Oleh : Ekky Marita, S.Pd
(Pendidik)
Covid-19 yang melanda Indonesia membawa banyak dampak bagi kehidupan. Ekonomi sulit, bahan pangan mahal, PHK massal serta kriminalitas tinggi karena bebasnya napi akibat tuntutan ekonomi. Salah satu yang paling berat dirasakan adalah para pencari kerja. Sebab mereka tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk keluarganya.
Penguasa merespon problem ini dengan menghadirkan program kartu prakerja. Dengan harapan besar rakyat menggantungkan manfaat dari kartu ini. Tetapi, peserta kartu akan diberi pelatihan online yang mana dananya akan menguntungkan pengusaha digital seperti perusahaan milik stafsus presiden.
Dikutip oleh TRIBUNJATENG.COM (14/04/2020), "JAKARTA - Pendiri Ruangguru, Belva Devara, menjadi Staf Khusus Milenial Presiden Republik Indonesia. Ruangguru ditunjuk menjadi aplikator Kartu Prakerja, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia (RI) Belva Devara dinilai melakukan praktik korupsi.
"Pertumbuhan ekonomi dalam pandemi ini diprediksi minus. Bisnis terpuruk. PHK di mana-mana. Tapi negara malah menyediakan Rp. 5.6 Triliun untuk pelatihan online? Kebijakan ini bukan saja tak perlu tapi juga korup bila mitra yang ditunjuk adalah perusahaan milik stafsus Presiden", ungkap Rachland Nashidik.
Kehadiran program ini nampaknya dijadikan sebagai ajang bisnis bagi para elit. Ketika salah satu platform pelatihan yang ditunjuk, seperti Ruangguru milik stafsus presiden, maka dana APBN akan mengucur ke kantong pengusaha tersebut. Apa yang akan didapat rakyat jika perputaran uang hanya beredar pada para pebisnis?
Politik Oligarki dalam Demokrasi
Penguasa saat ini dikelilingi oleh para pebisnis muda (CEO) sebagai stafsus. Bahkan jajaran tinggi ditopang oleh para kapitalis. Maka ketika suatu proyek triliunan dilimpahkan kepada salah satu perusahaan milik anggota dewan, seperti kasus Belva, wajar jika publik menaruh curiga. Sebab proyek untuk rakyat ternyata hanya alasan untuk mengisi kas bisnis kawan rezim.
Begitulah potret politik demokrasi penuh taktik licik untuk mengelabui rakyat. Dana yang dihimpun dari rakyat untuk mengisi APBN atau pembangunan, nyatanya berputar pada pebisnis. Maka tak salah jika rezim mempraktikkan politik oligarki.
Oligarki merupakan suatu sistem pemerintahan dimana kekuasaan politik dipegang oleh kelompok elit kecil yang berasal dari masyarakat berdasarkan keluarga, kekayaan, ataupun militer. Kelompok kecil (minoritas) diartikan pelaku yang menguasai atau mengendalikan sumber daya materi untuk mempertahankan dan meningkatkan kekayaan pribadi serta posisi sosial. Kelompok itu adalah kapital, pemodal, investor, atau pengusaha. (Ilmugeografi.com)
Praktik ini menguntungkan bagi para korporat. Sebab dalam sistem demokrasi diajari politik balas budi. "Saya menang, anda pun senang". Pengusaha dapat keuntungan, penguasa mendapat kekuasaan. Yang mengeluarkan biaya besar, maka mereka meminta keuntungan yang lebih besar dengan kebijakan. Sungguh rakyat telah ditipu bertahun-tahun dengan strategi ini. Rakyat begitu polos dengan menaruh harap tercukupi kebutuhannya, pupus sudah kepercayaannya, rezim hanya mengandalkan omong kosong belaka.
Di tengah pandemi pun penguasa tidak berpihak pada rakyat. Banyak tunjangan yang dipangkas. Seperti insentif guru justru dialihkan ke penanganan wabah. Pangkas sani-sini bahkan dana haji pun rencananya diperuntukkan untuk menangani wabah Corona. Sedangkan biaya pemindahan ibukota baru tidak dipangkas sama sekali, dan proyek mega didapat pengusaha. Terlihat pilih kasihnya, namun tampak penguasa kalang kabut mencari sumber dana untuk mengatasi pandemi. Hal ini membuktikan bahwa kas negara defisit dan hutang menumpuk. Inilah akibatnya ketika anggaran tidak melihat skala prioritas akan dilanda krisis.
Kejadian Corona telah membukakan mata kita bahwa perekonomian kapitalis yang ditopang pajak dan hutang serta politik oligarki yang diterapkan akan lemah bahkan hancur. Tak ada pemasukan APBN, sehingga penguasa hanya punya dua pilihan, menyelamatkan ekonomi atau nyawa rakyat. Lantas, akankah rakyat bertahan dengan sistem rusak yang tak bisa menyelamatkannya, atau berubah pada sistem yang lebih baik?
Islam Solusi Permasalahan Umat
Islam memiliki aturan yang begitu sempurna termasuk urusan politik yang menyangkut hajat hidup umat. Aturan politik dalam Islam tidak mngenal oligarki yang mencari keuntungan dari kekuasaan. Seorang khalifah akan bertugas untuk menjalankan syariat Allah dengan amanah, karena akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Segala sesuatu yang berkaitan untuk memenuhi kebutuhan umat selalu diutamakan. Inilah makna politik sesungguhnya dalam Islam. Sehingga ketika terjadi wabah, maka khalifah akan memprioritaskan untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Satu nyawa seorang muslim lebih berharga dibanding dunia seisinya.
Tidak seperti sistem Kapitalis, dimana untuk menangani pandemi bingung luar biasa untuk mencari sumber dana. Islam memiliki aturan pengelolaan dana APBN yang didapat dari berbagai sumber, seperti zakat, jizyah, kharaj, fa'i, kekayaan milik umum, dan negara. Sehingga negara hadir untuk menjamin semua kebutuhan rakyat termasuk ketika diberlakukannya karantina wilayah.
Baitul maal bersifat sentralisasi, oleh karena itu dana akan didistribusikan dengan porsi yang lebih besar ke wilayah yang menerapkan lockdown. Inilah potret singkat bagaimana sistem Islam, yaitu khilafah, mengatur kehidupan rakyat dengan optimal. Sungguh sangat berbeda dengan penerapan sistem hari ini.
Jadi saatnya menunjukkan kelebihan yang dimiliki sistem Islam, yang akan mendatangkan rahmat lil alamiin. Segera buang jauh sistem Kapitalis dengan praktik oligarkinya yang hanya mencari untung di saat pandemi terjadi.
Wallahu 'alam bishshawab.[]