“Don’t Worry Village” Digandrungi, Bukti Depresi di Korea Makin Meninggi



Oleh: Safira M. Shaleha
(Aktivis Mahasiswa)

Melihat angka penderita depresi di Negeri Ginseng tidak menurun, membuat seorang pengusaha muda, Hong Dongwoo, mencetuskan sebuah program unik yang dirasa mampu mengurangi angka depresi masyarakat Korea. Ia memilih Mokpo, sebuah wilayah di barat daya semenanjung Korea yang jauh dari pusat keramaian ibukota, Seoul. Kota pelabuhan dengan 230.000 penduduk ini memiliki sejumlah gedung-gedung terbangkalai yang membuatnya menjadi lokasi yang cocok untuk program “Don’t Worry Village” ini.


 menciptakan inovasi baru ini dengan harapan para kawula muda yang selama ini lelah dengan kehidupan kota besar mampu melepas stressnya. Membuat komunitas dimana para millennial ini berkumpul dan saling berbagi apa yang membuat mereka lelah dan khawatir. Kebanyakan masyarakat Korea yang menderita depresi disebabkan mereka tak mampu berbagai permasalahan yang mereka hadapi, ditambah tekanan lingkungan sekitar. Sehingga komunitas program “Don’t Worry Village” ini diharapkan mampu mendorong mereka melepaskan uneg-uneg yang selama ini mengganjal.



Angka bunuh diri di Korea pun masih menjadi penyebab utama kematian pemudanya pada tahun 2018 menurut statistic Korea. Perkembangan negara yang pesat terutama di bidang ekonomi membuat lingkungan social Korea pun berubah. Menjadikan masyarakatnya memiliki rasa persaingan yang ketat dan jarang sekali mentolerir kegagalan.

Dengan menciptakan sebuah lingkungan social yang baru dan lebih sehat di “Don’t Worry Village” bahkan mampu mengasah skill para pemuda ini hingga mereka menciptakan beberapa peluang bisnis seperti membuka restoran, kafe, dan toko kerajinan tangan. Bahkan 76 penduduk yang pernah tinggal di desa ini sejak dibuka tahun 2018, 31 di antaranya tidak pernah meninggalkan tempat ini. Entah mereka memulai bisnis baru atau mencari pekerjaan baru di tempat tersebut.

Kehidupan ibukota yang serba mahal pun menjadikan penduduk desa ini lebih nyaman untuk tetap tinggal. Biaya hidup di sini jauh lebih terjangkau. Selain factor ekonomi, mereka juga lebih nyaman karena merasa bebas dari rasa gelisah dan tekanan lingkungan social yang menjadi satu paket dalam kehidupan kota besar seperti Seoul. Kehidupan social masyarakat Korea memang membuat penduduknya tak bisa percaya diri dan terkungkung dengan standar msyarakat yang ada. Maka pendiri “Don’t Worry Village” menginginkan millennial ini lebih nyaman melakukan apapun yang mereka inginka ketimbang melakukan apa yang lingkungan inginkan.

Tentu saja fenomena social seperti ini menjadi sisi kelam Korea Selatan yang kita tahu mereka semakin maju di terutama di bidang ekonomi dan pertumbuhan negaranya. Di sisi lain system social mereka justru semakin buruk dengan meningkatnya angka bunuh diri akibat depresi terutama di kalangan pemuda. Statistic menurut WHO menunjukkan angka bunuh diri di Korea Selatan mencapai 29,6 per 100.000 populasi. Bermacam cara dilakukan demi mengurangi angka bunuh diri, sampai tercetus program “Don’t Worry Village” ini.

Namun apakah program-program seperti ini mampu menutaskan permasalahan tersebut? Bunuh diri karena depresi menjadi penyakit di negara-negara kapitalisme hari ini. Wajar mereka berstandarkan materi, sehingga ketika standar itu tercapai mereka akan merasa bahagia, namun ketika gagal mereka malah depresi sampai bunuh diri akibat tidak sanggup memenuhi standar kebahagiaan di lingkungan kapitalisme macam ini. Penyakit seperti ini pun juga menyerang negeri-negeri muslim akibat system kapitalisme yang diterapkan. Maka bunuh diri karena depresi pun tak lagi memandang dia muslim maupun bukan sebab hal ini berakar pada system lingkungan yang diterapkannya.

Islam jelas tidak akan menaruh standar kebahagiaan maupun kehidupan berdasarkan materi seperti halnya kapitalisme. Kebahagiaan menurut Islam adalah dengan berhasilnya ia meraih ridho Allah. Yang jelas akan dibangun melalui aqidah yang kuat dan kokoh. Menunjukkan makna kehidupan yang hakiki, bahwasanya manusia hidup untuk beribadah kepada Allah yang maknanya ia akan mengatur kehidupannya sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Sehingga akan menghantarkan kepada ridho Allah, yakni reward Jannah-Nya nanti.

Ketika individunya memahami makna dan standar hidup yang tepat, Islam juga menjaganya dengan penerapan system Islam yang akan menghapus segala standar materi dan masyarakat dengan persaingan ketat seperti hari ini. Sebaliknya, dengan penerapan Islam akan menciptakan masyarakat yang saling beramar ma’ruf nahi mungkar, didorong ketaatan mereka akan menjadi masyarakat yang saling berlomba dalam hal kebaikan. Plus, system ekonomi yang juga diterapkan akan menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap individu di dalam negara tersebut. Sehingga stress karena masalah ekonomi pun tak akan terjadi.

Maka menyembuhkan penyakit seperti ini tidak cukup menanamkan ketaatan dari segi individu saja, namun juga harus mengganti system kapitalisme yang menjadi akar masalah penyakit ini dengan system Islam yang akan menjamin dan memenuhi kesejahteraan masyarakatnya baik jasmani maupun rohani.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم