Oleh : Saptaningtyas
(Revowriter Palembang)
Dunia internasional tengah dihebohkan dengan virus corona. Virus dengan karakteristik mirip SARS dan memiliki resiko kematian ini telah menyebar ke berbagai negara.
Jumlah negara yang mengonfirmasi terinfeksi virus corona pun terus bertambah hanya dalam hitungan hari. Setidaknya, terdapat 13 negara yang mengonfirmasi adanya kasus tersebut.
China menjadi negara yang dituding sebagai sumber keberadaan virus corona. Virus corona ini pertama kali diidentifikasi pada 31 Desember di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Saat ini virus corona telah mengakibatkan kematian sebanyak 80 orang, dan terdapat 2. 744 kasus yang dilaporkan di China. (CNNIndonesia.com, 27/1/2020)
Telah banyak yang berpendapat mengenai penyebab dari virus corona ini bisa menyebar begitu luasnya. Salah satunya ilmuwan asal China, Vincent Munster mengindikasikan bahwa virus corona ini adalah virus kelelawar. Meski demikian ada pula yang menduga spesies perantara dalam kasus ini adalah kobra China. (kompas.com, 26 /1/2020)
Sebagai langkah mitigasi terhadap virus corona ini, China juga memberlakukan larangan sementara perdagangan hewan liar. Sebab Virus Corona diduga tersebar melalui daging hewan liar seperti kelelawar dan ular yang dijual di pasar.
Dari informasi tersebut, apakah kelelawar, kobra, ataukah lainnya, kebiasaan warga Wuhan yang gemar mengkonsumsi kuliner ekstrim diduga kuat sebagai penyebab virus ganas ini bisa menginveksi manusia.
Sebagaimana diketahui khalayak, China adalah negara komunis. Tentu saja ia tidak mengindahkan halal haram layaknya yang ada dalam ajaran agama Islam. Senada dengan negara yang menganut sekularisme, komunisme juga menjunjung tinggi kebebasan manusia. Menjunjung tinggi kebebasan ini pada faktanya acapkali berakhir pada kebebasan yang kebablasan. Tak terkecuali dalam hal makanan.
Kebebasan bertingkah laku pada manusia ini mendorong timbulnya gaya hidup menggemari kuliner-kuliner ekstrim. Tanpa ada batasan makanan apa saja yang boleh dikonsumsi dan mana yang tidak.
Berbeda dengan ajaran Islam. Islam sangat memperhatikan perihal makanan. Ajaran Islam telah merinci apa saja yang boleh dikonsumsi dan apa yang tidak. Islam memerintahkan untuk mengonsumsi makanan yang halal lagi baik (halalan toyyiban). Allah SWT berfirman,
"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya." (QS:AlMaidah:88)
"Makanlah rizki yang baik yang Kami berikan padamu. Janganlah melampaui batas, yang menyeebabkan murka-Ku kepadamu. Siapa yang ditimpa murka-Ku, pasti binasa."
(QS: Ta-Ha: 81)
Karena ajaran Islam berasal dari wahyu Sang Pencipta manusia, maka perintah dan larangan dalam Islam adalah demi menjaga manusia itu sendiri dari berbagai bahaya dan kerusakan.
Telah sekian banyak bukti bahwa ajaran Islam membawa kebaikan adalah benar. Sebagaimana kaidah bahwa hukum syara' pasti mendatangkan maslahat, menolak mafsadat.
Oleh karenanya patut diperhatikan, terlebih bagi umat Islam untuk mentaati perintah mengonsumsi makanan yang halal semata. Dan sekalipun ada makanan yang halal, namun terkategori ekstrim alangkah baiknya jika dihindari. Sebab selain halal muslimin juga diperintah memakan makanan yang toyyib.
Agar gaya hidup manusia kembali pada fitrahnya diperlukan peran serta masyarakat dan negara. Praktik amar ma'ruf nahi munkar di tengah masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah turunnya marabahaya.
Di samping itu, yang sangat diperlukan bagi umat manusia saat ini adalah penerapan syariat Islam oleh negara. Itulah langkah praktis dan paling efektif melindungi mayarakat. Sebab pemimpin negara adalah pengurus sekaligus perisai bagi umat.
"Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).[]