Oleh: Diyana Indah Sari
Memasuki awal 2020, Indonesia disambut suguhan banjir, khususnya wilayah Jabodetabek. Pergantian tahun disusul dengan banjir bandang yang menghanyutkan harta benda bahkan merenggut korban jiwa.
Berdasarkan data BNPB, Sabtu (4/1/2020), hingga pukul 10.00 WIB, ada 11 wilayah di Jakarta hingga Lebak yang masih terendam air dengan ketinggian berbeda.
Wilayah yang terendam banjir itu berada di Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Karawang, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara dan Kabupaten Lebak. Banjir yang paling tinggi masih berada di wilayah Jakarta Barat, yakni 1,5 meter.
Di Indonesia memang setiap tahunnya langganan banjir. Masalah yang satu ini seperti tidak kunjung selesai. Dari tahun-ketahun banjir masih menjadi persoalan yang membelit. Jika banjir ini merupakan bencana yang bersifat insidental tentu banjir tidak selalu melanda berulang kali. Hal ini seharusnya membuat kita tergerak untuk menyikapi persoalan ini dengan kritis, guna menemukan solusi tepat sasaran dan tuntas.
Pada penelitian yang dilakukan nengan membandingkan data BMKG dan data banjir BPBD, ternyata banjir terparah tak selalu terkait dengan tingginya curah hujan. Pada data yang dibeberkan BMKG pada konferensi pers, tahun 2014 tidak tergolong curah hujan ekstrim. Namun, luas banjir di tahun itu tergolong paling besar ketimbang tahun-tahun lainnya. Dengan demikian, ada hal lain yang menyebabkan parahnya banjir ibukota selain masalah tingginya curah hujan.
Jadi dalam permasalahan ini kita tidak bisa jika hanya memandang sebab permasalahan hanya satu sisi. Namun juga harus menyeluruh. Permasalahan banjir ini juga perlu dilihat dari segi sistemik. Perlu mengkritisi dampak sistem yang sedang diapakai di Indonesia saat ini.
Bencana banjir ini juga meruapakan teguran dari Allah SWT sang pencipta alam semesta, agar manusia tidak lagi berbuat kerusakan dan kezaliman. Agar manusia kembali pada jalan yang benar, dan segera bartaubat atas segala kesalahannya.
Dari sisi ideologi, bencana ini sebagai bentuk teguran terhadapa kezaliman rezim karena menerapkan sistem sekuleris kapitalis. Dimana sistem ini adalah sistem yang hanya akan membawa kerusakan dan kesengsaraan. Sistem yang menggunakan segala cara dan upaya untuk memburu materi dan keuntungan sebesar-besarnya untuk penguasa dan pemilik modal. SDA yang Allah sediakan tidak dijaga dengan baik. SDA yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat kini malah dieksploutasi para pemilik modal termasuk asing. Sehingga bencana ini merupakan teguran bagi rezim zalim dan serakah, yang hanya mementingakan kantong-kantong mereka dan mengesampingkan kepentingan rakyat.
Banyak terjadi perampasan lahan untuk dijadikan wilayah komersial. Para pemilik modal dengan leluasa melakukan pembangunan besar-besaran demi keuntungan mereka dan mengesampingkan dampak kerusakan alam. Seperti yang dikatakan oleh koordinator Advokad UPC, Gugun menekankan bahwa banjir besar terus melanda Jakarta saat ini akibat peruntukan lahan yang berubah menjadi kawasan komersial.
Gugun pun menilai persoalan banjir Jakarta tidak hanya soal lingkungan tetapi ada political will atau keberpihakan. Sehingga menurutnya perlu keberanian dari pejabat publik untuk menindak para penguasa tanah di Jakarta dan sekitarnya.
Dari sini jelas kita lihat bahwa bencana banjir ini juga menyangkut masalah sistemik. Sistem sekularis kapitalis, akar dari segala problematika hidup ini. Bencana ini juga sebagai teguran daru Allah agar kita bermuhasabah bahwa ideologi sekularis tidak pantas diterapkan dalam kehidupan. Sistem Sekuleris Kapitalis ini hanya akan membawa kerusakan apabila terus diterapkan ditengah-tengah masyarakat.
Teguran Allah ini juga mengingtakan agar kita segera bergerak dan berusaha untuk menerapkan syariat islam secara Kaffah. Karena hanya dengan penerapan sistem islam segala permasalahan ini dapat teratasi. Islam adalah sebaik-baik solusi. Maka dari itu marilah kita mempelajari islam secara kaffah dan mendakwahkannya. Karena hanya dengan berpegang teguh pada aqidah isalm dan penerapan syariat islam dan hukum Allah secara kaffah keadilan, kesejahteraan, keberkahan dan kemuliaan dapat diraih.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)”. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak (kedatangannya): pada hari itu mereka terpisah-pisah.” (TQS. Ar-Rum [30]:41-43).[]