneka obat-obatan dalam sekala besar dan memberikan perawatan gratis bagi rakyatnya yang sedang sakit. Tidak hanya itu, Pemerintah melakukan fungsinya dalam mengontrol dan mengendalikan keamanan obat-obatan yang beredar di pasaran. Dikenal adanya pejabat Al-Muhtasib yang bertugas mengawasi dan memeriksa seluruh obat-obatan yang beredar baik di took-toko obat ataupun apotek.

Demikianlah, seharusnya Penguasa menjalankan fungsinya dalam Riayatul Suunil Ummah yaitu mengurusi seluruh urusan umat. Kesehatan merupakan salahsatu dari kebutuhan pokok/primer masyarakat yang harus dipenuhi, disamping kebutuhan akan pangan, papan, sandang, dan pendidikan. Setiap individu masyarakat di negeri ini punya hak yang sama dalam mengakses jaminan kesehatan.

Negeri ini sangat kaya akan sumber daya alam, melimpah kekayaan plasma nutfahnya yang berpotensi sebagai bahan baku obat-obatan, diperlukan adanya riset dan inovasi untuk mewujudkannya sehingga negara punya harapan untuk ketahanan dan kemandirian di bidang Farmasi. Sebuah ironi, jika negeri yang kaya akan sumber daya alam ini tetapi tidak mandiri dan terus bergantung pada korporasi kapitalisme global yang hanya mencari keuntungan dan menyusahkan masyarakat. Berkacalah pada Keagungan Peradaban Islam dengan Khilafah Islamiyahnya yang mulia dan telah terbukti membawa umat Islam dalam kejayaan dan kesejateraan. Wallahu Alam bi Showab.

Dosen di Bogor

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم