Novianti
(Praktisi dan Pengamat Pendidikan)
Ada banyak problem dalam dunia pendidikan di negara kita. Salah satunya adalah kualitas out putnya yang rendah. Survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 baru saja dirilis. Survei PISA ini merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia. Hasilnya menunjukkan Indonesia menempati peringkat yang rendah dalam literasi, matematika dan sains, sebagaimana yang diberitakan detiknews (3/12/2019).
Kemampuan literasi menempati urutan ke-6 dari bawah diantara 74 negara yang disurvei. Pada kemampuan matematika menempati urutan ke-7 dari bawah, dan pada katagori kinerja sains menempati urutan ke-9 dari bawah.
Mendikbud, Nadiem Makarim mencetuskan program Merdeka Belajar sebagai solusinya. Tujuan program ini adalah untuk menciptakan suasana belajar yang membahagiakan bagi para guru dan murid. Karena itulah tekanan-tekanan yang selama ini dikeluhkan oleh para orang tua, guru dan anak didik akan dihapuskan.
Langkah pertama untuk menciptakan kemerdekaan belajar adalah membuat empat kebijakan strategis yaitu soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Zonasi. Empat hal ini yang memang selama ini dipandang sebagai sumber stress para guru, anak dan orang tua. Kita masih ingat siswa yang bunuh diri gara-gara tidak lulus UN. Banyak orang tua dan siswa kecewa karena pemberlakuan sistem zonasi.
Ke depan, menurut Mendikbud, para guru akan diarahkan untuk dibebaskan berpikir. Dan inilah yang disebut merdeka belajar sebagaimana dilansir dalam detiknews (13/12/2019). Dimulai dari guru yang merdeka berpikir selanjutnya akan diturunkan dan ditanamkan pada para siswanya. Diharapkan dengan adanya ruang yang sebebas-bebasnya untuk berfikir, para guru dan siswa menunjukkan kinerjanya melalui berbagai inovasi.
/Berfikir Dalam Islam/
Manusia adalah mahluk yang kedudukannya berbeda dengan mahluk lainnya karena diberi kemampuan berpikir. Lahirnya berbagai ilmu seperti ilmu sastra, fikih, bahasa, adalah produk berpikir. Islam memandang berpikir adalah amalan penting karena banyak perintahnya dalam Al Quran. Seperti ayat yang artinya, “Maka berpikirlah, wahai orang-orang yang berakal budi” (QS. Al-Hasyr [59]: 2).
“Apakah mereka tidak memperhatikan segala kerajaan di langit dan bumi dan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah” (QS. Al-A’raf [7]: 185).
Untuk terjadi proses berpikir, harus ada 4 komponen yaitu ada akal, alat indra, obyek yang diindra yaitu fakta dan maklumat tsabiqoh atau pengetahuan sebelumnya.
Dalam islam, maklumat tsabiqoh ini penting yakni wahyu Allah dan hadits sebagai sumber hukum syara. Sehingga semua fakta yang terindra harus dikaitkan dengan kedua sumber hukum ini. Seorang muslim tidak akan dibiarkan bebas mengembara berpikir tanpa diberi kerangka. Hukum syara’ adalah batasan bagi seorang muslim dalam berpikir.
Apakah dengan demikian seorang muslim tidak mampu melahirkan karya dan berinovasi? Peradaban Islam dimana hukum Islam ditegakkan justru melahirkan banyak ilmuwan dengan karya-karyanya yang menjadi pondasi bagi berbagai inovasi di abad 20 ini. Sebutlah Ibnu Sina peletak dasar perkembangan ilmu kedokteran. Al Khawarizmi penemu sistem penomoran 0-10, konsep aljabar dan algoritma yang digunakan dalam komputer dan sekarang sudah berkembang sedemikian rupa. Jabir Ibn-Hayyan, ahli kimia yang menemukan zat pelarut emas. Dan masih sederet ilmuwan lainnya. Ini menunjukkan betapa islam mendorong manusia berinovasi dan melahirkan banyak karya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Namun inovasi-inovasi tersebut tidak lepas dari kerangka berpikir islam dan aqidah menjadi pondasinya.
Mencermati pernyataan Mendikbud tentang kemerdekaan berpikir harus ditinjau dari segi apa yang mendasarinya dan tujuannya. Kampanye merdeka berpikir akan sangat berbahaya jjka tidak didasarkan pada aqidah islam. Karena ujung-ujungnya akan diajak berpikir tanpa batas dan berperilaku bebas tanpa terikat pada hukum syara’.
Di tengah kampanye massif perang melawan radikalisme dan islam yang sering menjadi sasaran, gagasan merdeka berpikir bisa menjadi suatu kampanye yang sebenarnya ingin menggiring umat islam untuk semakin jauh dari agama. Kampanye terselubung untuk meliberalkan umat islam. Jika ini yang terjadi, lepaslah ikatan yang mengikat umat islam yaitu hukum islam padahal jika ini terjadi akan mengakibatkan bencana kemanusiaan.
Dunia pendidikan memang tidak boleh mengekang proses berpikir namun dunia pendidikan hanya akan melahirkan generasi materialistis jika dasar berpikirnya adalah kapitalis. Generasi yang egois, hanya berpikir untuk kesenangan diri sendiri dan sesaat serta menimbang atas dasar manfaat. Generasi dengan literasi dan karakter universal yang lepas dari tuntunan wahyu.
Merdeka berpikir bukan menjadi solusi bagi bangkitnya dunia pendidikan jika dasarnya bukan aqidah Islam. Dunia pendidikan akan mewarnai kehidupan bangsa ke depan. Bisa diprediksi wajah negara ini ke depan jika tidak melakukan perombakan secara mendasar dalam asas berpikirnya. Harapan adanya beragam inovasi yang sekaligus memberikan manfaat pada manusia serta membawa umat islam pada kebangkitan yang hakiki hanya menjadi ilusi.[]