Prof. Suteki: Intelektual Transformatif dalam Pusaran Prostitusi Intelektual



Oleh: Novita Sari Gunawan
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Siapa yang tidak kenal Prof. Suteki? Seorang dosen dan ahli yang telah mengajar tentang Pancasila selama 24 tahun, kini dipersekusi dengan tuduhan anti-Pancasila. Oleh siapa? Oleh mereka yang mungkin saja justru tak lebih memahami esensi dari Pancasila itu sendiri. Rabu 6 Juni 2018, menjadi sejarah kotor dan menambah noktah hitam di kalangan sivitas akademi. Dibebastugaskannya Prof. Suteki dari tugasnya sebagai Kaprodi MIH, Ketua Senat FH dan Anggota Senat UNDIP.

Malapetaka ini berawal dari kesediaan Prof. Suteki menjadi saksi ahli dalam forum resmi pengadilan atas perkara yang melibatkan ormas HTI. Serta gagasan-gagasannya yang dikenal cenderung keislaman. Persekusi ini menyerang seorang Profesor yang sejatinya sedang menjalankan peran intelektual dengan mengedepankan sisi intelektualitasnya. Bukan hanya sekadar peran normatif, tapi juga beliau sadar betul akan peran transformatif sebagai seorang cendekiawan.

Wajah sesungguhnya negeri ini kian tampak. Dimana sosok intelektual transformatif tidak lah dibutuhkan. Yang mereka butuhkan adalah intelektual pelacur, yang rela dilacurkan demi kepentingan penguasa. Intelektual transformatif tentunya akan merasa terpanggil untuk tanggap menganalisis kerusakan di negerinya, memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, dan menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah.

Namun, intelektual seperti ini tidak diberi ruang. Intelektual yang bebas menuangkan gagasan adalah para intelektual yang rela dilacurkan demi melegitimasi kepentingan penguasa. Membutakan masyarakat terhadap problematika yang sebenarnya. Mereka justru berada di garda terdepan terlibat di dalam politik post truth atau politik kebohongan yang dimainkan penguasa demi menciptakan opini publik yang mereka inginkan.

Fakta teranyar, yakni pada Rabu 10 Juli 2019, Prof. Suteki kembali mendatangi Polda Jateng untuk menanyakan ihwal aduannya kepada rektor UNDIP atas dugaan tindak pidana berupa fitnah dan pencemaran nama baik secara sepihak, tanpa melalui proses pemeriksaan persidangan. Tuduhan sepihak adalah bentuk kezaliman yang harus dilawan, dibongkar dan diperjuangkan.

Jangan biarkan Prof. Suteki berjuang sendirian melawan kezaliman. Kita sebagai masyarakat yang sadar akan represifnya rezim saat ini, harus membersamai perjuangan beliau. Kita pun dapat melihat akan realita yang begitu telanjang, bahwa siapapun yang berseberangan dengan rezim maka berhak dipukul begitu saja. Tanpa melihat kontribusi dan gagasan yang ditawarkan. Kita jangan pernah rela jika suara-suara kebenaran terus saja dibungkam. Mau jadi apa negeri kita?

Kezaliman demi kezaliman yang dilakukan rezim ini tidak serta-merta membawa pada kebangkitan. Karena faktanya masih banyak masyarakat yang belum tersadarkan bahwa rezim ini telah bertindak semena-mena dan zalim. Kita harus terus mencerdaskan masyarakat agar dapat melihat fenomena ini dengan kacamata objektif. Kepada siapa seharusnya mereka berpihak, akankah mau terus-menerus mati-matian membela penguasa zalim?

Dengan adanya fenomena ini, menjadi pelecut bagi kita semua untuk terus mendukung perjuangan siapa saja yang sedang mencari keadilan. Bukan tak mungkin, akan bermunculan intelektual-intelektual lainnya yang akan bernasib sama ketika sedang memperjuangkan kebenaran. Kepada Prof. Suteki, teruslah busungkan dada dan lanjutkan perjuangan. Kita akan buktikan apakah negeri ini memegang konsistensinya terhadap Pancasila yang justru mereka jadikan alat pukul. Patutkah negeri ini disebut cerminan kemanusiaan yang adil dan beradab? []

Wallahu a'lam biashshawab.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم