Pilkada Tradisi Demokrasi, Akankah Jadi Solusi


Oleh: Ulul Ilmi

Pesta demokrasi kembali akan dihelat. Begitulah agenda rutin 5 tahun sekali dalam sistem demokrasi. Di beberapa wilayah, pilkada akan kembali diadakan. Tentu saja dalam rangka mencari pemimpin idaman yang bisa melayani dan menyelesaikan persoalan daerah. Merubah keadaan dari buruk menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik. Itulah harapan yang selalu didambakan oleh masyarakat ketika pilkada itu datang.

Pilkada sudah didepan mata, KPU mulai menjalankan tugasnya, menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajang pilkada tersebut. Sebagaimana diberitakan, Ngawi,Kompas.com_Calon Independen atau perseorangan yang akan maju pada Pilkada Ngawi 2020 pada 23 September mendatang, disarankan untuk mengumpulkan 53.000 KTP dukungan.

Ketua KPU Ngawi Prima Aequina Sulistyawati mengatakan, dukungan 53.000 KTP telah melebihi syarat minimal dukungan maju sebagai calon perseorangan yakni sebanyak 52.882 KTP. “kita simpulkan posisi awal 53.000, karena pasti ada nanti yang tercoret karena ganda/hilangdan sebagainya,”ujar Prima saat ditemui di kantor KPU Ngawi, senin (6/1/2020).

Namun disisi lain, hingar bingar pilkada justru menjadi ajang politik nepotisme, dimana calon Bupati terkuat adalah wakil Bupati 2 periode sekarang. Hal ini sebagaimana diberitakan Ngawi, FaktualNews.com_ Pasangan Ony-Antok yang telah memilih menjadi satu paket dalam kontestasi pilkada 2020 mendatang. Sudah menyerahkan berkas penjaringan kepada partai Gerindra, Jum’at (1/11/2019). Sebelumnya pasangan Ony-Antok mendaftar melalui PDIP dan partai Nasdem beberapa waktu lalu.

Duet Ony Anwar dengan Dwi Rianto Jatmiko (OK) diprediksi bakal menemui jalan mulus, karena track recordnya sudah terlihat dibirokrasi maupun sepak terjangnya dipolitik lokal Ngawi,” terang Ali Syamsudin seorang Pengamat politik Ngawi, Kamis (2/1). Saat ini Ony menjadi orang nomor 2 di Ngawi, yakni menjabat sebagai Wakil Bupati Ngawi mendampingi Budi Sulistyono/Kanang Bupati Ngawi. Sementara Antok menjabat sebagai Ketua DPRD Ngawi sekaligus ketua DPC PDIP Ngawi.

Pemilihan Kepala Daerah, solusi pragmatis
Harapan rakyat 5 tahun sekali seperti fatamorgana. Rakyat hanya dimanfaatkan pada saat pemilu saja, setelah itu gigit jari. Fakta demikian sudah menjadi rahasia umum, bahkan sudah dimengerti oleh masyarakat. Namun mau bagaimana lagi, sudah menjadi tradisi dalam sistem demokrasi.

Masyarakat tentu sangat berharap setiap pemenang dalam konstestan pemilu bisa memenuhi harapan mereka. Menyelesaikan segala problematika yang kian hari kian menghimpit, mulai dari masalah pendidikan, kesehatan, kesejahteran ekonomi, hukum dan lain sebagainya. Namun, harapan tinggalah harapan, apa yang menjadi harapan dan impian masyarakat belum bisa terwujud. Apa yang terjadi di kota Ngawi contohnya, Siapapun bupatinya meski gonta ganti orang, namun tetap kondisi masyarakat Ngawi tidak berubah tetap dengan angka kemiskinan tinggi.

