Era Disrupsi dan Tingginya Angka Pengangguran


Oleh: Retno Kurniawati
(Analis Muslimah Voice)

Pada Februari 2019 angka pengangguran mencapai 5,01% atau 6,82 juta orang. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2019 tercatat sebesar 197,92 juta orang, bertambah dibanding periode sebelumnya. Apalagi sekarang sudah tahun 2020 sudah dipastikan angka terus naik.

Perusahaan yang paling baru melakukan PHK adalah PT Indosat Tbk. Perusahaan mengakui melakukan penawaran PHK kepada karyawannya jumlahnya mencapai 677 karyawan. Selain itu, ada Bukalapak, NET TV, 2.683 karyawan Krakatau Steel, 2.500 orang diPHK di Batam, 2.000 PHK massal di Surabaya, serta PHK massal di industri tekstil. (Detik.com, Senin, 17/2/2020)

PHK massal sudah diprediksi sebagai dampak era disrupsi dan tren digitalisasi namun sayangnya pemerintah tidak antisipatif terhadap masalah ini. Melihat banyaknya karyawan yang diPHK sudah pasti akan meningkatkan jumlah pengangguran di negeri ini. Dengan demikian, satu lagi tambahan PR besar yang harus diselesaikan oleh rezim.
Poin yang utama adalah ketidaksiapan pemerintah menghadapi era disrupsi. Disrupsi adalah sebuah inovasi yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru dan modern. Disrupsi berpotensi menggantikan pemain-pemain lama dengan pemain baru. Disrupsi menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologi digital yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, lebih hemat, juga lebih bermanfaat.

Sehingga jelas revolusi industri 4.0 telah berdampak nyata selain munculnya berbagai macam startup juga disertai tingginya angka PHK. Mesin menggantikan tenaga manusia. Pengagguran terus naik. Dan jelas terlihat bahwa pemerintah tidak siap menghadapi problem ini. Terlihat dari masifnya PHK berbagai perusahaan. Rakyat hanya menjadi korban rezim yang latah mengadopsi tren global, menegaskan lemahnya kedaulatan politik dan ekonomi negara.

akibat kapitalisme global, sejatinya masalah-masalah yang menyebabkan tingginya angka PHK tidak terlepas dari sistem ekonomi yang berkuasa di negeri dan dunia secara keseluruhan. Kapitalisme dengan konsep batilnya hanya menjadikan negara sebagai regulator bukan pengurus dan pelayan rakyatnya. Sebaliknya, negara justru amat sangat bersanding mesra dengan para kapitalis. Hingga memberikan dampak berupa keuntungan bagi korporat dan kerugian bagi rakyat.

Terlebih lagi jika RUU Omnibus Law Cilaka (Cipta Lapangan Kerja) resmi disahkan semakin mempererat hubungan gelap penguasa dan pengusaha. Karena dalam aturan tersebut terselip kemudahan mem-PHK karyawan. Lagi-lagi rakyat yang di rugikan. Inilah wajah buruk sistem kapitalisme.

Jika seperti ini rasanya sudah tak ada alasan lagi untuk terus mempertahankan sistem rusak dan batil tersebut. Islam memiliki solusi tuntas mengenai PHK. Dengan cara negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya dengan mengoptimalkan SDM dalam negeri. Teknologi digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia, bukan menggantikan peran manusia sehingga manusia krisis peran. Manusia memiliki peran dalam memaksimalkan tenaga dan pikiran untuk memberi maslahat bagi umat manusia. Dan negaralah yang menjadi penyokong utama agar keduanya berjalan seimbang. Karena memang inilah salah satu tugas negara.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم