Oleh: Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice
Opini Khilafah masih saja menjadi isu yang panas untuk diperbincangkan di kalangan elit politik. Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi telah merevisi konten terkait Khilafah dan jihad. Beliau menyebut revisi konten terkait khilafah dan jihad dalam kurikulum di madrasah dilakukan agar pemikiran siswa tidak rancu. Beliau mengatakan khilafah ialah bagian dari sejarah, bukan syariah.
Revisi ditegaskan dalam Surat Edaran B-4339.4/DJ.I/Dt.I.I/PP.00/12/2019 tertanggal 4 Desember 2019.(cnnindonesia.com 10/12/2019)
Ada beberapa kritik terhadap kejanggalan putusan Menag yang mengatakan bahwa khilafah dan jihad adalah bagian dari sejarah bukan syariah.
Pertama, Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Menegakkan Khilafah merupakan mahkota kewajiban (tajul furudh) yaitu hanya dengan Khilafah syariat Islam mampu diterapkan secara sempurna. Oleh karenanya Khilafah tidak bisa dipisahkan dari syariat.
Kedua, jihad dan Khilafah adalah ajaran Islam dan termasuk bagian dari Syariat yang harus dilaksanakan sebagai seorang Muslim. Mengganti materi Khilafah dan jihad dari syariah menjadi sejarah adalah upaya menutupi kebenaran Islam. Sebagaimana yang termaktub dalam ayat di bawah ini,
“Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 42).
Umat Islam yang seharusnya memahami sebagai sebuah perintah menjadi kabur pemahamannya, sehingga hanya dianggap romantisme sejarah saja.
Ketiga, mempelajari Khilafah sebagai bagian dari syariat adalah bagian dari penyadaran umat bahwa sistem yang telah Nabi Muhammad Saw contohkan adalah sistem kehidupan terbaik untuk mengatur negara.
Inilah sistem yang seyogyanya diteladani oleh umat Islam, bukan malah ditakuti dan dikriminalisasi dengan stempel radikal.
Begitu pula dengan jihad. Jihad adalah syariat yang harus dijalankan dalam membela dan memperjuangkan agama Islam yang mulia. Sebagai Muslim harus sadar akan pentingnya jihad fisabilillah, sehingga mampu meneladani semangat jihad para Nabi dan sahabat dahulu. Tidak boleh hanya mempelajari sebatas cerita yang tak membawa pengaruh kepada umat Islam.
Keempat, sungguh ironis sebagai negeri mayoritas berpenduduk Muslim malah fobia dengan Khilafah dam jihad. Seharusnya negara menjamin hak warga negaranya untuk mempelajari keyakinan Islam sedalam-dalamnya. Bukan malah mengkerdilkan konteks pembelajaran semula syariah menjadi sejarah.
Kelima, upaya revisi khilafah dan jihad adalah bagian dari syariah adalah bentuk upaya jahat menghambat dakwah Islam kaffah yang semakin cetar membahana.
Keenam, revisi jihad dan Khilafah adalah bukti bahwa sistem pendidikan di negeri ini sekuler dan anti syariah. Karena menyembunyikan khilafah dan jihad sebagai bagian dari syariah. Seharusnya syariah ini dikaji dan boleh dijalankan umat Islam, tapi hanya dipelajari sebagai dongeng sejarah belaka.
Ketujuh, menjadi investasi dosa bagi mereka yang menutupi kebenaran Islam. Kembalinya Khilafah 'ala minhajinnubuwwah (yang sesuai metode kenabian) adalah janji Allah SWT, seharunya penguasa mendukung ikut menyambut bukan malah menghadang dakwah Khilafah dengan merevisinya dalam konteks sejarah saja. Justru inilah yang bisa menjadi dosa investasi bagi mereka yang menghalangi kembalinya janji Allah SWT.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
يُرِيدُونَ لِيُطۡفِـُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٲهِهِمۡ وَٱللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِۦ وَلَوۡ ڪَرِهَ ٱلۡكَـٰفِرُونَ
Artinya : “Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (Q.S. Ash-Shaff [61] : 8).
Semoga kita dapat mengetahui dan mengikuti yang benar adalah benar, dan berlindung dari yang salah adalah salah.
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Artinya: “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar, dan berikanlah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kami yang bathil itu bathil dan berikanlah kami kekuatan untuk menjauhinya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Aamiin yaa robbal ‘aalamiin.[]