Oleh: Endang Setyowati
(Kontributor Muslimah Voice)
Pemerintah seolah kejar target untuk mendapatkan pajak demi memperbesar pendapatan negara dengan salah satunya memberi alasan kesehatan serta dampak lingkungan untuk menarik cukai pada produk yang banyak dikonsumsi dan menjadi sumber pendapatan masyarakat kecil, seperti minuman sachet.
Walaupun memang kurang bagus untuk kesehatan serta dampak yang ditimbulkan oleh plastik kemasannya, yang mana susah terurai. Akan tetapi kurang bijak juga apabila menggenakan cukai atasnya.
Karena kebanyakan masyarakat kecil yang mengkonsumsinya serta yang menjualnya, untuk mencari nafkah demi bertahan untuk menghidupi keluarganya.
Jika menarik cukai atas pemanis sachet tersebut maka harga semakin naik, otomatis daya beli masyarakat akan ikut melemah, karena naiknya harga tidak hanya pada komoditas barang tersebut. Akan tetapi berbarengan dengan yang lainnya.
Ini membuktikan bahwa penguasa abai terhadap rakyat.
Bukannya masyarakat semakin sehat, namun bisa jadi semakin melarat. Karena akan mengurangi pendapatan bahkan menghilangkan pendapatan.
Penguasa hanya berfikir bagaimana cara yang jitu untuk memperoleh pendapatan negara, karena komoditas yang lain telah terlebih dahulu merangkak naik seperti TDL, BBM, BPJS.
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama (Al-Usyr) atau (Al-Maks), atau bisa juga disebut (Adh-Dharibah), yang artinya adalah ; “Pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak”.
Islam hadir sebagai solusi atas permasalahan manusia. Peraturan Islam berasal dari Sang pencipta yang sangat memahami tatanan kehidupan aktivitas makhluknya.
Islam telah mengharamkan pemungutan pajak bagi siapapun. Karena didalam Islam sumber pemasukan negara adalah dengan pengelolaan sumber daya alam yang dikelola secara mandiri yang hasilnya adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil….”[An-Nisa : 29].
Serta Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7.
Padahal Indonesia adalah negeri yang mendapat julukan jambrud katulistiwa dengan kekayaan alam yang melimpah ruah. Bagaimana Indonesia mempunyai gunung emas, lautan yang luas serta komoditi yang melimpah di dalamnya.
Belum lagi hutan yang masih luas, dan jika diolah dan digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat negeri maka masih bisa memenuhi kebutuhan setiap individu di negeri ini.
Jika saja kita berpegang kepada sunah Rasulullah saw, bahwa pengelolaan atas hasil bumi dan seisinya sesuai dengan yang disyariatkan, maka negeri kita akan makmur. Karena tidak ada kepemilikan pribadi atas alam ini.
Rasulullah saw bersabda bahwa: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Itu berarti bahwa semua yang berhubungan dengan ketiganya (padang, air dan api), maka tidak boleh dimiliki individu maupun swasta.
Tugas pemerintahlah untuk mengolah serta menyalurkan dan memanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan dan kebutuhan rakyatnya.
Namun apabila negara dalam kondisi darurat yang sangat hebat maka boleh diberlakukan pengambilan pajak. Namun hanya dilakukan pada orang kaya saja dengan batas waktu tertentu hingga masa darurat itu selesai.
Dalam Islam hal yang dianjurkan adalah membayar zakat dan bersedekah menurut kemampuan. Dan pengelolaan secara mandiri oleh negara terhadap segala sumber daya alam dan manusia demi kemaslahatan manusia.
Kewajiban negaralah yang mengatur terlaksananya peraturan Allah dalam kehidupan dan pemberi kesejahteraan kepada setiap individu.
Maka sudah saatnya umat saat ini menyatukan hati, pikiran dan langkah untuk mengganti sistem tersebut dengan sistem yang sudah terbukti menjadikan kekayaan alam bisa dinikmati dan mensejahterakan seluruh rakyat, baik muslim maupun non muslim.
Yaitu sistem pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis syariah yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.
Waalahu a'lam.[]