Bahagia di Jalan Dakwah



Oleh : Ari Susanti

Kebangkitan Islam dirindukan bagi siapa saja yang di dalam jiwanya ada keimanan, khususnya para pengemban dakwah. 

Tidak bisa dipungkiri,  mendaki jalan kebangkitan itu sungguh sukar dan terjal.  Tetapi bagi orang yang beriman, pengorbanan membawa kebahagiaan. 

Bahagia menjalani perintah wajibnya Allah akan memunculka rasa ringan dalam pengorbanan di jalan Allah.  Pengorbanan di jalan Allah adalah perwujudan dari cinta yang sejati kepada-Nya.

Anas bin Malik ra  bercerita, pada suatu hari Rasulullah saw keluar dan memegang tangan Abu Dzar.  Beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar, di hadapanmu ada jalan mendaki yang sukar.  Tidak ada yang mampu mendakinya, selain orang-orang yang ringan.”  Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku termasuk orang yang ringan atau orang yang berat?”  Beliau menjawab dengan bertanya, “Apakah kamu punya makanan untuk hari ini?  Ia menjawab, “Ya.”  Beliau bertanya lagi, “Dan makanan untuk esok hari?”  Ia menjawab, “Ya.”  Beliau bertanya lagi, “Dan makanan untuk esok lusa?”  Ia menjawab, “Tidak.”  Beliau bersabda, “Jika kamu punya makanan untuk tiga hari, maka kamu termasuk orang-orang yang berat.” (HR. Thabrani).

/Menikmati Pengorbanan di Jalan Dakwah /

Salah satu ciri orang yang bahagia dalam dakwah adalah menikmati pengorbanan di jalan dakwah. Dakwah sebagai amalan andalannya dalam merayu Allah.

Ia akan menjalankan dengan penuh kesungguhan, totalitas, dan lapang dada. Sulit dan terjal adalah keniscayaan,  namun bagi orang yang ringan akan terus menapaki jalan itu tanpa keluh kesah , tanpa berat hati, senantiasa optimis dan tawakal.

Setelah Rasulullah saw., para sahabat tentu saja adalah contoh terbaik dalam hal pengorbanan. Kita tentu pernah mendengar pengabdian dan pengorbanan Asma membela agama Allah SWT begitu besar. Tak heran jika ia digelari ''Dzatun Nithaqaini'' (wanita yang memiliki dua selendang).

Asma' membantu dalam proses hijrah Rasulullah saw dan ayahnya Abu Bakar ra , dengan penuh kecintaan terhadap Islam dan Rasul-Nya, ia menyobek selendangnya menjadi dua helai, helai pertama digunakannya untuk menutupi tempat makan atau bekal Rasulullah SAW dan sisanya untuk menutupi kepalanya.

Ia bahkan merelakan ayahnya menyumbangkan seluruh hartanya demi tegaknya agama Allah SWT.  Pada saat hijrah, Abu Bakar  membawa seluruh hartanya yang berjumlah sekitar 5.000 hingga 6.000 dinar. Lalu kakeknya yang buta, Abu Quhafah datang kepada Asma.  Abu Quhafah berkata :"Demi Allah, sungguh aku mendengar  bahwa Abu Bakar telah meninggalkanmu pergi dengan membawa seluruh hartanya?''
Mendengar pertanyaan itu, Asma berkata, '''Sekali-kali tidak, wahai, Kakek! Sesungguhnya, Beliau telah menyisakan buat kami harta yang banyak.'' Padahal tidak ada harta sedikitpun yang ditinggalkan Abu Bakar, namun keikhlasan Asma untuk berkorban di jalan Allah, menjadikan yakin akan pertolongan dari Allah.

Jelaslah, Islam membutuhkan pengorbanan kita. Semakin ringan kita berkorban, semakin dekat kita pada kemenangan.  Sebaliknya, semakin berat kita berkorban, semakin jauh pula kita meraih kemenangan. 

Orang yang ringan itulah orang yang bahagia dalam dakwah.
Sudahkah kita bahagia dalam dakwah? Yuk perbaiki niat kita. Semangat ![]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم