Skandal "Elite" Kartu Prakerja



Oleh : Septa Yunis
(Analis Muslimah Voice)

Kartu pra kerja masih menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, pemerintah meluncurkan kebijakan ini di tengah wabah. Yang mana masyarakat lebih membutuhkan bantuan secara materi untuk menyambung hidup mereka. Bukan pelatihan kerja yang mereka inginkan.


Kebijakan ini banyak menuai kontroversi di  masyarakat maupun politisi. Pelatihan dilakukan yang diberikan diselenggarakkan secara online alias tanpa tatap muka untuk implementasi tahap awal. Hal ini juga menimbulkan polemik, pasalnya tidak semua penerima kartu pra kerja tanggap digital. Selain itu, dana pelatihan yang cukup besar juga menjadi pemicunya.


Dilansir dari Kompas.com (25/4/2020), Dana APBN yang tersedot untuk Kartu Pekerja mencapai Rp 20 triliun secara keseluruhan untuk alokasi di tahun 2020. Sementara pagu anggaran untuk penyelenggaraan pelatihan Kartu Prakerja, ditetapkan sebesar Rp 5,6 triliun.


Dana yang dibilang tidak sedikit tersebut, juga mendapat tanggapan dari Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Bhima mengatakan, program pelatihan menjadi tidak tepat sasaran dan tidak menjawab kebutuhan khususnya bagi pekerja yang di-PHK. Menurutnya, pekerja tersebut lebih baik diberikan bantuan uang tunai tanpa ikut pelatihan terlebih dahulu dan kemudian bisa ditambahkan dengan bantuan pangan.


Selain itu, muncul pula dugaan bahwa program kartu prakerja menjadi lahan bisnis elite untuk merampok uang negara. Sehingga kasus ini nantinya di kuatirkan akan menjadi bom waktu yang kapan saja bisa meledak sepertihalnya kasus BLBI atau mega skandal E-KTP yang sampai sekarang belum tuntas penegakan hukumnya.


Pelatihan yang melibatkan ruangguru, perusahaan yang diaku milik mantan stafsus Presiden, Belva Devara menjadi salah satu yang disoroti dalam skandal kartu Prakerja tersebut. Pasalnya sebagai elite politik, tidak sepantasnya Belva mengikutsertakan perusahaan miliknya  dalam mitra kartu pra kerja, sebab akan terlibat konflik kepentingan di dalamnya.
Dalam Undang-Undang (UU) administrasi pemerintahan, konflik kepentingan didefinisikan sebagai suatu:    “kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.”


Meskipun sekarang, Belva Devara telah mengundurkan diri dari jabatan stafsus Presiden, namun hal ini masih menjadi skandal. Dan seharusnya tidak menjadikannya lepas dari tanggung jawab hukum berkaitan dengan nepotisme.


Menanggapi kasus Belva dengan Ruanggurunya, tokoh nasional, yang juga mantan aktivis Rizal Ramli, Dia mengatakan, dugaan kasus Ruangguru,  adalah kolusi korupsi atas kue stimulus Covid-19 yang dilakukan para pejabat, elite politik dan staf khusus Istana.


Kartu pra kerja yang banyak menimbulkan skandal, seharusnya dapat dikaji ulang. Mengingat banyak masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan tunai untuk melangsungkan hidup mereka di tengah pandemi ini. Dana 5,6 T bisa dialihkan menjadi BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang lebih dibutuhkan masyarakat saat ini. Jika pemerintah benar-benar memikirkan rakyatnya, pasti akan mengkaji ulang program kartu pra kerja. Namun tabiatnya kapitalisme yang berasaskan manfaat, jelas program yang sangat bermanfaat untuk para kapitalis dan elite politik yang terlibat di dalamnya. Urusan rakyat dianak tirikan.


Begitu adanya ketika kita hidup di alam kapitalisme. Aturan yang digunakan sama sekali tidak ada yang berpihak dengan rakyat. Padahal fungsi sesungguhnya negara adalah meriayah dan mengayomi rakyatnya.

Sudahkah kita berpikir kapitalismelah yang membuat carut marut negeri ini?[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم