Nekat, Bandara Kediri Tetap Dibangun di Tengah Pandemi Corona



Oleh Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice

Kabar mengejutkan datang dari detik.com (15/4/2020). Pasalnya, bandara Dhoho di Kediri, Jawa Timur mulai dibangun hari ini 15 April 2020, bertepatan dengan dilaksanakannya peletakan batu pertama (groundbreaking). Pembangunan bandara dilaksanakan oleh PT Gudang Garam (Tbk) melalui anak usahanya.

Direktur Gudang Garam Istata Taswin Siddharta menyatakan, pembangunan Bandara Kediri diperkirakan memakan dana Rp 6 triliun hingga Rp 9 Triliun. Rentang kebutuhan dana itu lebih kecil dari sebelumnya yakni antara Rp 1 triliun hingga Rp 10 triliun. Dia mengatakan, investasi itu berasal dari dana internal perusahaan. (detik.com 11 Maret 2020)

Dari dua paparan fakta di atas menunjukkan bahwa penguasa begitu ngotot memenuhi syahwat korporat untuk geber bandara Kediri. Padahal dunia sedang mengalami musibah pandemi corona. Seharusnya pemerintah melakukan PSBB untuk mengurangi tersebarnya covid-19 dengan menunda dulu pembangunan bandara. Atas nama kerjasama dan investasi akhirnya bandara tetap dibangun walau pandemi corona menerpa.

Bandara adalah merupakan alat transportasi yang seharusnya dikelola oleh negara secara penuh. Tapi, dalam kasus bandara Kediri ini, negara hanya sebagai regulator dan pelaksana pembangunan diserahkan kepada kapitalis. Sebenarnya ini alarm bahaya, karena adanya bandara ini akan dikomersialisasi oleh para kapitalis.

Lebih-lebih Kementrian Perhubungan akan memberikan hak konsesi pengelolaan Bandara Kediri kepada Gudang Garan selama 30 tahun sampai 50 tahun. Kementrian berencana menerbitkan izin badan usaha udara (BUBU) jika sudah ada penunjukan Gudang Garam. Perusahaan pun berharap menuntut hak selama 50 tahu karena mereka tidak mau rugi. Pertanyaannya setelah kurang lebih dari 50 tahun rakyat Indonesia akan mendapatkan apa?

Hal tersebut menunjukkan abainya negara dalam menciptakan wahana transportasi untuk rakyat. Bukannya mengelola malah mengkapitalisasinya di tengah wabah pandemi corona. Padahal bandara menjadi kota hantu dan tempat parkir pesawat saat pandemi melanda, seperti yang terjadi di San Fransisco  AS, Jepang, Delhi, Hong Kong, Berlin, Wina hingga Seoul. Demikian yang dilansir detikTravel dari Reuters (31/3/2020), semula menjadi bandara tersibuk menjadi kota hantu dan hanya tempat parkir pesawat.

Di tengah wabah pandemi seharusnya dana untuk pembangunan infrastruktur dialokasikan untuk penanganan covid-19. Bukan malah dihamburkan uang sebanyak itu untuk memenuhi syahwat para kapitalis membangun bandara untuk meraup keuntungan dari bisnis bandara tersebut.

Inilah wujud kelirunya sistem kapitalisme, menyerahkan sektor yang seharusnya dikelola negara malah diserahkan kepada kapitalis. Padahal di dalam pandangan Islam negara wajib menciptakan alat transportasi umum dengan berkualitas dan murah tanpa menjadikan ajang bisnis para kapitalis. Karena dijadikan bisnis, rakyat akan terbebani dengan mahalnya biaya untuk menikmati transportasi tersebut. Kiranya hanya dengan sistem Islam negara mampu mempunyai sistem keuangan yang kuat sehingga mampu membangun bandara tanpa intervensi kapitalis. Wallahu’alam.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم