Oleh: Anna Liesa
Awal 2020 seolah menjadi awal malapetaka munculnya wabah corona di berbagai negeri. Diawali dari China, tepatnya di kota Wuhan provinsi Hubei China virus corona muncul dan menjangkiti ribuan warganya, banyak yang akhirnya meregang nyawa akibat virus ini. Corona Virus Disease 19 (Covid-19) terus menyebar ke berbagai arah. Semua disasar. Tak peduli agama, suku, ras, tempat tinggal maupun status sosial. Per 8 april 2020 Jumlah pasien Corona (COVID-19) yang sembuh terus bertambah. Dari total 2.965 kasus positif Corona, 222 orang dinyatakan sembuh. Artinya, tingkat kesembuhan (recovery rate) pasien Corona di Indonesia 7,5%.
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. dr. Zubairi Djoerban Sp.PD memprediksi penyebaran Covid-19 ini seperti gunung es. Artinya, jumlah kasus yang terlihat tampak sedikit, padahal banyak yang tidak terungkap.
Menurut prediksi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), yang merupakan bagian draft “Covid-19 Modelling Scenarios, Indonesia”, tanpa intervensi Negara, lebih kurang 2.500.000 orang berpotensi terjangkit Covid-19. Bila intervensinya rendah, kurang lebih 1.750.000 orang berpotensi terjangkiti Covid-19. Menurut prediksi beberapa kalangan, akan terjadi super spreading (penyebaran tak terkendali) wabah ini pada Ramadhan dan Lebaran tahun ini.
Bukan hanya banyaknya korban jiwa karena wabah ini saja yang menjadi momok menakutkan bagi dunia. Ekonomi dunia pun diambang kehancuran akibat wabah corona. Menurut Organisasi Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), pertumbuhan ekonomi bisa turun menjadi yang terburuk sejak 2009.
OECD memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2020 ini akan berkisar pada angka 2,4%, turun dari angka 2,9% pada bulan November. Namun menurut mereka, apabila wabah ini menjadi lebih intensif lagi, pertumbuhan bisa hanya tinggal 1,5%, hampir separuh dari tahun lalu. Menurut perkiraan OECD, ekonomi global akan pulih lagi ke angka pertumbuhan 3,4% pada tahun 2021 (bbc.com, 03/03/2020).
Bagaimana dengan Indonesia? Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tertekan akibat wabah virus corona atau Covid-19. Sayangnya, ADB belum bisa memberi proyeksi angka pasti penurunan ekonomi tersebut (cnnindonesia, 04/03/2020).
Inilah yang dikhawatirkan Indonesia, dampak ekonomi lebih ditakuti pemerintah dibanding dengan banyaknya kasus kematian akibat wabah ini. Beberapa kebijakan pemerintah yang membuktikan hal tersebut diantaranya:
1. Pemberian Insentif pada sektor pariwisata sebesar Rp298 miliar Hal ini digelontorkan sebagai bagian dari antisipasi turunnya wisatawan China akibat virus corona. (Liputan6.com)
2. Membebaskan WNA keluar masuk Indonesia. "Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly mengungkapkan 10 negara yang warganya masuk ke Indonesia, pertama adalah China yaitu 188.000 orang, Singapura 130.000, Australia 120.000. Lalu Malaysia, India, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, dan Rusia sebanyak 722.000 orang," kata dia dalam Rapat Kerja Komisi III yang berlangsung melalui teleconference, Rabu (1/4). (CNN.com)
3. Membayar buzzer untuk tutupi dampak corona. "Redam Dampak Virus Corona, Jokowi Beri Influencer Rp72 M. Pemerintah bakal mengucurkan dana Rp72 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk influencer. Dana itu merupakan bagian dari insentif yang diberikan pemerintah untuk sektor pariwisata demi menangkal dampak 'infeksi' virus corona terhadap ekonomi domestik. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dana itu akan digelontorkan Maret 2020. Selain untuk influencer, demi meredam dampak virus corona pemerintah juga menganggarkan dana Rp103 miliar untuk promosi dan kegiatan pariwisata sebesar Rp25 miliar." (CNN.com)
4. Terakhir pemerintah enggan untuk menaikan level dari sosial distancing menjadi karantina wilayah karena akan menganggu perekonomian. Bahkan pemerintah menolak usulan Anies Baswedan agar DKI di lockdown, pemerintah justru mengambil opsi lain yaitu darutat sipil meskipun akhirnya dibatalkan karena banyak penolakan dari berbagai pihak.
Karena ketika pemerintah melakukan lockdown, maka secara otomatis semua fasilititas publik harus ditutup. Sekolah, transportasi umum, tempat umum, perkantoran, bahkan pabrik harus ditutup dan tidak diperkenankan beraktivitas. Aktivitas warganya pun dibatasi, tentu ini sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Maka seharusnya disinilah peran vital pemerintah sangat dibutuhkan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup masyarakat dalam waktu lockdown yang ditetapkan.
Ketika kita merujuk kepada aturan negara, tentu hal ini sejalan dengan, Pasal 52 UU No 6 Tahun 2018 Tentang KARANTINA KESEHATAN. Yang berisi "(1) selama penyelenggaraan Rumah Karantina, kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan yang sesuai dengan Karantina Rumah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat."
Dari fakta-fakta di atas menunjukan bahwa pemerintah gagap dalam menangani wabah corona. Hal ini bukan tanpa sebab, mengapa Indonesia dan negara-nagara lain berfikir beribu kali untuk menetapkan lockdown. Sebab akar permasalahannya adalah penerapan sistem kapitalisme sekuler yang mengakibatkan perekonomian negara-negara di dunia rapuh. Bubble economy yang diciptakan kapitalisme menjadikan setiap negara seolah kuat padahal didalamnya rapuh, sebab ekonomi kapitalis bisa hidup hanya dengan sistem ribawi dan distribusi kekayaan yang tidak merata. Alhasil negara yang dikatakan maju jika pendapatan per kapitanya tinggi.
Pandemi virus Corona (Covid-19) telah menyebabkan ekonomi dunia dalam gejolak krisis yang kritis. Bank-bank sentral terkemuka di dunia, khususnya, Bank Sentral Amerika (FED), mengambil keputusan untuk memotong suku bunga dan melakukan ekspansi moneter seperti pada krisis 2008. Sungguh, ini merupakan krisis yang unik, menurut para spesialis, sebab tidak ada contoh krisis seperti pandemi covid-19 dalam sejarah gabungan ekonomi dunia, dan juga bahwa berbagai dampak dari pandemi ini akan menyisakan kerusakan permanen pada ekonomi dunia (sumber: dw.com, 17/03/2020).
Sungguh, virus Corona (Covid-19) secara serius mengguncang semua rezim, khususnya di Barat yang kapitalis. Hal ini telah menurunkan tingkat suku bunga dan harga minyak yang disimpan Amerika di atas lima puluh dolar. Sebab hal itu memiliki dampak yang sangat mengejutkan pada ekonomi dunia, dan dampaknya masih terus meningkat.
Pada kenyataannya, gangguan terhadap perdagangan global yang terjadi menempatkan jutaan pekerjaan dalam bahaya, tidak hanya di AS, tetapi di seluruh dunia. Seperti yang dikatakan Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell: “Ekonomi Tiongkok sangat penting dalam ekonomi global sekarang, dan ketika ekonomi Tiongkok melambat, kami merasakannya.” Ekonomi Tiongkok berada di urutan kedua setelah AS, dengan produk domestik bruto hampir $ 14,55 triliun pada 2019, yang merupakan 16,38 persen dari ekonomi global. Ekspor global Tiongkok bernilai $ 2,5 triliun pada tahun 2018, menurut Bank Dunia.
Michael Robert dalam It Was The Virus That Did It mengatakan pandemik Corona akan mengguncang ekonomi global lebih buruk dari yang sebelumnya pernah terjadi. Namun resesi yang akan terjadi bukanlah disebabkan oleh Corona, melainkan gerak kapitalisme itu sendiri. Pandemik Corona menjadi palu yang membongkar kebusukan kapitalisme.
Virus Corona (Covid-19) menunjukkan bahwa sistem kapitalis adalah sistem yang sangat lemah dan sangat tidak stabil. Bahkan, karena virus Corona (Covid-19), di Amerika, yang dianggap ekonomi paling kuat di dunia pun tumbang karena virus corona.. Karena sistem mereka, tidak diragukan lagi, tidak ubahnya sarang laba-laba, sebagaimana firman Allah subhānahu wa ta’āla: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (TQS al-Ankabūt [29] : 41).
Kebijakan Ekonomi Khilafah Hadapi Pandemi
Penyebaran penyakit corona memang berdampak pada penurunan ekonomi. Namun, penyakit ini tak boleh dijadikan tersangka tunggal atas kelesuan ekonomi Indonesia dan dunia. Sebelum corona merebak, ekonomi negara-negara di dunia sangat fluktuatif. Terlebih negara kita yang telah melemah sebelum wabah ini sampai Ke Indonesia. Wajar jika hal ini terjadi sebab sebagian dari negara-negara berkembang sangat bergantung pada import negara maju. Sehingga ketika ekonomi China melemah maka imbasnya akan dirasakan pula oleh negara-negara yang bergantung padanya.
Negara yang menggantungkan dari pendapatan untuk APBN negaranya dari sektor pariwisata pun ikut terkena imbasnya. Sebab kunjungan wisman semakin sepi. Sehingga wajar ekonomi negara semacam ini akan terus di dikte oleh Asing. Berbeda halnya dengan Khilafah. Khilafah adalah negara yang independen, tidak tergantung pada asing. Hal ini karena khilafah mengamalkan perintah Allah ‘Azza wa Jalla yang melarang memberikan jalan apa pun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman dalam firman-Nya:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS Al-Nisâ’ [4]: 141)
Wujud independensi ekonomi khilafah adalah pemenuhan kebutuhan vital dari produksi dalam negeri. Dengan kata lain Khilafah mewujudkan swasembada penuh. Pada barang yang bersifat pelengkap (bukan vital), khilafah boleh impor, namun tidak boleh menjadikannya tergantung pada negara lain. Untuk mewujudkan swasembada penuh, khilafah membangun industri dengan masif. Khilafah menjadikan industri, pertanian, perdagangan dan jasa sebagai penopang ekonomi.
Sektor pariwisata tidak dijadikan penopang ekonomi, melainkan sebagai layanan negara pada warganya untuk meningkatkan kebahagiaan mereka. Sehingga pariwisata tidak dijadikan sumber devisa. Ketika ada penurunan arus wisman ke khilafah, hal itu tidak mempengaruhi ekonominya.
jika khilafah menghadapi penyakit Corona, apa kebijakan ekonomi yang ditempuh? Kebijakan ekonomi khilafah merupakan bagian integral dari kebijakan politik pemerintahan, sehingga tak terpisah dari kebijakan negara di bidang lainnya. Berikut rinciannya:
1) Memastikan suplai kebutuhan vital pada wilayah yang diisolasi, jika pusat penyakit ada di wilayah khilafah.
Agar penyakit tidak meluas, wilayah yang menjadi pusat penyakit harus diisolasi. Namun isolasi tidak boleh mengabaikan kebutuhan warga setempat. Khilafah memastikan kebutuhan makanan, minuman, alat kesehatan pribadi (masker, hand sanitizer, dll), bahan untuk memperkuat imunitas tubuh (baik herbal maupun kimiawi), layanan kesehatan (rumah sakit, tenaga medis, obat, alat kesehatan, dll), layanan pengurusan jenazah dll tersedia secara cukup. Sehingga warga di pusat penyakit bisa cepat sembuh.
2. Membiayai aktivitas edukasi dan promosi hidup sehat pada masyarakat di luar wilayah pusat penyakit.
Juga pengecekan pada orang-orang yang merasa mengalami gejala penyakit Corona. Termasuk aktivitas sanitasi pada tempat-tempat publik seperti playground, halte, stasiun, terminal, bandara, sekolah, toilet umum, dll. Juga pemasangan alat pendeteksi suhu tubuh di semua titik akses masuk wilayah khilafah. Semua aktivitas ini dibiayai negara dari kas baitulmal.
Dana untuk mengatasi corona di Bagian Belanja Negara Baitulmal masuk dalam dua seksi. Pertama, Seksi Mashalih ad Daulah, khususnya Biro Mashalih ad Daulah. Kedua, Seksi Urusan Darurat/Bencana Alam (Ath Thawari). Seksi ini memberikan bantuan kepada kaum muslim atas setiap kondisi darurat/bencana mendadak yang menimpa mereka.
Biaya yang dikeluarkan dari seksi Ath Thawari diperoleh dari pendapatan fai’ dan kharaj. Apabila tidak terdapat harta dalam kedua pos tersebut, maka kebutuhannya dibiayai dari harta kaum muslim (sumbangan sukarela atau pajak).
3) Melarang praktik ihtikar (penimbunan) pada barang apa pun. Baik sembako, masker, hand sanitizer, dll. Jika terbukti melanggar, pelaku akan diberi sanksi.
4) Membiayai riset untuk menemukan obat dan antivirus corona. Negara membuka kesempatan bagi warga negara yang kaya untuk sedekah dan wakaf bagi penelitian ini.
5) Menghentikan impor barang dari wilayah pusat penyakit, jika pusat penyakit ada di luar wilayah khilafah. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk terhadap barang tersebut, khilafah akan memasok produk substitusinya. Misalnya gandum diganti serealia lainnya, buah impor diganti buah lokal, dll.
6) Melarang kapitalisasi antivirus corona. Sehingga antivirus bisa dinikmati semua manusia tanpa ada pihak yang mencari keuntungan di tengah musibah.
7) Memberikan bantuan sosial pada negara lain yang terdampak corona. Baik berupa sembako, obat-obatan, antivirus, tenaga medis, dll. Baik penduduknya muslim atau kafir.
Demikianlah gambaran kebijakan ekonomi khilafah jika menghadapi corona. Dengan kebijakan seperti ini, secara efektif akan memutus penyebaran virus dan mengoptimalkan upaya penyembuhan pasien. Sehingga wabah seperti penyakit corona sekarang ini, bisa diatasi sebelum menyebar ke seluruh dunia. Wallahu'alam Bish shawwab.[]