Afiyah Rosyad
Salam pancasila menjadi topik hangat beranda media sosial beberapa waktu lalu. Pasalnya, salah satu stasiun TV swasta menayangkan sosialisasi salam pancasila oleh Megawati dan petinggi negeri lainnya.
Bagi pemeluk agama Islam tentu hal ini ada tabu. Saat berjumpa guru, berkunjung ke rumah tetangga, atau bersilaturrahmi ke rumah saudara lazimnya mengucapkan salam. Salam lengkap yang diajarkan Baginda Nabi Muhammad SAW. Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarokatuhi.
Perintah itu termaktub dalam sabda beliau SAW:
“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)
Assalamualaikum yang akan diganti dengan Salam Pancasila hanya di ruang publik saja. Bukan ranah privat. Sesuai dengan pernyataan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang memberikan klarifikasi mengenai pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang ditafsirkan berniat untuk mengganti Assalamualaikum dengan Salam Pancasila. Melalui keterangan tertulis. Liputan 6, Sabtu (22/2/2020).
BPIP tidak pernah mengusulkan penggantian Assalamualaikum dengan Salam Pancasila. Maksudnya adalah dalam hal kesepakatan-kesepakatan nasional mengenai tanda bentuk salam dalam pelayanan publik, maka yang digunakan adalah Salam Pancasila.
Terlepas di ranah pelayanan publik ataukah di ranah pribadi, jelas salam yang diganti adalah Assalamu'alaykum. Salam khas kaum Muslim yang berasal dari petuah Baginda Rosul yang mulia.
Sungguh jelas tendensi salam baru ini. Islam yang menjadi objek tekanan. Kali ini perkara salam yang akan diganti. Sebelumnya banyak tendensi lain terhadap Islam dan kaum Muslimin.
Ulama yang dikriminalisasi, ajaran jihad dan Khilafah yang dihapus, masjid yang dimata-matai, khotib yang harus disertifikasi, bahkan Islam dan kaum Muslim tak luput dari tuduhan teroris, radikalis dan ekstrimis. Lebih mengerikan lagi bahwa agama dianggap musuh pancasila dan konstitusi di atas kitab suci. Naudzubillah.
Salam baru yang dielu-elukan diharapkan bisa meningkatkan rasa nasionalisme yang tinggi. Sayang berjuta sayang, salam hanyalah ucapan. Namun dalam tindakan nyata, butir-butir yang terkandung dalam pancasila berhamburan dan melayang tak bertuan.
Ketundukan pada Tuhan Yang Maha Esa tak tercermin dalam kepribadian pemangku jabatan pemerintahan. bertentangan dengan kehidupan nyata. Keadilan tak dirasakan rakyat, dan amoral bergentayangan dalam perilaku penduduk rakyat.
Alih-alih hendak merekatkan persatuan, yang terjadi perpecahan disulut melalui isu-isu yang diciptakan sendiri oleh pemerintah. Apakah radikalisme, ekstrimisme, atau terorisme yang dijadikan label pada kaum Muslim. Hal ini jelas memantik perpecahan di dalam tubuh warga negara. Bahkan adu domba tak luput dilakukan demi melanggengkan.
Rakyat saat ini merasakan kedzoliman yang tak berkesudahan. Bukan semata melambungnya harga dan tarif. Sekedar untuk merasakan pendidikan berkualitas tidak diperolehnya. Justru label negatif, seperti kata bodoh menempel pada mayoritas rakyat.
Kesejahteraan semakin menjauhi kehidupan rakyat. Atmosfer ketimpangan sosial semakin menyesakkan dada. Jurang antara si kaya dan si miskin kian menganga.
Maka sejatinya, Salam Pancasila hanyalah polesan untuk mencari pamor kepahlawanan. Salam baru tersebut akan menggeser Assalamu'alaykum di ranah publik.
Padahal salam yang dilafadzkan rakyat, bukan hanya Assalamu'alaykum. Di ruang publik yang sering dijumpai justru ucapan salam pada umumnya, seperti selamat pagi, selamat siang.
Maka jelas permusuhan ini ditujukan kepada siapa. Islam dan kaum Muslimin. Sungguh, seandainya mereka menyadari bahwa Islam adalah agama sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam, niscaya mereka akan menyesali segala perbuatannya selama ini.
Sosialisai salam baru ini memang tidak lepas dari agenda politik. Untuk membungkam kaum Muslimin dan untuk menjauhkan kaum Muslimin dari agamanya.
Maka semakin nyata kecondongan rezim. Bahwa rezim saat ini anti Islam. Menyuburkan sekulerisme dan liberalisme. Bahkan menampakkan ciri-ciri jiwa komunismenya.
Wallahu A'lam bish Showab[]