Sebagaimana diberitakan Ngawi, JurnalJatim.com- Kemiskinan masih menjadi isu strategis dan priotitas pembangunan Kabupaten Ngawi. Disampaikan oleh kepala Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan Bappelitbang Kabupaten Ngawi, Irine Sulistyowati, S.STP,MSi, bahwa ,” Tiga isu utama dalam pembangunan Kabupaten Ngawi, yaitu, Tingkat Kemiskinan Kabupaten Ngawi masih tinggi dibandingkan propinsidan Nasional, (pada tahun 2018 sebesar 14,83% sedangkan Propinsi Jawa Timur sebesar10,85%), potensi ekonomi yang belum dimanfaatkan secara optimal, adanya kesenjangan pelayanan antar wilayah,” jelasnya, Kamis(14/3/2019)

Ditambahkan, ada tiga prioritas dalam pembangunan Kabupaten Ngawi, yaitu penurunan kemiskinan, peningkatan pelayanan dasar, dan pembangunan ekonomi dengan didukung sarana penunjang yang memadai.

/Jabatan Dalam Sistem Demokrasi/

Dalam sistem demokrasi, orang berlomba-lomba bahkan saingan untuk memperoleh jabatan. Segala cara dilakukan asalkan mendapatkan jabatan. Kehilangan banyak harta tidak masalah, karena dengan diperolehnya jabatan, akan balik modal bahkan lebih banyak lagi. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi tidak ada kawan sejati yang ada adalah kepentingan abadi. Jabatan atau kekuasaan saat ini sangat menggiurkan karena dianggap sebuah profesi yang menghasilkan materi.

Di dalam sistem demokrasi menjadikan seorang pemimpin menggunakan jabatannya untuk kekuasaan semata, bukan untuk meriayah masyarakat. Ketika sudah terpilih menjadi pemimpin, akan fokus pada kekuasaannya, memanfaatkan kekuasaannya bahkan bagaimanan cara mempertahankan kekuasaan itu hingga anak cucunya.

Jelaslah, ketika jabatan hanya masalah kekuasaan semata, maka jabatan tersebut akan dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan materi sebesar-besarnya. Tidak peduli apakah kebijakannya itu memberatkan rakyat atau tidak, ketika ada keuntungan akan diterapkan, ketika tidak ada keuntungan maka akan ditinggalkan.

/Khilafah Sistem Khas/Unik/

Ketika seorang muslim memahami tentang sistem demokrasi, maka seharusnya dia pun berusaha untuk memahami sistem Khiafah. Karena khilafah itu adalah sistem unik yang merupakan bagian dari ajaran Islam. Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum muslimin diseluruh penjuru dunia, yang mengatur urusan rakyatnya dan semua urusan dalam negeri maupun luar negeri dengan syari’at Islam.

Allah swt sebagai pencipta juga sekaligus sebagai pengatur, sudah menyiapkan seperangkat aturan yakni syari’at Islam yang lengkap untuk mengatur manusia. Aturan tersebut berupa; pertama, aturan yang menyangkut hubungannya diri manusia dengan Allah swt, mencakup aturan dalam hal ibadah sholat, zakat, puasa dll. Kedua, aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang mencakup masalah makanan, minuman, pakaian dll. Ketiga, aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan sesama manusia, dalam hal sistem ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

Aturan ketiga sebagaimana dijelaskan diatas, yang nanti menjadi tanggung jawab khilafah untuk diterapkan dalam rangka ri’ayah syu’unil ummah. Mengatur urusan ummat dalam bentuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya sesuai dengan syari’at Islam. Termasuk menegakkan terlaksananya aturan point pertama dan kedua. Sehingga seluruh aturan Allah swt bisa ditegakkan dimuka bumi.

Oleh karena itu jelas sekali bahwa pemimpin/penguasa dalam Islam itu dipilih dengan syarat tertentu berdasarkan hukukm syara’. Ada 7 syarat yakni; Islam, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, dan mampu. Jabatan kekuasaan itu bukanlah semata-semata profesi namun lebih dari itu bahwa jabatan kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban dalam hal mengatur urusan rakyat berdasarkan syari’at Islam.
Wallahu’alam bishowab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم