Isu Basi Penutup Persoalan Negeri


Oleh: Indah Yuliatik

Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (POLRI) menjadi garda terdepan perlindungan keamanan negara dari berbagai ancaman. Ancama dari dalam negeri seperti bencana alam, ekonomi, politik dan sosial. Ancaman dari luar seperti terorisme, sparatisme dan radikalisme. Ancaman dari luar inilah yang menjadi titik fokus pemerintahan kabinet Indonesia Maju sekarang. Berbagai cara dibuat untuk memberangus terorisme dan radikalisme yang dianggap membahayakan bangsa.

Dikutip dari laman berita Madiun Today (11/11/19). Gerakan radikalisme masih menjadi tantangan berat yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Tak hanya di kota-kota besar, paham inipun mengancam stabilitas bangsa. Bahkan, sampai ke daerah-daerah kecil sekalipun. Karenanya, Beragam upaya antisipasi pun dilakukan oleh berbagai pihak untuk menjaga stabilitas negara. Tak hanya TNI dan Polri. Tapi juga seluruh elemen masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh Komandan Kodim 0803 Madiun Letkol Czi Nur Alam Sucipto saat menggelar Binter Terpadu bersama forkopimda dan insan pers Kota/Kabupaten Madiun. ‘’Selalu waspada dan deteksi dini. Segera infokan jika ada hal-hal yang mencurigakan,’’ ujarnya. Menurut Dandim, TNI dan Polri selalu siap siaga menjaga keamanan dan ketertiban. Khususnya, di wilayah Madiun. Serta, mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan kondisi yang kondusif. Sebelumnya, upaya-upaya menjaga stabilitas wilayah telah dilakukan oleh TNI maupun Polri. Salah satunya, memberikan masukan kepada masyarakat terkait bahaya-bahaya radikalisme. Serta, cara-cara mengindentifikasinya.

Isu radikal radikul terus digoreng hingga gosong. Program ini tak lepas dari WOT yg digagas oleh bush. Teroris itu didefiniskan siapa saja yang dalam meraih tujuannya menggunakan kekerasan dan menimbulkan ketakutan yang meluas. Bila benar ingin memerangi terorisme, semestinya tidak memandang perorangan, kelompok ataupun negara. Nyatanya tidak, tidak lain untuk war on Islam. Dalam list FTO (Foregn Terrrorist Organization) yang dikeluarkan oleh DK PBB, lebih dari 95% adalah individu dan kelompok Muslim. Di antaranya ada Syekh Ahmad Yasin dan Hamas. Bagaimana mungkin Hamas yang sedang berjuang untuk merebut tanah Palestina disebut teroris. Sebaliknya, Israel yang menjajah dan membunuhi warga Palestina hampir tiap hari tidak disebut apa-apa. Sebaliknya, Bush memerintahkan invasi AS ke Irak, menjatuhkan lebih dari 30 ribu ton bom. Akibatnya, bukan hanya sepenggal jalan di Baghdad, seluruh Baghdad bahkan seluruh Irak hancur dan lebih dari 1,4 juta warganya tewas. Anehnya, Bush, jangankan dihukum mati, disebut teroris pun tidak.

Kejadian terorisme pasti dikaitkan dengan Islam. Bila ternyata tidak terkait dengan Islam seperti penembakan di sejumlah tempat di AS, juga di negeri ini, yang pelakunya ternyata bukan Muslim, maka tidak akan disebut teroris. Isu radikalme untuk kepentingan AS yang terus mengokohkan hegomoninya di Indonesia.
Arah deradikalisasi sebenarnya menuju deislmisasi. Penyerangan dilakukan tidak hanya syariat yang selama ini dianggap radikal, seperti: khilafah, jihad dan qishos. Bahkan hukum tentang pergaulan dan mahram juga dianggap radikal, seperti yang diungkapkan oleh prof. Mahfud MD baru-baru ini. Syariat Islam diserang hingga hukum yang paling terkecil, sasarannya agar masyarakat semakim takut dengan Islam dan menjauh dari aturan Islam.

Nyatanya, kondisi riel dimasyarakat tidak terpengaruh dengan isu radikal dan radikul tapi lebih resah karena kenaikan BPJS 100%, TDL yg naik dan kebutuhan hidup yg serba mahal. Isu radikalisme berusaha menutup ketimpangan-ketimpangan ekonomi yang rusak di Indonesia. Masyarakat mulai paham arah ketika isu terorisme dan radikalisme diangkat. Tujuannya untuk mengalihkan isu-isu ekonomi dan kenaikan kebutuhan masyarakat.

Permasalahan di Indonesia sejatinya bukanlah terorisme atau radikalisme, namun sistem kapitalis sekuler yang terus memporak porandakan negeri ini dari tatanan politik,ekonomi, sosial dan masyarakat. Pemerintah yang seharusnya menjadi pengayom, pelindung dan bekerja untuk memenubi kebutuhan masyarakatnya lebih mementingkan kepentingan rezin dan keuntungan dirinya sendiri. Indonesia harus menjadi negara yang mandiri, bukan negara pengekor barat yang mengakibatkan pengaturan negeri ini hancur di berbagai sisi. Penolakan isu radikalisme harus dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat harus bangkit dari isu-isu klise yang terus menerus digencarkan oleh pemerintah.

Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin sesuai firman Allah Ta’ala,
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.

 Aturan-aturan Islam bersumber dari wahyu pencipta yaitu Al Qur'an, yang tidak ada keraguan sedikitpun kepadanya. Diturukan kepada Nabiullah Muhammad SAW, suri tauladan terbaik bagi masyarakat dalam menjadi pemimpin, pengayom dan pelindung masyarakat. Isu radikalisme yang terus menyudutkan Islam terkikis dengan pembuktian sejarah Islam yang gemilang selama 13 abad lamanya. Islam menjadi Rahmatan lil'alamin ketika diterapkan ditengah-tengah masyarakat, tidak hanya bagi muslim tapi juga non muslim. Sudah saatnya, kembali pada aturan terbaik yang bersumber dari hukum terbaik pencipta.
WaAllahu'alam bisshowab[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم