Oleh : Wafi Mu'tashimah
(Siswi SMAIT Al Amri)
Ditengah kepanikan masyarakat akibat Virus Corona, pemerintah tetap 'ngotot' melanjutkan pemindahan Ibu Kota Baru (IKN). Proyek yang jelas-jelas tidak menguntungkan rakyat sama sekali.
Juru bicara Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (MARVES), Jodi Mahardi mengatakan bahwa proses pemindahan IKN hingga kini masih berjalan sesuai rencana. (Detik.com)
Kebijakan ini menuai kecaman dari berbagai pihak. Masyarakat dibuat naik darah. Pemerintah yang katanya berpihak pada rakyat, malah mengecewakan mereka. Alih-alih mengedepankan nyawa rakyat dengan mengalihkan dana proyek itu untuk biaya penanganan Covid-19, mereka malah terus melanjutkannya. Bahkan pemerintah 'ngutang' lagi untuk biaya penanganan. Beban pun terus bertambah dipundak rakyat. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga lagi.
Para pemimpin negeri ini sudah selayaknya ingat, bahwasanya ekonomi jatuh dapat dibangun lagi, akan tetapi bila nyawa melayang, tidak bisa diambil lagi. Jika proyek ini merugikan rakyat, lalu untuk apakah pemerintah mempertahankannya? Ini yang layak menjadi renungan bagi kita semua.
Dari fakta ini, tampak tercium bau kepentingan korporasi dalam proyek IKN. Bila ia merugikan masyarakat, berarti menguntungkan bagi para pemilik modal, para korporat. Pemerintah takut, apabila proyek ini berhenti, pundi-pundi uang yang selama ini mengalir kekantong mereka akan berhenti seketika.
Beginilah gambaran peguasa yang berorientasi dunia. Saat mereka mengambil kapitalis-sekuler sebagai ideologi. Memang penganut ideologi ini, percaya bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Tapi bagi mereka, hidup hanyalah untuk mencari materi semata, bukan untuk beribadah kepada Tuhan alam semesta. Standar kebahagiaan bagi para kapitalis hanyalah saat kebutuhan jasmani terpenuhi, sehingga uang dan kekayaan yang terpenting bagi mereka.
Lalu bagaimana dengan Islam?
Dalam Islam, standar kebahagiaan adalah ridho Allah SWT. semata. Manusia hidup di dunia bertujuan untuk beribadah kepada-Nya. Begitupun manusia yang harus taat pada aturan Allah, tak pandang bulu. Baik rakyat jelata maupun penguasa.
Seorang penguasa, seharusnya mengedepankan urusan rakyatnya dibandingkan dengan urusan pribadi. Sebab, ia berorientasi akhirat bukan dunia. Karena hal ini juga perintah Allah SWT. Rasulullah SAW. bersabda:
"Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak" (HR. Nasa'i, At Tirmidzi, dan dishahihkan Albani).
Mayoritas masyarakat Indonesia ialah seorang muslim, dan saat penguasa dinegeri ini beriman dan bertakwa, maka mereka akan berusaha dengan sebaik-baik ikhtiar untuk menyelamatkan nyawa rakyatnya. Baginya, nyawa rakyat lebih penting daripada dirinya sendiri, apalagi dari para korporat.
Begitu pula, para pemimpin Islam sekali-kali tidak akan mencoba untuk mendzalimi rakyatnya. Tidak akan menciptakan kebijakan yang merugikan masyarakat. Rasulullah SAW. bersabda:
"Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus." (HR al-Bukhari dan Ahmad)
Seorang pemimpin akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan takut melakukan hal-hal yang mendzalimi rakyatnya. Karena ia akan ditanyai diakhirat kelak, apa saja yang ia lakukan terhadap rakyatnya. Jika ada satu insan saja yang merasa terdzalimi, maka akan menghalanginya untuk masuk surga. Tapi kita harus ingat, pemimpin seperti ini hanya akan terwujud jika Islam menjadi dasar negaranya. Wallahua'lam bishowab.[]