Liberalisasi Penerbangan Melalui Kenaikan Harga Tiket



Oleh: Nur Istiqomah

Dalam beberapa bulan terakhir , masyarakat mengeluhkan mahalnya tiket pesawat. Kondisi ini terjadi sejak akhir 2018 lalu. Saat itu kenaikan tiket pesawat masih dianggap wajar karena bertepatan dengan momen liburan akhir tahun dan tahun baru 2019. Namun kendati masa liburan tahun baru telah usai, tarif pesawat tidak kunjung turun. Kenaikan harga tiket ini juga dirasakan masyarakat yang hendak mudik ke kampung halaman masing-masing, hingga akhirnya banyak yang membatalkan rencana pulang kampung karena membengkaknya tarif perjalanan mudik yang harus dibayar.

Hal ini terjadi hampir disemua rute penerbangan domestik. Tidak hanya harga tiket pesawat yang gila-gilaan, tetapi yang memberatkan para penumpang adalah berlakunya tarif untuk bagasi pesawat yang sebelumnya digratiskan pada berat tertentu. Namun sekarang hal itu sudah dihilangkan alias sudah dikenai tarif.
Meroketnya harga tiket pesawat terbang ini tentu menimbulkan efek domino, diantaranya berdampak pada penurunan bisnis penjualan tiket yang tentu berasal dari menurunnya penumpang moda transportasi udara. Tidaknya hanya jumlah penumpang yang berdampak menurun secara signifikan, tetapi usaha-usaha yang berkaitan dengan penerbangan, seperti penjualan di dalam bandara, usaha transportasi seperti taxi dan sejenisnya, perhotelan, tempat pariwisata, dan lainnya juga berdampak menurun.

Kenaikan harga tiket pesawat ini disinyalir salah satunya karena meruginya maskapai penerbangan. Menurut Dirjen Perhubungan Udara Polana B Pramesti, saat ini maskapai yang beroperasi di Indonesia banyak tertimpa kerugian. Dia mencontohkan, maskapai Air Asia yang mengalami kerugian total mencapai 1 Triliun. Menurutnya dari laporan keuangan terkahir 2018 banyak yang rugi. Malah tidak ada yang untung. Menurutnya Kemenhub akan mengevaluasi masalah-masalah apa saja yang tengah dihadapi maskapai lokal. (Economy.okezone.com)

Salah satu solusi yang diberikan oleh pemerintah terkait kenaikan harga tiket pesawat adalah dengan mendatangkan maskapai asing untuk beroperasi di Indonesia. Namun banyak kalangan yang menyayangkan hal tersebut diambil oleh pemerintah sebagai solusi dari naiknya harga tiket pesawat.

Institute For Development Of Economic and Finance (Indef) menyebutkan, pemrintah tidak boleh hanya melihat satu sisi dalam membuat kebijakan untuk menurunkan harga tiket pesawat. Menurut ekonom senior INDEF, Didik J Rachbini, jika pertimbangan kebijakan hanya satu sisi dan mengorbankan sisi yang lain, maka diperkirakan bisa merugikan ekonomi nasional dalam jangka panjang.

Semua kerumitan masalah transportasi tentu dipengaruhi oleh aturan yang mengatur negeri ini yaitu sistem kapitalisme neoliberalisme, yang menjadikan negara hanya sebagai regulator saja. Negara menyerahkan kegiatan ekonomi kepada mekanisme pasar yang begitu bebas. Sehingga banyak perusahaan swasta baik asing maupun dalam negeri yang begitu leluasa menguasai pasar di Indonesia, termasuk transportasi penerbangan.

Islam sendiri memandang bahawa transportasi umum termasuk transportasi udara adalah merupakan kebutuhan publik, sehingga negara bertanggung jawab untuk menjamin akses setiap orang terhadap transportasi udara yang terjangkau dan aman bagi masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “imam yang menjadi pemimpin manusia adalah laksana pengembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR. Al Bukhari).

Hal tersebut memang membutuhkan pembiayaan yang memadai dari anggaran negara, sehingga negara harus memiliki kemampuan finansial yang memadai. Pembiayaan tersebut digunakan untuk biaya operasional pesawat, misalnya pengadaan pesawat yang berkualitas layak terbang, bahan bakar pesawat, bandar udara, serta seumber daya manusia yang berkualitas.

Selanjutnya yang diperhatikan adalah bahwa bandar udara adaah milik umum yang harus dikelola untuk melayani kepentingan umum bukan untuk dikomersilkan. Sehingga tidak dibenarkan penggunaan konsep kemitraan pemerintah dan swasta yang menjadi jalan masuknya dominasi asing. Keseluruhan konsep tersebut berikut diterapkannya sistem islam secara meniscayakan terwujudnya kemandirian negara sehingga tidak bergantung asing pada transportasi negara.

Ada empat aspek yang mencakup hal tersebut yaitu : kemandirian bahan bakar minyak penerbangan, dengan menerapkan konsep islam dalam pengelolaan migas. Menyerahkan tanggungjawab  langsung dan sepenuhnya sebagai pengelola dengan tidak menyerahkannya pada penguasaan perusahaan asing maupun domestik sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

 Kedua kemandirian teknologi dirgantara seperti pesawat terbang teknologi navigasi dan komunikasi serta bandar udara dan fasilitasnya. Ketiga kemandirian sumberdaya manusia. Dan terakhir kemandirian standarisasi.

Semua itu akan terwujud manakalah sistem kehidupan dinaungi oleh syariat yang dibawah naungan Khilafah. Ia akan menjamin seluruh kemaslahatan umat serta mempermudah seluruh akses yang berkaitan dengan hajat masyarakat.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم