MENAKAR PERAN ‘KARTINI MODERN’ DI MASA PANDEMI: Masihkah Menjadi Pendidik Pertama-tama bagi Manusia?





_Oleh: Endah Sulistiowati dan Puspita Satyawati_

I. PENGANTAR

Memajukan peran kaum perempuan menurut R.A. Kartini, bukan berarti ingin menyamakan kedudukan perempuan apalagi mendorong persaingan dengan kaum laki-laki, melainkan bagaimana memberikan ruang kepada kaum perempuan untuk berperan sebagai pendidik manusia yang pertama-tama, khususnya anak-anaknya. Hal ini terbukti dari adanya Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902, yang berbunyi:

“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan. Bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar bagi kaum perempuan agar lebih cakap melakukan kewajibannya. Kewajiban yang diserahkan alam ke dalam tangannya yaitu menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama–tama.”

Atas jasa R.A. Kartini, biasanya secara rutin, kelahirannya diperingati dengan seremoni yang semarak.Tahun ini tak ada seremoni Hari Kartini karena kita tengah mengalami duka pandemi. Meski demikian, semangat perjuangan Kartini tetap bisa kita teladani, bahkan relevan dengan peran perempuan (ibu) di masa pandemi Covid-19 saat ini.

Kini di masa pandemi Covid-19, peran mulia ibu sebagai pendidik manusia yang pertama-tama sedang diuji. Menindaklanjuti keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam rangka mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan lembaga pendidikan, maka sejak Senin (16/3/2020) seluruh sekolah diliburkan dan mengganti pembelajarannya dengan mengerjakan tugas di rumah atas pengawasan orang tua (Home Learning).

Sekilas, keputusan belajar di rumah terkesan menyenangkan, namun ketika proses berjalan, faktanya banyak keluhan, terutama orang tua, khususnya ibu dari murid di tingkat PAUD dan SD. Keluhannya beragam. Dari gagap teknologi tidak mampu mengoperasikan aplikasi pendidikan, tidak bisa mendisiplinkan anak segera mengerjakan tugas, secara ilmu tidak mampu untuk membantu anak mengerjakan tugas, hingga menimbulkan perasaan stres secara psikologis karena beban ganda yang harus ditanggung, baik waktu, tenaga dan pikiran. Jadi, Home Learning terasa lebih memberatkan mereka apalagi masih harus menjalankan aktivitas Work From Home.

Beban semakin terasa berat jika suami sebagai partner hidup -karena beberapa alasan- tidak terlibat. Sebagaimana dilansir oleh kalderanews.com, Rabu (8/4/2020), warganet dikejutkan dengan viral kicauan berisi keluhan ibu-ibu yang mendampingi anak-anaknya belajar di rumah karena pandemi Covid-19. Dalam akun twitternya yang berjudul “Isi hati beberapa ibu-ibu,”seorang ibu mengunggah empat gambar screenshot perbincangan via WA disertai pernyataan keluhan.

Sang ibu merasa dibuat repot, stres, ingin banting laptop, bahkan akan minta biaya psikiater ke pihak sekolah, gegara banyaknya tugas dari guru untuk ananda sehingga tidak sempat mengurus dapur dan pekerjaan pribadinya.

Benarkah mendampingi anak belajar di rumah dalam masa pandemi Corona ini, menyebabkan 'Kartini modern' menjadi merasa beban bahan stres? Bukankah memang tugas seorang ibu untuk mendidik putra-putrinya?

II. PERMASALAHAN

Untuk menelisik keberadaan para ibu yang merasa terbebani dalam program Home Learning selama masa pandemi, hingga solusi agar 'Kartini modern' enjoy mendidik putra-putri, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa 'Kartini modern' merasa berat (beban) saat menjalankan tugas membimbing/mendampingi proses belajar putra-putri di rumah selama masa pandemi Corona?

2. Apa dampak negatif dari sikap 'Kartini modern' yang menjadikan tugas mengajar anak di rumah selama masa pandemi Corona, sebagai beban bahkan merasa stres?

3. Bagaimana strategi mendidik anak selama masa pandemi Corona yang enjoy/menyenangkan bagi 'Kartini modern?'

III. PEMBAHASAN

A. Saat 'Kartini Modern' Kian jauh dari Fungsinya, Program Home Learning di Masa Pandemi Corona Menjadi Beban

Beberapa kalangan menilai bahwa perempuan merupakan salah satu kelompok paling rentan di tengah pandemi Corona. Dalam sebuah diskusi daring baru-baru ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengatakan perempuan memiliki beban ganda dalam masa pandemi ini.

Menurutnya, kondisi pandemi berpengaruh pada sisi kehidupan perempuan, baik secara sosial dan ekonomi. Banyak pekerja perempuan di-PHK dan dirumahkan. Padahal di antara mereka menjadi tulang punggung bahkan ‘kepala keluarga.’ Sebagiannya kini menjahit masker, APD, membuat hand sanitizer yang dijual untuk mencukupi kebutuhan keluarga. 

Pun banyak pekerja migran perempuan yang pulang ke tanah air karena wabah dan kini menganggur. Selain itu, perempuan pekerja juga dibebani di rumah dengan adanya sistem Home Learning untuk anaknya. Dampaknya, wabah corona memberi beban ganda bagi perempuan.

Jika ditelisik lebih dalam, mendampingi anak belajar bagi seorang ibu terasa menjadi beban, tersebab selama ini ibu kian jauh dari fungsi utamanya. Dalam Islam, fungsi  perempuan adalah menjadi ibu yang bertugas mendidik putra-putri dan pengatur rumah tangga. Kaedah syara’ menyatakan “Al ashlu fil mar’ah innahaa ummun wa robbatul bait (tugas utama perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga ).”

Secara paradigmatis, kurangnya pemahaman ibu terhadap fungsinya tentu akan berpengaruh pada praktik mendidik anak. Tak dipungkiri, saat berumah tangga ada perempuan yang lebih siap menjadi istri tapi tak siap menjadi ibu. Sehingga proses mengandung, melahirkan, mengasuh dan mendidik anak, sekadar peristiwa alamiah tanpa diiringi perilaku ideal sebagaimana yang dituntunkan dalam agama.

 Namun sejatinya, kasus ini tidak berdiri sendiri. Dalam masalah ini, tidak bijak jika semata-mata menjadikan kaum ibu sebagai pihak tertuduh atau layak dipersalahkan. Kian jauhnya ibu dari fungsinya, tak bisa dipisahkan dari penerapan sistem hidup kapitalisme liberal.

Faktanya, penerapan sistem ekonomi neoliberal lebih berpihak pada kepentingan para kapital (pengusaha, investor) ketimbang rakyat kecil. Merekalah selama ini penguasa sektor-sektor strategis yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Kaum oligark yang berjumlah 1% tapi menguasai 46% kekayaan penduduk negeri ini.

Liberalisasi ekonomi dari hulu ke hilir telah memproduksi kemiskinan struktural. Untuk dapat bertahan hidup tak hanya ayah yang mencari nafkah. Kaum ibu turut serta dalam pusaran dunia kerja.

Ditambah masifnya program pemberdayaan ekonomi perempuan yang juga dilegalisasi oleh penguasa. Secara sistematis, hal ini mendorong kaum ibu bergelut dalam dunia kerja atas nama kesetaraan gender, aktualisasi diri dan produktivitas hidup.

Karena desakan ekonomi dan motif kesetaraan inilah (pun berbagai alasan lainnya), selama ini kaum ibu lebih lama berada di luar rumah untuk bekerja dan sedikit sekali waktu bersama ananda dan keluarga di rumah.

Perhatian dan pengasuhan anak seringkali berjalan ala kadarnya. Fungsi pendidik pertama dan utama sulit dijalankan oleh sang ibu. Peran ini akhirnya dilimpahkan kepada sekolah dan pengasuh. Bahkan keduanya seringkali berposisi “menggantikan” peran ayah bunda dalam mendidik ananda.

Kini, pandemi Covid 19 telah membawa kaum ibu kembali ke “tempat asal’nya, ke dalam pangkuan keluarga terutama anak-anak mereka. Sayangnya, karena terlalu lamanya ibu meninggalkan peran keibuannya, maka saat menjalani swakarantina di masa pandemi Covid-19 ini banyak yang gagap bahkan stres menghadapi tingkah polah anak di rumah, mendampingi ananda belajar dan menjalankan seabreg tugas kerumahtanggaan. 

Walhasil, para ibu merasa terbebani dalam mendampingi belajar anak, secara mendasar karena selama ini jauh dari fungsi keibuannya. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme liberal dan gencarnya prpgram pemberdayaan perempuan ala kesetaraan gender.

B. Dampak Negatif dari Sikap 'Kartini Modern' yang Menjadikan Tugas Mengajar Anak di Masa Pandemi Sebagai Beban

Pada umumnya, pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua, ayah dan ibu. Tetapi secara fitrah, sosok ibulah yang secara praktis berperan penting dalam menjalankan proses mendidik ini. Karena ia adalah sosok pertama dan paling dekat yang dikenal anak.

Allah Swt. telah mempersiapkan sosok ibu sebagai seorang pendidik bahkan sejak sang anak belum terlahir ke dunia. Ibulah yang mengandungnya, lalu melahirkan, menyusui, mengasuh hingga di tahapan usia pendidikan berikutnya.

Itulah mengapa sosok ibu sangat layak menjadi guru yang pertama dan utama bagi anak. Sehingga lahirlah ungkapan ummun madrosatun, ibu adalah sekolah.

Di masa pandemi ini, jika seorang ibu merasa tertekan/stres dan menjadikan pendampingan belajar anak sebagai beban, tentu akan berdampak negatif. Yaitu bagi ibu  sendiri, anak yang dididiknya dan kehidupan keluarga.

1.Dampak negatif bagi ibu antara lain:

a. Mewujud menjadi sosok yang kasar dan otoriter.

Ibu cenderung menjadi tidak sabar dan mulai menjalankan komunikasi searah terhadap anak. Bahasa perintah lebih mendominasi. Tak lagi tercipta komunikasi timbal-balik yang lebih membawa pada saling pengertian dan suasana menyenangkan.

b. Terbengkalainya tugas dan peran ibu yang lain.

Sebagai ummun wa robbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga), tugas ibu tidak hanya berkutat dalam pendidikan anak. Jika ibu sudah merasa tak nyaman, dikhawatirkan berimbas pada penunaian aktivitas kerumahtanggaan seperti memasak, membersihkan rumah, dst. sehingga tidak optimal. Apalagi jika ibu selama ini kurang bisa memanajemen waktu dan keterbatasan lainnya.

2. Dampak negatif terhadap anak adalah:

a. Anak berpotensi meniru sikap buruk.

Anak adalah makhluk pengimitasi perilaku orang dewasa. Saat orang tua gagal mengelola stres dengan baik dan kerap melampiaskan emosinya dengan cara tidak sehat, anak berpotensi menirunya di kemudian hari. Bahkan berdampak pada kehidupan sosial si anak kelak.

b. Phobia pada ibu.

Jika sikap kurang bersahabat, kekerasan verbal atau non verbal sering diterima oleh anak, bisa jadi akan membuatnya phobi jika harus belajar dengan ibu.

Jika hal ini berlangsung lama, dikhawatirkan anak akan berusaha mencari sosok lain yang lebih menyenangkan sebagai alternatif. 

c. Terjadi kerenggangan hubungan ibu dan anak

Kondisi ini mengerikan jika benar-benar terjadi. Ibu tidak akan punya kedudukan spesial di hati anak. Justru anak merasa lebih nyaman jika ibu tidak ada. Hal ini akan memutus komunikasi jika sampai anak terus-menerus menghindari ibunya.

3. Dampak terhadap keluarga yaitu:

a. Menurunnya kualitas relasi dengan anggota keluarga lain termasuk pasangan.

Ibu yang merasa tak nyaman dengan dirinya akan berpengaruh pada buruknya interaksi dengan orang terdekat.

b. Kehangatan dan keharmonisan menjadi hal langka.

Jika rumah dihuni oleh orang-orang yang penuh beban pikiran tentu akan sulit meraih kondisi keluarga yang hangat dan harmonis.

Sudahlah sang ibu merasa terbebani dalam mendampingi anak belajar. Anak-anak menjadi tak nyaman berada di rumah. Ditambah jika sang ayah juga memiliki problem dalam pencarian nafkah hingga roda ekonomit rumah tangga oleng, bisa terbayang betapa ruwet suasana keluarga.

C. Strategi 'Kartini Modern' Mendidik Anak dengan  Enjoy di Masa Pandemi Corona

Saat pandemi Corona "memaksa" para ibu lebih banyak di rumah, sejatinya Allah Swt hendak mentarbiyah kaum hawa lebih optimal menjalankan peran utamanya. Fungsi yang telah digariskan oleh-Nya sebagai ibu, pendidik putra-putri dan pengatur rumah tangga.

Tak ada kemuliaan terbesar yang diberikan Allah Swt. kepada seorang perempuan, melainkan perannya menjadi seorang ibu. Bahkan Rasulullah Saw. saat ditanya oleh seseorang, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak kuperlakukan dengan baik?" Beliau berkata, "Ibumu." Laki-laki itu kembali bertanya, "Kemudian siapa?" tanya laki-laki itu. "Ibumu." Laki-laki itu bertanya lagi, "Kemudian siapa?" "Ibumu." "Kemudian siapa?" tanyanya lagi. "Kemudian ayahmu," jawab beliau." (HR. Bukhari Muslim).

Begitu mulia dan strategisnya peran ibu mendidik putra-putri, apalagi di masa sulit pandemi saat ini dimana orang tua tidak bisa sepenuhnya minta bantuan sekolah mendidik ananda.

Berikut peran keluarga dan negara yang bisa dilakukan agar kaum ibu enjoy mendidik putra-putri di masa pandemi:

1. Peran ibu dan keluarga.

a. Merevisi pemahaman tentang fungsi utama ibu dan urgensinya.

Hal ini penting untuk mengembalikan fungsi dan posisi sebagai ibu. Para ibu harus sadar benar tupoksi ini, sehingga ketika kesadaran ini terbentuk tidak ada lagi perasaan  menjadi orang yang paling menderita di dunia karena banyaknya tugas  yang menyergapnya.

Saat para ibu menyadari kembali tugasnya, maka ini menjadi salah satu solusi "menikmati" program Home Learning. Sehingga aktivitas  mendidik ananda menjadi hal menyenangkan. Bukan sebagai beban, membosankan dan tidak terasa melelahkan.

b. Menjalin komunikasi dengan seluruh anggota keluarga, terutama pasangan.

Bila komunikasi sudah terbentuk, maka masing-masing anggota keluarga tahu kesulitan antarmereka. Satu sama lain akan saling mendukung. Anak bisa diajak bekerjasama untuk menyukseskan program belajar dirumah. Demikian pula, sang ayah bersedia terlibat dalam proses tersebut. Ibu tidak merasa sendiri dalam hal ini.

c. Mengajak keluarga untuk memahami makna musibah sebagai ketetapan Allah dan tepat menyikapinya.

Allah berfirman dalam Surat At Taubah ayat 51: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."

Dengan pemahaman yang tepat terhadap pandemi Covid-19, berharap meminimalkan keluh-kesah sehingga tidak menambah beban orang tua (ibu).

d. Bersama keluarga  meningkatkan taqarrub pada Allah Swt.

Mendekatkan diri kepada Allah Swt. juga menyehatkan mental. Sains modern memperlihatkan hubungan positif antara agama dan kesehatan. Orang-orang yang taat beragama, rajin beribadah dan pro-sosial memiliki hidup lebih sehat.

Di masa pandemi ini, apalagi di tengah bulan Ramadan, perbanyaklah ibadah dan amal shalih agar semakin dekat dengan Allah. Sehingga senantiasa berjiwa positif.

e. Tidak terlalu fokus pada pemberian materi ala sekolah.

Manfaatkan Home Learning untuk juga memberikan bekal ilmu praktis kehidupan sehari-hari. Dengan mengajak  anak melakukan aktivitas seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, berkebun, menata rak buku, dst.

Selain itu, mengerjakan kegiatan bersama yang menghibur seperti menonton film, bermain games edukatif, dll.

f. Melakukan komunikasi dengan guru atau pihak sekolah.

Jika dirasa tugas terlalu banyak atau memberatkan, baik bagi anak maupun orang tua sebagai pihak pendamping, hendaknya disampaikan kepada guru. Hal ini sebagai masukan agar timbul pengertian dan mencari solusi bersama.

Dengan berbagai langkah di atas, harapannya 'Kartini Modern' tetap dalam posisi sebagai pendidik pertama-tama bagi manusia. Dan mampu menjalankan aktivitas mulia ini dalam kondisi apapun dengan rasa bahagia.

2. Peran negara

Kesehatan jiwa para ibu dan anggota masyarakat lain akan terjaga secara paripurna manakala negara hadir memberikan perlindungan, juga jaminan kehidupan yang layak. Bagaimanapun, masyarakat tidak bisa hidup tenang tanpa kehadiran negara.

Sebagai pelindung dan pengayom rakyat, dalam hal ini negara bisa melakukan:

a. Memberikan edukasi khususnya kepada kaum ibu tentang fungsi utamanya sebagai pendidik generasi sekaligus peran strategis penyiap generasi masa depan bangsa.

Termasuk edukasi bagi ibu agar siap melakukan aktivitas pembelajaran anak di rumah di masa tanggap bencana. Jika kaum ibu sebagai aset strategis bangsa kurang diperhatikan, tentu berpengaruh pada nasib generasi ke depan.

b. Merancang kurikulum pendidikan sesuai tingkatan pendidikan di masa tanggap bencana yang ramah anak dan keluarga.

c. Menyediakan hotline atau layanan konsultasi bagi orang tua (ibu) yang mengalami kesulitan dalam menjalankan Home Learning.

d. Membuat program tayangan edukatif sebagai sajian alternatif bagi anak di masa tanggap bencana dan minta berbagai media massa dan media sosial untuk menayangkannya.

e. Memberikan bantuan fasilitas/sarana pendidikan yang dibutuhkan bagi warga kurang mampu agar proses belajar di rumah bisa terlaksana.

Mampukah penguasa di negeri ini melakukannya?

Sayang, hari ini kita masih hidup dalam negara kapitalis sekuler yang kurang memiliki jiwa melayani. Bahkan memberlakukan prinsip survival of the fittest. Warga dibiarkan bertarung sendiri menyambung hidup dan bertahan bahkan di tengah gempuran wabah ganas Covid-19.

Jika menginginkan para ibu kembali pada fitrah keibuannya, tidak dibebani oleh kondisi ekonomi yang serba sulit, sehingga maksimal dalam mendidik putra-putri bahkan ikut serta dalam mendidik generasi (di masyarakat), maka kembali kepada sistem Islam adalah alternatif yang tepat.

Tersebab sistem Islam terbukti mendukung kaum ibu dalam melahirkan generasi cemerlang seperti yang pernah terjadi di masa Rasulullah Saw dan para Sahabat. Pun saat aturan Allah diterapkan secara kaffah dalam sistem pemerintahan Islam.

Semoga kelak dengan dukungan sistem Islam, lahirlah para mutjahid, mujahid, ulama, ilmuwan,  dll. dari rahim para ibu muslimah sholihah.

IV. PENUTUP

Dari paparan diatas maka ada beberapa poin yang bisa disimpulkan, antara lain:

1. Dalam pandemi Corona saat ini, tugas mendampingi belajar anak menjadi beban bahkan menyebabkan stres bagi ibu, karena selama ini telah jauh dari peran utamanya sebagai ibu.

Kondisi di atas dimungkinkan terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme liberal yang "memaksa" kaum ibu turut bekerja dan masifnya program pemberdayaan ekonomi perempuan ala kesetaraan gender. 

2. Saat ibu merasa beban dan tertekan dalam proses pendampingan belajar anak di masa pandemi Corona, maka akan berdampak negatif,  bagi ibu sendiri, anak yang dididiknya dan susana keluarga.

3. Untuk mewujudkan proses pembelajaran di rumah yang enjoy bagi orang tua khususnya para ibu, dibutuhkan sinergi antara keluarga, pihak guru/sekolah, juga peran negara dalam memfasilitasi dan mendukung agar pembelajaran di rumah tetap maksimal. 

Dengan berbagai langkah di atas, harapannya 'Kartini modern' tetap dalam posisi sebagai pendidik pertama-tama bagi manusia. Dan mampu menjalankan aktivitas mulia ini dalam kondisi apapun dengan rasa bahagia.

Rujukan

https://www.iwanjanuar.com/jaga-kesehatan-mental-di-tengah-wabah/

—————————————
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgaints

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم